Salahkah Redaksi Allahumma Innaka ‘Afuwwun Karim? - Ustadz Aris Munandar
![]() |
Kabeldakwah.com |
Salahkan Redaksi
Allahumma Innaka ‘Afuwwun Karim?
Di sepuluh malam terakhir
bulan Ramadhan sebagian kaum muslimin memanjatkan doa kepada Allah dengan
redaksi “allahumma innaka ‘afuwwun karim tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘anni ya karim”.
Redaksi doa ini tidak
sama persis dengan redaksi doa yang Nabi SAW tuntunkan, ada tambahan karim dan
ya karim di akhir doa.
Salahkah redaksi doa semisal ini? Jawabannya tidak salah.
Memberi kata-kata atau
kalimat tambahan dalam doa atau dzikir yang berasal dari Nabi SAW dibolehkan
oleh mayoritas ulama fikih, tanpa tutup mata ada juga ulama yang berpendapat
makruh. Sebaliknya ada juga yang berpendapat hukumnya dianjurkan/mustahab.
Di antara pijakan hukum
dari pendapat mayoritas ulama fikih di atas adalah hadis berikut ini:
عَنْ رِفَاعَةَ بْنِ
رَافِعٍ الزُّرَقِيِّ قَالَ: كُنَّا يَوْمًا نُصَلِّي وَرَاءَ النَّبِيِّ صلى الله
عليه وسلم، فَلَمَّا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ الرَّكْعَةِ، قَالَ: (سَمِعَ اللَّهُ
لِمَنْ حَمِدَهُ). قَالَ رَجُلٌ وَرَاءَهُ: رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ، حَمْدًا
طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ. فَلَمَّا انْصَرَفَ، قَالَ: (مَنِ الْمُتَكَلِّمُ).
قَالَ: أَنَا، قَالَ: (رَأَيْتُ بِضْعَةً وَثَلَاثِينَ مَلَكًا يَبْتَدِرُونَهَا،
أَيُّهُمْ يَكْتُبُهَا أَوَّلُ).
Dari Rifa’ah bin Rafi’
az-Zuraqi, kami mengerjakan shalat bermakmum di belakang Nabi SAW. Tatkala Nabi
SAW mengangkat kepala dari ruku’ dan mengucapkan ‘sami’allahu liman hamidah’,
ada seseorang (baca: Rifa’ah bin Rafi’) di belakang Nabi SAW yang mengucapkan
‘rabbana wa lakal hamdu hamdan thayyiban mubarakan fihi’. Setelah selesai
shalat Nabi SAW bertanya, ‘siapa tadi yang ngomong?”. ‘Saya’, jawab orang
tersebut.
Nabi SAW lantas bersabda,
“Aku melihat 30-an malaikat yang berebut siapakah di antara mereka yang pertama
kali mencatat kalimat tersebut” (HR al-Bukhari no 766 cet al-Bugha)
Menurut Ibnu Hajar
al-Asqalani di antara mutiara pelajaran dari hadis di atas adalah sebagai
berikut:
فتح الباري لابن حجر
(2/ 287 ط السلفية):
واستدل به على جواز
إحداث ذكر في الصلاة غير مأثور إذا كان غير مخالف للمأثور
“Hadis ini dijadikan dalil kebolehan membuat
(baca: membuat tambahan) dzikir yang tidak berdalil dalam shalat dengan syarat
tidak menyelisihi dzikir yang berdalil.” (Fathul Bari 2/287)
Kebolehan membuat
tambahan dalam hal ini dengan dua syarat:
1. Kandungan pesan
kalimat tambahan tersebut tidak bertentangan dengan dzikir atau doa yang
berasal dari Nabi SAW sebagaimana statemen dari Ibnu Hajar di atas.
2. Syariat tidak
bermaksud membakukan redaksi dzikir atau doa yang berasal dari Nabi SAW
tersebut semisal redaksi adzan dan iqomah yang baku dalam syariat.
