Ketika Ramadhan Telah Berlalu - Khutbah Idul Fitri
![]() |
Kabeldakwah.com |
Ketika Ramadhan TelahBerlalu.PDF
Oleh: Marwan Hadidi, M.Pd.I
إِنَّ الْحَمْدَ
لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ
شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا
مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ
وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ
إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُولُهُ
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ
عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ
مُسْلِمُونَ.
أَمَّا بَعْد
Allahu akbar, Allahu
akbar, Allahu akbar. Laailaahaillallahu wallahu akbar. Allahu akbar walillahil
hamd
Ma’aasyiral muslimin wal
muslimaat, sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!
Pertama-tama, marilah
kita memanjatkan puja dan puji syukur kepada Allah Azza wa Jalla atas
nikmat-nikmat-Nya yang telah Dia berikan kepada kita, terutama adalah nikmat
beragama Islam, yang merupakan satu-satunya agama yang hak (benar) dan sebagai
jalan menuju kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Demikian pula atas nikmat
taufiq, yakni bantuan dan pertolongan-Nya kepada kita sehingga kita dapat
menjalankan ajaran-ajaran Islam seperti mengisi bulan Ramadhan dengan berbagai
macam amal saleh yang di antaranya adalah berpuasa, shalat tarawih, membaca Al
Qur’an, bersedekah, dan amal saleh lainnya. Semoga Allah menerima amal
ibadah yang kita lakukan selama di bulan Ramadhan, aamin Yaa Rabbal ‘aalamiin.
Shalawat dan salam tidak
lupa kita sampaikan kepada Nabi kita Muhammad shallallahu alaihi wa sallam yang
diutus sebagai rahmat bagi alam semesta, dimana dengan diutus-Nya Beliau, maka
manusia yang sebelumnya berada dalam kesesatan menjadi mendapatkan petunjuk,
yang sebelumnya berada dalam berbagai kegelapan -baik gelapnya kebodohan,
gelapnya syirik, gelapnya kekafiran, dan gelapnya maksiat- menjadi berada di
atas cahaya ilmu pengetahuan, cahaya tauhid, cahaya iman, dan cahaya taat.
Ma’aasyiral muslimin wal
muslimaat, sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!
Kita bergembira di hari
raya karena dimudahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk dapat menjalankan
ketaatan kepada-Nya dan dapat berlomba-lomba dalam kebaikan. Kegembiraan ini adalah kegembiraan yang
terpuji sebagaimana firman-Nya,
قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ
وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ
Katakanlah, "Dengan
karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia
Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.”
(Qs. Yunus: 58)
Oleh karenanya, hari Ied
pada hakikatnya untuk mereka yang mendekatkan diri kepada Allah Tuhannya dan
bertambah ketaatan kepada-Nya; bukan untuk mereka yang hanya mengganti
pakaiannya dengan pakaian baru dan kendaraannya dengan kendaraan baru sedangkan
kemaksiatan masih tetap dikerjakan. Al Hasan Al Basri rahimahullah berkata,
“Setiap hari yang kita lalui tanpa bermaksiat kepada Allah pada hakikatnya
adalah hari raya, dan setiap hari yang kita isi dengan ketaatan kepada Allah,
pada hakikatnya adalah hari raya.”
Ma’aasyiral muslimin wal
muslimaat, sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!
Puasa yang Allah Azza wa
Jalla syariatkan kepada kita tujuannya adalah agar kita menjadi insan yang
bertakwa. Dalam puasa itulah kita dididik oleh Allah Azza wa Jalla agar
terbiasa melaksanakan perintah-Nya, terbiasa menjauhi larangan-Nya, terbiasa
beribadah kepada-Nya, dan terbiasa menahan nafsu yang keadaannya sering
mendorong seseorang kepada perbuatan maksiat sebagaimana firman Allah Azza wa
Jalla ketika menceritakan ucapan Nabi Yusuf alaihis salam,
إِنَّ النَّفْسَ
لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّي إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh
kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya
Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.” (Qs. Yusuf: 53)
Oleh karenanya, seorang
yang berpuasa memiliki pengendalian diri dan tidak mudah memperturutkan hawa
nafsunya lagi, dekat dengan ketakwaan dan siap menjadi orang-orang yang
bertakwa.
