Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Keberadaan Tuhan Tidak Terbukti? - Ust. Sabri Bin Mahdan

Kabeldakwah.com

Ditulis Oleh: Ust. Sabri Bin Mahdan

Editor: Ahmadi Assambasy

Keberadaan Tuhan Tidak Terbukti?.

Anggapan bahwa keberadaan tuhan tidak dapat dibuktikan telah menyebar dikalangan para pemuda dan pemudi dewasa ini. Dibalut dengan bahasa kekinian, didukung dengan konsep yang seolah-olah ilmiah, sempurnalah seakan-akan argumentasi yang mereka paparkan, sehingga kita dapati banyak dari anak-anak muda yang terkontaminasi pemikiran-pemikiran menyimpang, diantaranya anggapan bahwa keberadaan tuhan tidak dapat dibuktikan.

Bagi mereka, pembuktian tentang keberadaan Tuhan harus masuk akal, harus logis, akan tetapi bagi mereka, akal juga tidak bisa membuktikan keberadaan tuhan secara pasti, bahkan tidak bisa juga meniadakan keberadaannya, sehingga pengetahuan mereka dalam hal ini hanya sekedar keraguan dan sangkaan.

Adapun jika kita paparkan kepada mereka bukti (dalil) dari Al-Qur'an dan Sunnah, mereka tidak akan menganggap itu sebagai bukti yang cukup, melainkan pembuktiannya harus logis dan bisa dinalar akal.

Pembuktian keberadaan Tuhan dengan akal

Kami ingin melempar pertanyaan kepada para pembaca. Misalkan anda sedang berjalan di hutan, lalu anda menemukan bekas perapian, kira-kira apakah yang anda fahami dari tanda tsb?

Orang yang masih sehat akalnya pasti akan mengatakan: Tanda ini menunjukkan keberadaan orang atau sekelompok orang yang singgah di tempat tersebut, lalu membuat perapian.

Contoh lain: ketika anda berjalan di padang pasir, lalu menemukan jejak kaki, maka apakah yang anda fahami dari jejak kaki itu?

Orang yang berakal pasti akan mngatakan: Jejak kaki itu menunjukkan adanya orang yang telah melalui jalan tersebut.

Nah, jika kita sudah memahami hal di atas, maka begitulah harusnya kita memahami tentang Alam semesta ini, karena keberadaan Alam semesta ini tak lepas dari 3 kemungkinan sebagaimana yang disebutkan dalam firman-Nya:

أَمْ خُلِقُوا مِنْ غَيْرِ شَيْءٍ أَمْ هُمُ الْخَالِقُونَ

Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)? (QS. At-Thur: 35)

Dari ayat di atas, para Ulama' kita mengeluarkan tiga kemungkinan tentang penciptaan Alam semesta:

- Kemungkinan pertama: Alam ini ada dengan sendirinya atau menciptakan dirinya sendiri, namun itu mustahil, sebagaimana jejak kaki dan bekas perapian di atas tidak mungkin ada dengan sendirinya.

- Kemungkinan kedua: Alam ini ada tanpa ada sebab dan tanpa ada yang mengadakannya (tanpa pencipta) inipun mustahil, sebagaimana kemustahilan perapian dan jejak kaki di atas, tidak mungkin dia ada tanpa sebab dan tanpa ada yang mengadakan. Anak kecil jika disentil kupingnya dari belakang, dengan fitrahnya (alami) psti dia akan menoleh, dan itulah bukti bahwa suatu kejadian pasti ada yang menyebabkannya.

- Kemungkinan ketiga: Alam ini ada karna ada yang menciptakan, dan inilah kemungkinan yang tersisa dari 3 kemungkinan yang ada. Sebagaimana perapian dan jejak langkah di atas menunjukkan keberadaan seseorang, maka Alam semesta yang besar ini pasti menunjukkan keberadaan sang pencipta yang menciptakannya.

