Beban Rakyat Kian Berat, Korupsi Malah Semakin Menjadi-Jadi
Beban Rakyat Kian Berat,
Korupsi Malah Makin Menjadi-Jadi
Belum genap 100 hari Kabinet Merah Putih yang dilantik pada Minggu, 20 Oktober 2024. Namun, pemerintahan yang dipimpin Prabowo-Gibran ini telah menimbulkan keresahan rakyat. Harapan mereka akan kehidupan yang lebih sejahtera juga pupus. Pasalnya, saat kampanye Prabowo-Gibran ingin memihak pada kepentingan rakyat. Namun, setelah terpilih, faktanya Pemerintah saat ini malah makin membebani rakyat dengan menetapkan kebijakan menaikkan Pajak Penambahan Nilai (PPN) 12 persen di tengah ekonomi yang masih stagnan.
Kebijakan PPN 12% ini
pasti makin menyusahkan rakyat. Selain akan menambah beban ekonomi rumah tangga
dengan melemahnya daya beli, kebijakan ini juga dipastikan mengakibatkan banyak
pekerja yang di-PHK. Sepanjang tahun 2024 saja, berbagai sektor industri di
Indonesia mengalami gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Hal ini
memberikan dampak signifikan bagi para pekerja dan perekonomian nasional.
Di lain sisi, tindak
pidana korupsi yang dilakukan oleh para pejabat justru kian menjadi-jadi. Mega
korupsi yang merugikan uang rakyat dan negara ratusan triliun divonis ringan.
Bahkan Presiden Prabowo sempat memunculkan wacana pemaafan bagi para koruptor
dengan syarat mengembalikan uang hasil korupsi ke kas negara. Padahal
pengembalian uang hasil korupsi tidaklah menggugurkan hukuman pidananya. Dua
kebijakan yang tidak pro rakyat ini menjadi catatan buram Kabinet Merah Putih.
Kesalahan Sistemik
Sistem ekonomi
kapitalisme neoliberal yang diterapkan di negeri ini berpijak pada kebebasan
kepemilikan (freedom of ownership). Akibatnya, Negara tidak memiliki kekuasaan
atas sumber daya alam (SDA). SDA malah diserahkan kepada pihak swasta (asing
dan aseng) yang menjelma menjadi oligarki. Sebaliknya, negara hanya menjadi
regulator pasar, bukan pelaku utama perekonomian.
Akibatnya, untuk
membiayai pembangunan yang berbasis utang, Negara menarik pajak dari rakyat
secara zalim karena membebani rakyat. Kesalahan penerapan sistem ekonomi inilah
yang menghasilkan kekuasaan jibâyah, yakni kekuasaan yang memalak dan
menyusahkan rakyat. Padahal kekuasaan itu seharusnya mensejahterakan rakyatnya
secara adil.
Rasulullah saw. telah
melarang keras pungutan pajak atas rakyat dan mengancam pemungutnya. Rasulullah saw. bersabda:
لاَ يَدْخُلُ
الْجَنَّةَ صَاحِبُ مَكْسٍ
"Tidak akan masuk
surga pemungut pajak (cukai)." (HR
Ahmad, Abu Dawud dan al-Hakim)
Rasulullah saw. juga
mengancam para pemangku jabatan dan kekuasaan yang menipu dan menyusahkan
rakyat. Beliau bersabda:
مَا مِنْ عَبْدٍ
يَسْتَرْعِيَهُ اللهُ رَعِيَّةً يَمُوْتُ يَوْمَ يَمُوْتُ وَهُوَ غَاشٌ
لِرَعِيَّتِهِ إِلاَّ حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ
"Tidaklah seorang hamba—yang Allah beri
wewenang untuk mengatur rakyat—mati pada hari dia mati, sementara dia dalam
kondisi menipu (menzalimi) rakyatnya, melainkan Allah mengharamkan bagi dirinya
surga." (HR Ibnu Hibban).
Bahkan Rasulullah saw.
mendoakan keburukan bagi para pemimpin yang tidak amanah, yang menyusahkan
rakyat, dengan doa berikut:
اللَّهُمَّ مَنْ وَلِىَ
مِنْ أَمْرِ أُمَّتِى شَيْئًا فَشَقَّ عَلَيْهِمْ فَاشْقُقْ عَلَيْهِ وَمَنْ
وَلِىَ مِنْ أَمْرِ أُمَّتِى شَيْئًا فَرَفَقَ بِهِمْ فَارْفُقْ بِهِ
"Ya Allah, siapa saja yang mengurusi
urusan umatku, lalu dia membuat mereka susah, maka susahkanlah dia. Siapa saja yang mengurusi
urusan umatku, lantas dia menyayangi mereka, maka sayangilah dia." (HR
Muslim).