Kalau kita melihat ada pencuri, pemabuk,
pezina, pemain judi, dan pelaku kejahatan lainnya; itu semua karena pelakunya
tidak mempunyai pengendalian diri disebabkan mereka tidak mampu berpuasa di
bulan Ramadhan yang sebenarnya melatih mereka agar memiliki pengendalian diri.
Di samping itu, dalam puasa seseorang
merasakan penderitaan lapar dan haus, sehingga ia pun merasakan beban yang
dialami saudara-saudaranya yang fakir dan miskin yang membuatnya memiliki
kepekaan dan kepedulian, sehingga ia tidak bakhil untuk bersedekah dan membantu
mereka.
Ma’aasyiral muslimin wal muslimaat, sidang
shalat ‘Ied yang berbahagia!
Oleh karena yang diinginkan Allah dari
hamba-hamba-Nya setelah menjalankan puasa adalah menjadi manusia yang bertakwa,
maka tidak sepatutnya bagi kita setelah menjalankan ibadah puasa kita kembali
lagi berbuat maksiat, seperti meninggalkan shalat, enggan melaksanakannya
dengan berjamaah, durhaka kepada orang tua, memutuskan tali silaturrahim,
bermusuhan, menyakiti tetangga, tidak menjaga lisannya dari dusta, ghibah
(membicarakan orang lain), namimah (mengadu domba), memfitnah, menghina orang
lain, dan melepas jilbab bagi wanita atau memamerkan aurat, serta melakukan
maksiat lainnya, wal ‘iyadz billah.
Ma’aasyiral muslimin wal muslimaat, sidang
shalat ‘Ied yang berbahagia!
Sesungguhnya tanda diterimanya ibadah dari
seorang hamba adalah ketika hamba tersebut diberi taufik oleh Allah untuk
mengerjakan ibadah-ibadah lainnya, mengerjakan ketaatan kepada-Nya dan menjauhi
maksiat. Maka perhatikanlah dirimu, apakah selanjutnya engkau berada di atas
ketaatan atau berada di atas kemaksiatan?
Ma’aasyiral muslimin wal
muslimaat, sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!
Berpuasa di bulan
Ramadhan dan mengisinya dengan berbagai ibadah juga dimaksudkan agar setelah
Ramadhan berlalu, kita menjadi terbiasa mengisi hidup dengan beribadah kepada
Allah Azza wa Jalla, dimana untuk tujuan inilah manusia diciptakan, yaitu untuk
menyembah hanya kepada Allah saja dan mengisi hidup di dunia dengan beribadah,
sebagaimana firman-Nya,
وَمَا خَلَقْتُ
الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Aku tidaklah menciptakan
jin dan manusia, kecuali agar mereka beribadah kepada-Ku.” (Qs. Adz Dzaariyat:
56)
Hendaknya kita ketahui,
bahwa perintah beribadah ini, tidak hanya di bulan Ramadhan, tetapi terus
diperintahkan di setiap hari, di setiap bulan, di setiap tahun, hingga ajal
menjemput. Allah Ta'ala berfirman,
وَاعْبُدْ رَبَّكَ
حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ
"Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang
kepadamu yang diyakini (ajal)." (QS. Al Hijr: 99)
Oleh karena itu, jadilah Rabbaniyyun
(orang-orang yang senantiasa beribadah kepada Allah Azza wa Jalla), bukan
sebagai Ramadhaniyyun (yang hanya beribadah di bulan Ramadhan).
Ada seorang yang bertanya
kepada Bisyr Al Hafiy, “Ada orang-orang yang beribadah di bulan Ramadhan dan
bersungguh-sungguh beribadah di bulan itu. Tetapi setelah Ramadhan berlalu,
mereka meninggalkan ibadahnya, maka Bisyr berkata, “Seburuk-buruk orang adalah
mereka yang tidak mengenal Allah selain di bulan Ramadhan.” (Miftahul Afkar Lit
Ta’ahhub Lidaril Qarar 2/283).
Ma’aasyiral muslimin wal
muslimaat, sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!
Di antara hikmah
memperbanyak ibadah pada bulan Ramadhan adalah agar bekal kita menghadapi
kematian semakin banyak. Bukankah setelah kematian terdapat safar yang panjang?