Jika ada yang menyanggah
bahwa penambahan yang dilakukan oleh shahabat Rifa’ah bin Rafi’ di atas hanya
berlaku ketika Nabi SAW masih hidup, jawabannya ada dalam riwayat dari shahabat
Ibnu Umar di bawah ini:
عن أبي إسحاق عن الهيثم
قال: سمعت ابن عمر يقول حين (يفتتح) الصلاة: اللَّه أكبر كبيرا، وسبحان اللَّه
وبحمده بكرة وأصيلا، اللهم اجعلك أحب شيء إليَّ، وأخشى شيء عندي
Al-Haitsam bercerita bahwa dia mendengar Ibnu
Umar membuka shalatnya (setelah takbiratul ihram) dengan kalimat “Allahu akbar
kabiran wa subhnallahi wa bi hamdihi bukratan wa ashilan. Allahummaj’alka
ahabba syain ilayya wa akhsya syain ‘indi” diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah
dalam al-Mushannaf no 2428.
Redaksi iftihah atau istiftah yang dibaca oleh
Ibnu Umar dalam hal ini diberi tambahan doa yang artinya ‘Ya Allah jadikanlah
diri-Mu sesuatu yang paling aku cintai sekaligus sesuatu yang paling aku
takuti’.
Sedangkan redaksi asli dari hadis Nabi SAW
yang berbentuk sunnah taqririyyah adalah sebagai berikut:
اللَّهُ أَكْبَرُ
كَبِيرًا، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا، وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا
“Allahu akbar kabiran wal hamdu lillahi
katsiran wa subhanallahi bukratan wa ashilan” (HR. Muslim no 601)
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin pun
menegaskan kebolehan memberi tambahan pada doa yang Nabi SAW ajarkan dalam
shalat.
والدعاء هنا وفي غيره
من الأماكن التي يشرع فيها في الصلاة، ينبغي أن يحافظ الإنسان فيه على الوارد،
فإذا فعل الوارد فله أن يدعو بما أحب؛ يدعو لنفسه، ويدعو لوالديه في الفريضة وفي
النفل أيضاً، ويدعو لمن أحب من المسلمين، ويدعو أيضاً بما شاء من أمور الدنيا والدين
والآخرة.
ولا تبطل الصلاة إذا
دعا بشيء يتعلق بأمر الدنيا؛ لعموم قول النبي صلى الله عليه وسلم في حديث ابن
مسعود حين ذكر التشهد قال: "ليتخير في الدعاء ما شاء"
“Doa di sini (baca:
sujud) dan tempat-tempat lain dalam shalat yang dituntunkan berdoa di dalamnya
sepatutnya diisi dengan redaksi doa yang berasal dari Nabi SAW. Jika redaksi
doa dari Nabi SAW sudah dibaca boleh ditambahi dengan berdoa memohoh hal-hal yang
diinginkan. Bisa dengan mendoakan kebaikan untuk diri sendiri atau pun untuk
orang tua.
Kebolehan ini berlaku baik dalam
shalat wajib maupun shalat sunnah.
Bisa juga mendoakan
kebaikan untuk orang lain, siapa saja yang diinginkan. Ringkasnya bisa berdoa
minta apa saja yang diinginkan baik terkait dunia, agama atau pun akhirat.
Shalat itu tidak batal
dengan berdoa meminta hal yang berkaitan dengan perkara dunia karena sabda Nabi
SAW dalam hadis Ibnu Mas’ud dalam bahasan tasyahud bersifat umum. Nabi SAW
bersabda, ‘Pilihlah doa apa saja yang dikehendaki’’ Majmu Fatawa Ibnu Utsaimin
13/404.
Dalam tempat-tempat yang
dituntunkan untuk berdoa ketika shalat Ibnu Utsaimin membolehkan diberi
tambahan murni dari orang yang sedang mengerjakan shalat.
Tempat-tempat doa dalam
shalat selain sujud dan akhir tasyahud akhir adalah ketika duduk di antara dua
sujud.
Berdasarkan penjelasan
Ibnu Utsaimin di atas ketika duduk di antara dua sujud setelah membaca doa yang
yang berasal dari semisal “rabbighfirli” bisa ditambah dengan doa minta ampunan
untuk orang tua. Sehingga redaksi yang dibaca menjadi “rabbighfirli wa liwalidayya”.
Oleh: Ust. Dr. Aris
Munandar, S.S., M.P.I.
Posting Komentar untuk "Salahkah Redaksi Allahumma Innaka ‘Afuwwun Karim? - Ustadz Aris Munandar"
Sebelumnya kami ucapkan Jazakumullahu Khairan atas tegur sapa antum semua di web Kabeldakwah.com ini.
==> Komentar Anda akan ditanggapi oleh Admin saat Aktif.