Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mengusap Wajah Setelah Doa, Hadisnya Shahih? - Ustadz Aris Munandar

Kabeldakwah.com

Mengusap Wajah Setelah Doa, Hadisnya Shahih?

Di antara adab doa terutama doa di luar shalat adalah mengusapkan telapak tangan ke wajah setelah selesai berdoa. Hukum hal ini adalah dianjurkan. Melakukannya lebih baik namun tidak melakukannya tidak berdampak dosa.

Adab ini berdasarkan hadis yang berkualitas hasan li ghairihi menurut al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani di kitabnya Bulughul Maram.

1463 - وعن عمر - رضي الله تعالى عنه - قال: «كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا مد يديه في ‌الدعاء لم يردهما حتى ‌يمسح بهما وجهه». أخرجه الترمذي. له شواهد، منها: - حديث ابن عباس عند أبي داود، وغيره، ومجموعها يقضي بأنه حديث حسن.

Umar Rhadiyallahu ‘anhu mengatakan, “Adalah kebiasaan Rasulullah SAW jika menengadahkan kedua telapak tangannya saat berdoa beliau tidak menurunkannya sampai diusapkan ke wajahnya terlebih dahulu”.

Tentang kualitas hadis di atas, Ibnu Hajar al-Asqalani mengatakan bahwa hadis tersebut diriwayatkan oleh at-Tirmidzi. Hadis tersebut memiliki sejumlah hadis penguat (syahid adalah hadis penguat dengan nama shahabat yang berbeda dengan hadis yang hendak dikuatkan, pent). Di antaranya adalah hadis dari Ibnu Abbas yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan lainnya.

Banyaknya jalur sanad hadis ini menghasilkan kesimpulan bahwa kualitas hadis ini adalah hasan.

Ketika mengomentari hadis di atas, al-Amir ash-Shan’ani mengatakan sebagai berikut:

«سبل السلام» (4/ 709 ط الحديث):

وفيه دليل على مشروعية مسح الوجه باليدين بعد الفراغ من الدعاء. قيل وكأن المناسبة أنه تعالى لما كان لا يردهما صفرا فكأن الرحمة أصابتهما فناسب إفاضة ذلك على الوجه الذي هو أشرف الأعضاء وأحقها بالتكريم.

“Hadis di atas dalil disyariatkan (baca: dianjurkan) mengusap wajah dengan kedua telapak tangan setelah selesai berdoa.

Ada yang menjelaskan bahwa hubungan mengusap wajah dengan doa adalah menimbang Allah itu tidak mengembalikan tangan orang yang berdoa dalam kondisi kosong maka seakan-akan rahmat Allah itu mengenai kedua telapak tangan orang yang berdoa.

Sangat tepat jika rahmat Allah yang memenuhi telapak tangan itu diarahkan ke wajah yang merupakan anggota badan manusia yang paling mulia dan paling layak mendapatkan pemuliaan” (Subulussalam Syarh Bulughul Maram 4/709)

Hadis shahih dalam makna yang luas itu mencakup hadis hasan baik hasan li dzatihi atau pun hasan li ghairihi. Oleh karena itu al-Albani menamai salah satu karya monumentalnya dengan nama Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah yang mencakup hadis-hadis shahih dan hasan.

Al-Amir ash-Shan’ani menulis kitab Subulus Salam adalah salah seorang ulama pakar hadis. Beliau mendiamkan penilaian hasan dari Ibnu Hajar untuk hadis mengusapkan tangan ke wajah menunjukkan bahwa beliau menyetujui kesimpulan Ibnu Hajar.

Kita tidak tutup mata adanya ulama hadis yang menilai hadis di atas dhaif. Akan tetapi menyalah-nyalahkan orang yang melakukannya adalah perilaku yang tidak terpuji mengingat adanya ulama hadis otoritatif yang menilai hadis di atas adalah hadis yang kuat.

Ibnu Hajar adalah salah satu tokoh otoritatif dalam menilai derajat dan kualitas sebuah hadis.

Penilaian kualitas suatu hadis itu sering kali ijtihadi. Sehingga sangat-sangat wajar jika ada perbedaan pandangan dalam hal ini.

Memberi label bid’ah saja untuk amaliah mengusapkan wajah ke telapak tangan setelah selesai berdoa adalah pelabelan yang tidak tepat.

Pelabelan yang tepat, mengusapkan tangan pada wajah setelah selesai berdoa itu sunnah atau bid’ah, sunnah menurut ulama yang menilai hadis dalam masalah ini kuat dan bid’ah dalam pandangan ulama yang menilai hadisnya dhaif.

Mari bersikap bijak dan adil dalam mengomentari amaliah banyak kaum muslimin yang merupakan ruang ijtihad para raksasa ilmu.

Kerukunan sesama muslim tidak akan terwujud tanpa penerapan sikap-sikap bijak dalam hal-hal semisal ini.

Ditulis oleh: Ust. Dr. Aris Munandar

KabeL DakwaH
KabeL DakwaH Owner Gudang Software Ryzen Store dan Jasa Pembuatan Barcode BBM Se-Nusantara Indonesia

Posting Komentar untuk "Mengusap Wajah Setelah Doa, Hadisnya Shahih? - Ustadz Aris Munandar"