Abu Darda radhiyallahu
anhu berkata, “Kalau sekiranya salah seorang di antara kamu hendak safar,
bukankah ia perlu menyiapkan bekal yang bermanfaat baginya?” Kawan-kawannya
berkata, “Ya.” Abu Darda berkata, “Safar pada hari Kiamat lebih panjang, maka
bawalah bekal yang bermanfaat bagimu. Berhajilah untuk menghadapi
perkara-perkara besar, berpuasalah di siang hari yang panas untuk menghadapi
panasnya hari kebangkitan, shalatlah di kegelapan malam untuk menghadapi
kegelapan kubur, dan bersedekahlah secara sembunyi-sembunyi untuk menghadapi
hari yang sulit.”
Maka bersyukurlah kita
kepada Allah Azza wa Jalla ketika dimudahkan berpuasa Ramadhan dan beramal
saleh di dalamnya, karena Dia akan menyiapkan pahala yang besar untuk
orang-orang yang berpuasa sebagaimana firman-Nya dalam hadits Qudsi,
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ
آدَمَ لَهُ، إِلَّا الصِّيَامَ، فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ
“Semua amal anak cucu Adam adalah untuknya
kecuali puasa. Puasa itu untuk-Ku, Akulah yang akan sendiri membalasnya.” (HR. Bukhari dan
Muslim)
Di samping itu, puasa
juga akan memberikan syafaat bagi pelakunya pada hari Kiamat dimana setiap kita
butuh ada yang memberikan syafaat pada hari Kiamat. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.
الصِّيَامُ
وَالْقُرْآنُ يَشْفَعَانِ لِلْعَبْدِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، يَقُولُ الصِّيَامُ:
أَيْ رَبِّ، مَنَعْتُهُ الطَّعَامَ وَالشَّهَوَاتِ بِالنَّهَارِ، فَشَفِّعْنِي
فِيهِ، وَيَقُولُ الْقُرْآنُ: مَنَعْتُهُ النَّوْمَ بِاللَّيْلِ، فَشَفِّعْنِي
فِيهِ "، قَالَ: " فَيُشَفَّعَانِ
"
“Puasa dan Al Qur’an akan
memberikan syafaat bagi seorang hamba pada hari Kiamat. Puasa akan berkata, “Ya
Rabbi, aku telah cegah dia dari makan dan syahwatnya di siang hari, maka
izinkan aku memberinya syafaat.” Al Qur’an juga akan berkata, “Aku telah mencegahnya
untuk tidur di malam hari, maka berilah aku kesempatan memberi syafaat.” Beliau
melanjutkan sabdanya, “Keduanya pun diizinkan memberi syafaat.” (Hr. Ahmad,
Thabrani, Hakim, dan Baihaqi dalam Asy Syu’ab dari Abdullah bin Amr.
Dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahihul Jami no. 3882)
Demikian juga di antara
hikmah Allah Azza wa Jalla syariatkan berbagai macam ibadah di bulan Ramadhan
adalah agar menjadi batu loncatan bagi kita untuk beramal saleh pada
bulan-bulan setelahnya, agar kita memulai lembaran baru kita dengan amal saleh,
dan agar kita dapat berkaca dan menengok ke bulan Ramadhan, bahwa sejatinya
kita mampu mengisi waktu-waktu kita dengan beribadah sebagaimana kita mampu
melakukannya di bulan Ramadhan. Jika kita malas melakukan shalat malam,
tengoklah bulan Ramadhan, bukankah kita mampu shalat tarawih di setiap
malamnya. Jika kita malas berpuasa sunah, tengoklah bulan Ramadhan, bukankah
kita mampu berpuasa di setiap hari bulan Ramadhan. Jika kita tidak mampu
mengkhatamkan Al Qur’an¸ tengoklah bulan Ramadhan, bukankah kita mampu
mengkhatamkan Al Qur’an di bulan Ramadhan.
Ma’aasyiral muslimin wal
muslimaat, sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!
Setelah kita menjalankan
ibadah puasa di bulan Ramadhan, Allah Subhaanahu wa Ta'aala memerintahkan kita
mengagungkan-Nya sebagaimana firman-Nya,
وَلِتُكْمِلُوا
الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ
تَشْكُرُونَ
“Hendaklah kamu
mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya
yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur.” (QS. Al Baqarah: 185)
Oleh karena itu, sebagian
ulama berpendapat bahwa takbiran tersebut dimulai dari malam hari tanggal satu
Syawwal hingga shalat Ied ditunaikan berdasarkan ayat ini. Sedangkan mayoritas
para ulama berpendapat, bahwa takbir pada 'Idul Fitri dimulai dari keluarnya
menuju tempat shalat hingga ditunaikan shalat 'Idul Fithri melihat kepada
praktek Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Ini adalah untuk Idul Fitri.
