Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Manhaj Bermasalah - Ustadz Aris Munandar

Kabeldakwah.com

Manhaj Bermasalah

Sebagian orang maunya fikih itu harus kaku dan hitam putih. Mereka tidak menyakini adanya kelapangan dalam permasalahan fikih. Mereka menuntut adanya keseragaman dalam fatwa, amaliah dan pandangan fikih.

“Pokoknya qunut shubuh itu sesat”.

“Orang yang berpendapat isbal tanpa sombong hukumnya makruh itu menyimpang”.

“Mengulang-ulang umrah dalam satu perjalanan itu klebinger, travelnya tidak sunnah”.

Oleh karena itu ajakan untuk luwes dalam fikih dinilai sebagai “manhaj yang bermasalah”. Tidak kenceng dan tidak garang dalam menyalahkan pihak lain dalam hal-hal yang diperselisihkan para syaikh, para ulama bahkan para imam dianggap tidak kokoh dalam beragama.

Orang-orang ini jika melihat ada Muslim yang berbeda amaliah fikih dengan dirinya akan memberikan tatapan mata sinis dan tajam.

Pengennya orang tersebut diajak debat dan dikata-katai bahwa perbuatannya itu sesat dan menyimpang meski ada ulama besar (baca: imam) di balik pendapat tersebut.

Mari kita bandingkan sikap beragama di atas dengan sikap Ibnu Taimiyah di bawah ini:

الأعلام العلية في مناقب ابن تيمية (ص755 طعطاءات العلم):

ولقد أكثر ــ رضي الله عنه ــ التصنيف في الأصول فضلًا عن غيره من بقية العلوم، فسألته عن سبب ذلك، والتمست منه تأليف نصّ في الفقه يجمع اختياراته وترجيحاته، ليكون عمدة في الإفتاء،

Al-Hafizh Umar bin Ali al-Bazzar (wafat: 749 H) mengatakan, “Ibnu Taimiyyah punya banyak buku dan karya di bidang akidah dan bidang keilmuan lainnya (namun beliau tidak punya karya dalam bidang fikih).

Kutanyakan hal tersebut kepada beliau dan kuajukan kepada beliau permintaan agar menulis buku dalam bidang fikih, buku yang mengumpulkan semua pendapat yang beliau nilah kuat dan menjadi pilihan pribadi beliau. Tujuannya agar bisa dijadikan pegangan dalam berfatwa.

فقال لي ما معناه: الفروع ‌أمرها ‌قريب، فإذا قلّد المسلم فيها أحدَ العلماء المقلَّدين جاز له العمل بقوله، ما لم يتيقن خطأه.

Jawaban beliau kurang lebih sebagai berikut, “Furu’ (baca: fikih) itu gampang. Jika seorang muslim dalam permasalahan fikih taklid kepada salah seorang ulama yang memiliki kelayakan untuk diikuti boleh baginya mengamalkan pendapat ulama tersebut.

Kebolehan dalam hal ini hanya memiliki satu syarat yaitu tidak yakin kesalahan pendapat ulama tersebut” al-A’lām al-‘Illiyyah fī Manāqib Ibnu Taimiyah 754-755.

Dalam pandangan Ibnu Taimiyah permasalah fikih itu gampang, luwes dan sederhana. Jangan dibuat keras dan kaku, harus begini sebagaimana pendapat saya. Pokoknya harus seragam dengan saya dan komunitas pengajian saya.

Dalam fikih menurut Ibnu Taimiyyah yang penting ada ulama otoritatif yang diikuti oleh seorang muslim. Siapa yang ikut pendapat ulama yang otoritatif ya sudah, tidak perlu dipermasalahkan.

Oleh karena itu edukasi yang penting diberikan kepada masyarakat pengajian adalah mengenal ulama otoritatif. Tidak semua yang berbicara di atas mimbar atau menjadi pemateri di podcast dalam tema keislaman itu ulama.

Ulama pakar akidah atau pakar hadis namun tidak mendalami fikih bukanlah pihak yang otoritatif untuk bicara fikih dan hukum.

Demikian juga pakar fikih namun tidak mendalami ilmu hadis tidaklah memiliki otoritas untuk berbicara shahih dan dhaifnya suatu hadis.

Label yang berlaku dalam permasalahan fikih dan hal-hal yang diperselisihkan oleh para ulama adalah boleh diamalkan (jāza al-‘amalu bihi atau jāiz al-ittibā’).

Kebolehan dalam ini bagi Ibnu Taimiyah syarat satu saja yaitu selama tidak yakin pendapat ulama atau imam tersebut salah.

Tidak ada label ‘harus pendapat ini yang diambil’ (wajab al-amalu bihi atau wājib al-ittibā’) dalam hal-hal yang diperselisihkan oleh para raksasa ilmu fikih (fuqahā’).

Ditulis oleh: Ustadz. Dr. Aris Munandar

KabeL DakwaH
KabeL DakwaH Owner Gudang Software Ryzen Store dan Jasa Pembuatan Barcode BBM Se-Nusantara Indonesia

Posting Komentar untuk "Manhaj Bermasalah - Ustadz Aris Munandar"