Di sisi lain, sistem
politik demokrasi yang pragmatis transaksional menjadi lahan subur bagi
tumbuhnya tindak pidana korupsi dan kolusi. Dalam pragmatisme politik
demokrasi, transaksi antara aktor politik sering terjadi seperti barter
kekuasaan, pemberian jabatan, atau dana kampanye. Transaksi ini bisa menjadi
bentuk kolusi atau nepotisme yang melanggar hukum, terutama jika melibatkan
penyalahgunaan wewenang atau anggaran negara. Dalam hal ini partai politik bisa
menjadi sumber praktik suap dan korupsi. Apalagi partai politik sekuler yang
sejak awal berdiri telah berpaham pragmatisme.
Penerapan politik
demokrasi yang pragmatis dan transaksional telah menghasilkan para kepala
daerah yang menjadi koruptor dengan berbagai modusnya. Berdasarkan data di
situs Kpk.go.id, sejak tahun 2004 hingga 3 Januari 2022 tak kurang dari 22
Gubernur dan 148 bupati/wali kota telah ditindak oleh KPK. Jumlah itu tentu
bisa lebih besar jika digabungkan dengan data dari Kejaksaan dan Kepolisian.
ICW mencatat, sepanjang tahun 2010 – Juni 2018 tak kurang dari 253 kepala
daerah ditetapkan sebagai tersangka korupsi oleh aparat penegak hukum.
Dalam Islam, korupsi
adalah kejahatan yang akan dijatuhkan hukuman yang bisa memberikan efek jera
dalam bentuk sanksi ta’zîr. Hukuman itu bisa berupa tasyhîr (pewartaan/ekspos),
denda, penjara yang lama bahkan bisa sampai hukuman mati, sesuai dengan tingkat
dan dampak korupsinya. Sanksi penyitaan harta ghulûl juga bisa ditambah dengan
denda.
Pemerintahan Islam: Bebas
Pajak dan Anti Korupsi
Selain faktor ketakwaan
individu sebagai penguasa, pemerintahan Islam juga dilandaskan pada penerapan
syariah Islam secara kâffah dalam mengatur urusan rakyat. Rasulullah saw. dan
para Sahabat adalah teladan bagi kepengurusan rakyat dalam institusi daulah
Islam yang menjadikan syariah Islam sebagai sumber hukum dan
perundang-undangan.
Ketakwaan individu
menjadikan seorang penguasa dalam Islam takut akan beratnya pertanggungjawaban
jabatan di hadapan rakyat dan di hadapan Allah SWT di akhirat. Karena itu
kekuasaan dipandang sebagai amanah dan tidak diperebutkan. Rasulullah saw.
bersabda:
أَوَّلُ الإِمَارَةِ
مَلامَةٌ، وَثَانِيهَا نَدَامَةٌ، وَثَالِثُهَا عَذَابٌ مِنَ اللَّهِ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ، إِلا مَنْ رَحِمَ وَعَدَلَ
"Kepemimpinan itu awalnya cacian,
keduanya penyesalan dan ketiganya azab dari Allah pada Hari Kiamat nanti;
kecuali orang yang memimpin dengan kasih sayang dan adil." (HR ath-Thabarani).
Dalam sistem Islam tidak
akan ada politik biaya tinggi. Celah bagi kolusi dan upeti dalam pemilihan
pejabat juga akan tertutup sama sekali. Tidak seperti sistem demokrasi yang
memang berbiaya tinggi yang mendorong perebutan jabatan dengan jalan kotor, yakni
suap dan korupsi.
Haramnya memungut pajak
menegaskan bahwa pemerintahan Islam tidak memberlakukan pajak bagi rakyatnya.
Sistem ekonomi yang diterapkan dalam pemerintahan Islam menjadikan APBN tidak
berbasis pajak. Penguasa dalam Islam adalah pelayan rakyat, bukan pemalak rakyat.
Model pajak sebagaimana dalam sistem Kapitalisme adalah haram hukumnya.