Adapun untuk Idul Adh-ha, maka takbiran dimulai dari Subuh hari ‘Arafah (9
Dzulhijjah) dan tetap terus bertakbir hingga Ashar akhir hari tasyriq. Adapun bacaan takbirnya di antaranya:
اَللهُ اَكْبَرُ اَللهُ
اَكْبَرُ لَاِالهَ اِلَّا اللهُ اَللهُ اَكْبَرُ اَللهُ اَكْبَرُ وَ ِللهِ
اْلحَمْدُ
Artinya: Allah Mahabesar.
Allah Mahabesar. Tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah. Allah
Mahabesar. Allah Mahabesar. Dan segala puji untuk Allah. (Ini adalah
takbir Ibnu Mas’ud. dan tidak mengapa ucapan takbirnya 3 kali).
Dalam membaca takbir ini,
dianjurkan dikeraskan sebagai syi’ar Islam, namun tidak dengan alat musik. Imam
Daruquthni meriwayatkan dengan sanad yang shahih bahwa Ibnu Umar berangkat pada
hari Idul Fithri dan Idul Adh-ha dengan mengeraskan takbirnya sampai tiba di
lapangan, ia pun tetap terus bertakbir sampai imam datang.
Adapun wanita, maka cukup
dengan mensirr(pelan)kan suaranya ketika bertakbir.
Dianjurkan pula berangkat
menuju lapangan shalat Ied menempuh jalan yang berbeda dengan pulangnya, serta
dianjurkan pula dengan berjalan kaki. Ini semua merupakan syi’ar Islam di hari
raya.
Ma’aasyiral muslimin wal
muslimaat, sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!
Sekarang kita berkumpul
di tempat ini, di antara kita ada yang menjadi atasan dan ada yang menjadi
bawahan, ada yang masih muda dan ada yang sudah tua, ada yang kaya dan ada yang
miskin, ada laki-laki dan ada wanita, setelah itu kita akan pulang ke rumah
kita masing-masing. Ingatlah, kita juga akan berkumpul lagi di suatu tempat
dengan jumlah yang lebih banyak dari ini, yaitu di padang mahsyar untuk dihisab
(diperiksa amal) oleh Allah Azza wa Jalla. Selanjutnya masing-masing kita akan
pulang, ada yang pulangnya ke neraka –wal 'iyadz billah-, dan ada yang pulang
ke surga. Maka dari itu, hendaklah masing-masing kita memperhatikan dirinya;
apakah dia sudah berada di atas ketaatan kepada Allah ataukah masih berada di
atas kemaksiatan? Jika dirinya bergelimang di atas kemaksiatan, maka berarti
dia telah bersiap-siap pulang ke neraka dan menjadi bahan bakarnya, dan jika
dirinya berada di atas ketaatan, maka berarti dia telah bersiap-siap pulang ke
surga. Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا
اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Wahai orang-orang yang
beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa
yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada
Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Terj. QS. Al
Hasyr: 18)
Kita meminta kepada Allah
agar tempat kembali kita adalah ke surga dan tidak ke neraka. Maka perbaikilah
amal kita dari sekarang dan jangan menunda!
Ma’aasyiral muslimin wal
muslimaat, Sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!
Sebagian manusia ketika
diajak menaati Allah dan Rasul-Nya masih berat melakukannya, padahal itu
pertanda bahwa dirinya tidak mendapatkan taufiq dari Allah Subhaanahu wa
Ta’ala, Dia berfirman,
فَمَنْ يُرِدِ اللَّهُ
أَنْ يَهْدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلْإِسْلَامِ وَمَنْ يُرِدْ أَنْ يُضِلَّهُ
يَجْعَلْ صَدْرَهُ ضَيِّقًا حَرَجًا كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِي السَّمَاءِ
“Barang siapa yang Allah
kehendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya
untuk (menjalankan agama) Islam. Dan barang siapa yang dikehendaki Allah
kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia
sedang mendaki ke langit.” (QS. Al An’aam: 125)
Ada pula yang belum siap
menaati Allah dan Rasul-Nya karena menyangka dirinya masih jauh dari kematian;
dirinya masih muda dan sehat, di samping ingin memanfaatkan masa muda dengan
bersenang-senang.