Akan tetapi selanjutnya muncul pertanyaan, jika setiap yang ada itu menunjukkan ada yang mengadakannya (membuat dia ada) lalu siapakah yang mengadakan tuhan (pencipta)?

Dari sini muncul anggapan mereka bahwa terdapat fallacy pada kemungkinan ke 3 ini jika diafirmasi kebenarannya. Ini juga sempat disinggung oleh KH dalam salah satu videonya.

Padahal jika dicermati, pada kemungkinan ke 3 itu tidak ada fallacy, bahkan itulah jawaban pasti, hanya saja fallacy terjadi pada pertanyaannya, yaitu; siapa yang mengadakan tuhan?

Pertanyaan itulah yang sebenarnya mengandung fallacy, karna keberadaan tuhan itu bersifat pasti/harus (wajibul wujud), jadi, karena dia pencipta segalanya, maka dia tidak mungkin dicipta, beda dengan alam semesta, perapian, gunung dan lain sebagainya yang itu semua sejatinya tercipta dari sebelumnya tidak tercipta, maka wajar saja akal kita menuntut adanya pencipta bagi mahluk-mahluk tersebut.

Lagi pula memaksakan Tuhan (pencipta) harus memiliki pencipta, akan menuntut kita utk mengatakan bahwa yang menciptakan Tuhan juga harus memiliki pencipta, terus yang menciptakan pencipta dari pencipta Tuhan, juga harus memiliki pencipta, dan begitu seterusnya tanpa batas. Inilah yang dimaksud dengan tasalsul la niha'i (regresi tak berujung).

Inilah yang digunakan Imam Ghozali dalam Tahafutnya ketika membantah failusuf semisal Al-farabi dan Ibnu Sina,[1] karena menganggap Tuhan memiliki pencipta, tidak bisa diterima akal dan tidak bisa dinalar, bahkan akan membatalkan pandangan mereka terhadap kesuperioran akal itu sendiri, bagaimana tidak, mengafirmasi tasalsul sama dengan mengafirmasi keterbatasan akal yang tidak mampu menalar logika tasalsul itu sendiri.

Keterbatasan Akal

Demikianlah, akal bahkan menunjukkan keterbatasannya sendiri, sehingga tidak otomatis apa yang tidak bisa dinalar akal kemudian jadi salah atau tidak akurat, apalagi yang berkaitan dengan ketuhanan. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengisyaratkan bahwa: Kemampuan akal dalam mengetahui masalah-masalah aqidah terbatas hanya pada pengetahuan secara universal saja, adapun pada masalah yang bersifat parsial, akal tidak mampu mengetahuinya kecuali dengan bantuan wahyu.[2]

è Contoh Umum:

- ketika kita mendengar ada suara teriakan dari suatu ruangan, kita bisa faham bahwa di dalam ruangan tersebut ada seseorang, namun utk mngetahui spesifikasi orangnya seperti namanya, warna bajunya, umurnya, warna kulitnya, tidak akan bisa diketahui oleh akal.

è contoh dalam aqidah:

- Akal yang sehat mampu mengetahui keberadaan pencipta (sebagaimana yang sudah kita jelaskan di atas) namun akal tidak mampu mengetahui hal detail yang berkaitan dengan sang pencipta tersebut; akal tidak mampu mengetahui apakah pencipta punya sifat cinta, murka, istiwa', nuzul, dll, melainkan kita mengetahui pencipta (Allah) memiliki sifat-sifat tersebut dari wahyu semata.

Jadi sampai di sini kita bisa faham bahwa akal itu terbatas, tidak bisa akal mengetahui semua hakikat tanpa bantuan wahyu.

Wallahu ta'ala A'lam.

Footnote:

[1] Lihat Tahafut Al-Falasifah (107).

[2] Lihat Minhajussunnah (1/358), Majmu' fatawa (3/339).

KabeL DakwaH
KabeL DakwaH Owner Gudang Software Ryzen Store

Posting Komentar untuk "Keberadaan Tuhan Tidak Terbukti? - Ust. Sabri Bin Mahdan"