Dalam sistem pemerintahan
Islam, sumber pemasukan APBN sebetulnya sangatlah banyak dan berlimpah. Ada
ghanîmah, fa’i, khumus, kharâj dan jizyah. Selain itu, di antara sumber
terbesar APBN dalam pemerintahan Islam adalah dari harta milik umum (milkiyyah
‘ammah). Sebagai contoh negara Indonesia, potensi pendapatan dari sumber daya
alam sangat besar. Di antara potensi pendapatan besar negeri ini misalnya dari
minyak mentah, gas alam, batu bara, emas, tembaga, dan nikel. Nilainya bisa
lebih dari dua kali lipat kebutuhan APBN setiap tahunnya. Jika saja sistem
Islam diterapkan, sumber daya alam ini mutlak wajib dikelola oleh negara secara
langsung dan haram hukumnya dikelola oleh swasta atau diprivatisasi.
Selain tertanamnya
ketakwaan individu, pemerintahan Islam akan mewujudkan para pejabat bersih
karena mendapatkan gaji tinggi, keharaman harta ghulûl, dan ketegasan sanksi
hukum bagi pejabat yang terbukti korupsi. Rasul
saw. bersabda:
مَنِ اسْتَعْمَلْنَاهُ
عَلَى عَمَلٍ فَرَزَقْنَاهُ رِزْقًا فَمَا أَخَذَ بَعْدَ ذَلِكَ فَهُوَ غُلُولٌ
"Siapa saja yang telah kami angkat untuk
satu tugas dan telah kami tetapkan pemberian (gaji) untuk dia maka apa yang dia
ambil selain itu adalah harta ghulûl (haram)."(HR Abu Dawud dan al-Hakim).
Para penguasa dalam
sistem pemerintahan Islam atau Khilafah telah terbukti menjadi penguasa teladan
dalam menjaga amanah, kejujuran dan kebersihan sepanjang sejarah. Rasa takut
mereka kepada Allah SWT dan siksa-Nya begitu menghujam dalam kalbu mereka. Dengan
itu mereka memiliki konsistensi tinggi dalam menerapkan sistem Islam dalam
mengurus rakyatnya, khususnya dalam menjaga harga negara dan rakyat agar tidak
dikuasai asing dan dikorupsi.
Khalifah dalam sistem
Khilafah juga akan hidup sederhana dan memilih para pejabatnya yang bertakwa
dan memiliki kapasitas. Khalifah juga akan bertindak tegas kepada siapapun,
termasuk kepada keluarga dekatnya sekalipun, karena melaksanakan perintah Allah
SWT dalam amar makruf nahi mungkar.
Dalam pemerintahan
Khilafah, salah satu contoh pemimpin terbaik adalah Khalifah Umar bin
al-Khaththab ra. Beliau biasa menyita harta tak wajar para wali atau amilnya.
Beliau pun bersikap tegas kepada keluarganya sendiri. Ketika melihat unta milik
Abdullah bin Umar paling gemuk di antara unta yang digembalakan di padang
gembalaan umum, beliau menyuruh Abdullah bin Umar menjual unta itu. Lalu
kelebihan dari modalnya dimasukkan ke kas negara. Khalifah Umar menilai, unta
itu paling gemuk karena mendapat rumput terbaik mengingat Abdullah bin Umar
adalah putra Khalifah (Ibnu ’Abd Rabbih, Al-’Iqd al-Farîd, I/46-47).
Khatimah
Karena itu tidak ada
pilihan lain dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas pajak serta
mensejahterakan rakyat kecuali dengan menerapkan syariah Islam secara kâffah
dalam institusi Khilafah. Hukum Islam adalah hukum sempurna karena berasal dari
Allah Yang Maha Sempurna. Hukum Islam adalah hukum yang adil karena berasal
dari Allah Yang Maha Adil. Karena itu, tegaknya penerapan syariah Islam secara
menyeluruh dan totalitas harus segera diwujudkan.
WalLâh a’lam bi ash-shawâb.
---*---
Hikmah:
Allah SWT berfirman:
وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ
ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى
"Siapa saja yang
berpaling dari peringatan-Ku (al-Quran), sungguh dia akan merasakan kehidupan
yang sempit dan Kami akan mengumpulkan dirinya pada Hari Kiamat dalam keadaan
buta." (QS Tha-ha [20]: 124)
Buletin Dakwah Kaffah Edisi 376
(03 Rajab 1446 H/03 Januari 2025 M)
Posting Komentar untuk "Beban Rakyat Kian Berat, Korupsi Malah Semakin Menjadi-Jadi"
Sebelumnya kami ucapkan Jazakumullahu Khairan atas tegur sapa antum semua di web Kabeldakwah.com ini.
==> Komentar Anda akan ditanggapi oleh Admin saat Aktif.