Kita katakan kepadanya,
“Saudaraku, sesungguhnya kematian jika datang tidak melihat orang yang
dijemput, baik muda atau tua, masih sehat atau sedang sakit, ia akan
mendatanginya. Dan jika kematian telah datang kepadanya sedangkan masa mudanya
hanya ia isi dengan bersenang-senang dan hal yang sia-sia, maka dia akan
menyesal sekali dan ingin kembali ke dunia untuk mengejar kekurangan dan
ketertinggalannya, padahal sudah bukan waktunya lagi. Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman,
حَتَّى إِذَا جَاءَ
أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِ (99) لَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحًا
فِيمَا تَرَكْتُ
“Sehingga apabila datang kematian kepada
seseorang dari mereka, dia berkata: "Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke
dunia)-- Agar aku berbuat amal yang saleh yang telah aku tinggalkan.” (QS. Al
Mu’minun: 99-100)
Maka bertakwalah kepada
Allah karena ia merupakan bekal terbaik menghadapi kematian, menghadapi alam
kubur, dan menghadapi alam akhirat.
Ma’aasyiral muslimin wal muslimaat, sidang
shalat ‘Ied yang berbahagia!
Meskipun bulan Ramadhan
telah berlalu, bulan di mana amal saleh dilipatgandakan pahalanya. Namun kesempatan meraih pahala yang banyak
masih ada, di antaranya adalah dengan melanjutkan berpuasa selama enam hari di
bulan Syawwal, di mana bagi mereka yang melakukannya akan dianggap seperti
berpuasa setahun. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ,
ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ اَلدَّهْرِ
“Barang siapa yang
berpuasa Ramadhan, kemudian diikuti dengan berpuasa enam hari di bulan Syawwal,
maka ia seperti berpuasa setahun.” (Hr. Jama’ah Ahli Hadits selain Bukhari dan
Nasa’i)
Dalam melakukannya boleh
tidak berturut-turut sesuai kondisi kita.
Para ulama mengatakan,
“Dianggap seperti berpuasa setahun adalah karena satu kebaikan dilipatgandakan
menjadi sepuluh kebaikan, bulan Ramadhan dihitung sepuluh bulan, sedangkan enam
hari di bulan Syawwal dihitung dua bulan.”
Sungguh sangat beruntung
orang yang memanfaatkan kesempatan ini untuk berpuasa sebelum waktunya habis.
Ma’aasyiral muslimin wal
muslimaat, sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!
Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ
وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا
أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
“Wahai orang-orang yang
beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya
adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan
tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan
selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (Qs. At Tahrim: 6)
Tentang ayat di atas,
Qatadah berkata, “Suruh mereka menaati Allah, larang mereka bermaksiat kepada
Allah, jalankan perintah Allah terhadap mereka, suruh mereka melaksanakan
perintah Allah, dan bantu mereka terhadapnya. Jika engkau melihat mereka
bermaksiat kepada Allah, maka peringatkan dan cegahlah mereka.”
Ini adalah tanda sayang
kita kepada keluarga, bukan membiarkan mereka di atas maksiat. Oleh karena itu,
doronglah keluarga untuk menjalankan kewajiban agama seperti menyuruh mereka
mendirikan shalat, berpuasa Ramadhan, memakai jilbab, dan sebagainya.
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
«مُرُوا
الصَّبِيَّ بِالصَّلَاةِ إِذَا بَلَغَ سَبْعَ سِنِينَ فَإِذَا بَلَغَ عَشْرَ
سِنِينَ فَاضْرِبُوهُ عَلَيْهَا»
“Suruhlah anak
melaksanakan shalat apabila telah berusia tujuh tahun. Jika sampai sepuluh
tahun, maka pukullah mereka (jika enggan melaksanakannya).” (Hr. Ahmad, Abu
Dawud, dan Tirmidzi. Ini adalah lafaz Abu Dawud, Tirmidzi berkata, “Hadits ini
hadits hasan.”)
