Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Masjid itu Harus Wakaf - Ustadz Aris Munandar

Kabeldakwah.com

Masjid itu Harus Wakaf

Syarat sah I’tikaf salah satunya adalah di masjid. Yang disebut masjid itu harus wakaf. Jika bukan wakaf itu bukan masjid.

Lantas bagaimana dengan bangunan masjid yang berdiri di tanah pribadi, fasum perumahan, tanah milik sultan Jogja atau sultan ground, dalam kompleks hotel dan di dalam mall, sahkah i’tikaf di masjid semisal ini?

Betul, masjid itu harus wakaf. Akan tetapi yang dimaksud wakaf dalam hal ini adalah sudah wakaf menurut syariat meski belum wakaf secara administrasi.

Jadi jika tanah masjid sudah wakaf yang sah menurut syariat meski belum memiliki sertifikat wakaf sah I’tikaf di masjid tersebut.

Sama dengan talak, jika secara hukum agama telah sah terjadi talak maka wanita itu bukan isteri meski belum tercatat secara administrasi sebagai talak yang sah di pengadilan agama.

Kapan suatu masjid itu sah sebagai masjid wakaf secara hukum agama? Kutipan berikut bisa dijadikan sebagai sumber jawaban pertanyaan ini.

«فتح الباري لابن رجب» (3/ 171):

ومتى ‌كان ‌المسجد يؤذن فيه ‌ويقام ويجتمع فيه الناس عموما، فقد صار مسجدا مسبلا، وخرج عن ملك صاحبه بذلك عند الإمام أحمد، وعامة العلماء، ولو لم ينو جعله مسجدا مؤبدا.

“Jika suatu masjid itu sudah dijadikan tempat dikumandangkan di dalamnya adzan dan iqomah serta orang-orang pun ramai berkumpul di dalamnya, sungguh tempat dan bangunan tersebut sudah berubah status masid masjid wakaf.

Dengan keberadaan hal-hal di atas, tanah dan bangunan tersebut sudah keluar dari hak milik pemilik menurut Imam Ahmad dan mayoritas ulama meski pemilik tanah dan bangunan tidak berniat menjadikannya sebagai masjid yang bersifat selamanya.

ونقل أبو طالب عن أحمد فيمن بنى مسجدا من داره، أذن فيه وصلى مع الناس، ونيته حين بناه وأخرجه أن يصلي فيه، فإذا مات رد إلى الميراث؟

Abu Thalib mengutip jawaban pertanyaan yang ditujukan kepada Imam Ahmad terkait orang yang membangun masjid di tanah pribadinya lantas dia persilakan orang-orang untuk masuk ke dalam masjid dan shalat bersamanya.

Niat yang ada di dalam hati orang tersebut ketika membangunnya dan mengeluarkan tanah dan bangunan itu dari kepemilikannya adalah hanya dijadikan sebagai tempat shalat pribadi. Jika pemilik meninggal dunia bolehkan tanah dan bangunan tersebut distatuskan sebagai harta warisan?

فقال أحمد: إذا أذن فيه ودعا الناس إلى الصلاة فلا يرجع بشيء، ونيته ليس بشيء.

Jawaban Imam Ahmad, jika pemilik tersebut sudah mengizinkan bahkan mengajak publik untuk shalat di tempat tersebut maka dia tidak bisa mengembalikan sedikit pun dari tanah dan bangunan tersebut kepada hak miliknya.

Niatnya hanya untuk tempat shalat pribadi itu sama sekali tidak teranggap.

ووجه هذا: أن الإذن للناس في الصلاة إذا ترتب عليه صلاة الناس، فإنه يقوم مقام الوقف بالقول مع حيازة الموقوف عليه، ورفع يد الواقف،»

Penjelasan untuk jawaban Imam Ahmad ini adalah jika orang tersebut sudah mengizinkan dan mempersilakan publik untuk shalat di tempat tersebut dan dia sadar bahwa pemberian izin ini berdampak adanya banyak orang shalat di tempat tersebut, semua tindakan dan kesadaran ini secara hukum menggantikan ikrar wakaf dengan lisan plus penyerahan harta wakaf kepada sasaran wakaf/mauquf ‘alaihi dan hilangnya hak milik dari tangan pemilik” Fathul Bari karya Ibnu Rajab 3/171.

Dalam hukum Islam istilah lain untuk wakaf adalah tasbil. Disebut demikian karena wakaf sosial diperuntukkan kepentingan fi sabilillah.

Setelah ikrar, harta wakaf itu tidak bisa ditarik menjadi hak milik pribadi.

Ikrar itu bisa dengan ikrar lisan dan bisa dengan perbuatan. Ikrar dengan perbuatan dalam hal ini berbentuk mengizinkan publik itu shalat di tempat tersebut. Niat di hati hanya untuk tempat shalat pribadi dalam hal ini tidak dianggap dan dihiraukan.

Fatwa MUI nomor 14 tahun 2014 tentang ‘status tanah yang di atasnya ada bangunan masjid mengatakan:

1. Status tanah yang di atasnya ada bangunan masjid adalah (tanah) wakaf. Adapun yang belum berstatus wakaf (secara administrasi) wajib diusahakan untuk disertifikasikan sebagai wakaf.

2. Tanah wakaf itu tidak boleh ditukar, diubah peruntukannya, dijual dan dialih fungsikan kecuali dengan syarat-syarat tertentu yang disebut dalam Keputusan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia tahun 2009, Hasanuddin AF dan Asrorun Niam Sholeh, Dinamika Fatwa MUI dalam Satu Dasawarsa Potret Komisi Fatwa MUI 2010 - 2020 (Jakarta: Buku Republika, 2021), h. 410.

Oleh: Ust. Dr. Aris Munandar

KabeL DakwaH
KabeL DakwaH Owner Gudang Software Ryzen Store dan Jasa Pembuatan Barcode BBM Se-Nusantara Indonesia

Posting Komentar untuk "Masjid itu Harus Wakaf - Ustadz Aris Munandar"