Ibnu Utsaimin
rahimahullah berkata, "Janganlah salah seorang di antara kamu menjadi
orang hilang di tengah keluarganya, yaitu ketika ia tidak menyuruh mereka
berbuat baik dan tidak mengarahkan mereka, serta tidak melarang mereka dari
perbuatan buruk dan kerusakan." (Adh Dhiyaul Lami, 156)
Amr bin Qais rahimahullah
berkata, “Sesungguhnya seorang istri akan mempermasalahkan suaminya kepada
Allah pada hari Kiamat, ia akan berkata, “Sesungguhnya dia (suamiku) tidak
mengajarkanku adab dan tidak mengajarkanku sedikit pun. Ia hanya biasa membawakan
kepadaku roti dari pasar.” (Tafsir As Sam’ani 5/475)
Syaikh As Sa’diy
rahimahullah berkata, “Adab yang baik lebih baik untuk anak-anakmu di dunia dan
di akhirat daripada memberikan mereka emas dan perak.” (Bahjatu Qulubil Abrar,
197)
Sebagian orang bijak
berkata, “Berhati-hatilah! Jika engkau tidak memiliki waktu mendidik
anak-anakmu, maka ketahuilah bahwa lingkungan memiliki waktu untuk merusak
mereka."
Kita meminta kepada Allah
Azza wa Jalla petunjuk-Nya, taufiq-Nya, keteguhan di atas agama-Nya, dan wafat
di atas Islam serta meenjadikan amalan terbaik kita pada bagian akhirnya, umur
terbaik kita pada bagian akhirnya, dan hari terbaik kita adalah hari ketika
kita bertemu dengan-Nya, Allahumma aamiin.
Kita juga memohon kepada
Allah Azza wa Jalla agar Dia menurunkan pertolongan-Nya kepada saudara-saudara
kita di Palestina, menghilangkan penderitaan mereka, memenangkan para
mujahidnya, menerima syuhada mereka, dan membinasakan kaum Yahudi dan para
sekutunya dari kalangan kaum kuffar dan munafikin.
اَللَّهُمَّ صَلِّ
وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَّمَدٍ، وَعَلَى آلِ بَيْتِهِ، وَعَلَى الصَّحَابَةِ
أَجْمَعِيْنَ وَالتَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ
الدِّيْنَ،
اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلاَمَ
وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ
الدِّيْنِ.
اَللَهُمَّ إِنّا لاَ نَمْلِكُ لِأَهْل
ِفِلِسْطِيْنَ إِلاَ الدُعَاءَ فَيَا رَبُّ لاَ تَرُدَّ لَنَا دُعَاءً وَلاَ
تُخَيّبْ لَنَا رَجَاءً.
اَللَّهُمَّ كُنْ لًهُمْ عَوْناً وَنَصِيْراً.
الَلَّهُمَّ انْصُرْهُمْ عَلَى عَدُوِّهِمْ. اَللَّهُمَّ أَسْبِغْ عَلَيْهِمْ
بَرْدًا وَسَلاَمًا.
اَللَّهُمَّ أَهْلِكِ الْكَفَرَةَ
وَالْمُشْرِكِيْنَ، اَللَّهُمَّ أَهْلِكِ الْيَهُوْدَ وَمَنْ عَاوَنَهُمْ مِنَ
الْكُفَارِ وَالْمُنَافِقِيْنَ.
اَللَّهُمَّ اجْعَلْ
هَذَا الْبَلَدَ آمِناً مُطْمَئِناًّ وَسَائِرَ بِلاَدِ الْمُسْلِمِيْنَ،
اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلاَةَ أُمُوْرِنَا، وَاجْعَلْ وِلاَيَتَنَا
فِيْمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْجَنَّةَ،
وَنَعُوْذُ بِكَ مِنَ النَّارِ، اَللَّهُمَّ اجْعَلْنَا هُدَاةً مُهْتَدِيْنَ
غَيْرَ ضَالِّيْنَ وَلاَ مُضِلِّيْنَ،
رَبَّنَا آتِنَا فِي
الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
وَصَلَّى اللهُ عَلَى
نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ
الْعَالَمِيْنَ.
Posting Komentar untuk "Ketika Ramadhan Telah Berlalu - Khutbah Idul Fitri"
Sebelumnya kami ucapkan Jazakumullahu Khairan atas tegur sapa antum semua di web Kabeldakwah.com ini.
==> Komentar Anda akan ditanggapi oleh Admin saat Aktif.