Melihat Allah Adalah Kenikmatan Terindah Bagi Penghuni Surga
Kabeldakwah.com |
Di antara pokok akidah Ahlussunnah adalah
meyakini bahwa orang-orang yang beriman kelak dapat melihat Allah secara
langsung dengan mata kepala mereka sendiri di akhirat. Keyakinan ini disebut
juga dengan istilah ru’yatullah.
Dalil-Dalil Ru’yatullah
Dari Al-Qur’an
Iman terhadap Ru’yatullah didasari dalil-dalil Al-Qur’an, As-Sunnah dan ijma’ para ulama.
Allah ta’ala berfirman:
وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ
نَّاضِرَةٌ إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ
“Wajah-wajah (orang-orang
mu’min) pada hari itu berseri-seri. Kepada Rabb-nya mereka melihat” (QS.
Al-Qiyamah: 22 - 23).
Allah ta’ala berfirman:
عَلَى اْلأَرَآئِكِ
يَنظُرُونَ
“Mereka (duduk) di atas
dipan-dipan sambil memandang” (QS. Al-Muthaffifin: 35).
Ibnu Katsir rahimahullah
menjelaskan ayat ini:
أي إلى الله عز وجل في
مقابلة من زعم فيهم أنهم ضالون وليسوا بضالين بل هم من أولياء الله المقربين
ينظرون إلى ربهم في دار كرامته
“Maksudnya memandang
kepada Allah ‘azza wa jalla. Sebagai ganjaran karena mereka telah dituduh sesat
di dunia, padahal mereka tidak sesat. Bahkan mereka adalah wali-wali Allah yang
didekatkan kepada-Nya. Mereka memandang kepada Rabb mereka di Surga” (Tafsir
Ibnu Katsir).
Allah ta’ala berfirman:
لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا
الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ
“Bagi orang-orang yang
berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya” (QS. Yunus: 26).
Disebutkan dalam Tafsir
Ath-Thabari:
عن أبي بكر الصديق:
(للذين أحسنوا الحسنى وزيادة)، قال: النظر إلى وجه ربهم
“Dari Abu Bakar Ash Shiddiq radhiyallahu’anhu,
tentang ayat [Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik
(surga) dan tambahannya]. Abu Bakar mengatakan: Ziyadah adalah
melihat wajah Allah.” (Tafsir Ath-Thabari, no. 17610) (Tafsiran ini
diriwayatkan dari banyak sahabat lainnya seperti Abu Musa Al-Asy’ari, Amir bin
Sa’ad, Ubay bin Ka’ab, Ka’ab bin Ujrah, Shuhaib Ar Rumi, dan para sahabat
lainnya)
Allah ta’ala berfirman:
لَهُم مَّايَشَآءُونَ
فِيهَا وَلَدَيْنَا مَزِيدٌ
“Mereka di dalamnya (surga) memperoleh apa
yang mereka kehendaki; dan pada sisi Kami adalah tambahannya” (QS. Qaaf: 35)
Mazid dalam ayat ini
artinya melihat Allah di akhirat. Sebagaimana riwayat dari Anas bin Malik
radhiyallahu’anhu:
عن أنسٍ: { ولدينا مزيد
} قال: يتجلَّى لهم كلُّ جمعةٍ
“Dari Anas, tentang ayat [dan pada sisi Kami
adalah tambahannya], Anas bin Malik berkata: Maksudnya dari ayat tersebut adalah
Allah akan menampakkan diri-Nya kepada penduduk surga setiap hari Jum’at” (HR. Ibnu Katsir dalam
Tafsirnya, dishahihkan Ibnu Taimiyah dalam Majmu Al-Fatawa no. 6/415).
Demikian juga dalil-dalil
dari As-Sunnah.
Dari Jarir bin Abdillah
radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
كُنَّا جُلُوسًا عِنْدَ
النبيِّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ إذْ نَظَرَ إلى القَمَرِ لَيْلَةَ البَدْرِ
قالَ: إِنَّكُمْ سَتَرَوْنَ رَبَّكُمْ كَمَا تَرَوْنَ هَذَا الْقَمَرَ لاَ
تَضَامُّوْنَ فِي رُؤْيَتِهِ، فَإِنِ اْستَطَعْتُمْ أَنْ لاَ تُغْلَبُوْا عَلَى
صَلاَةٍ قَبْلَ طُلُوْعِ الشَّمْسِ وَصَلاَةٍ قَبْلَ غُرُوْبِهَا فَافْعَلُوْا
“Suatu malam kami sedang
duduk-duduk bersama di sisi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sambil memandang
ke arah bulan di malam purnama. Kemudian beliau bersabda: Sesungguhnya kalian
akan melihat Rabb kalian sebagaimana kalian melihat bulan ini. Kalian tidak
berdesak-desakan ketika melihat-Nya. Oleh karena itu, jika kalian mampu, untuk
tidak mengabaikan shalat sebelum terbit matahari (Subuh) dan shalat sebelum
terbenam matahari (Ashar), maka kerjakanlah” (HR. Bukhari no.7434, Muslim no.
633)
Dari Shuhaib bin Sinan
radhiyallahu’anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا دَخَلَ أَهْلُ
الْجَنَّةِ الْجَنَّةَ، قَالَ: يَقُوْلُ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى: تُرِيْدُوْنَ
شَيْئًا أَزِيْدُكُمْ؟ فَيَقُولُوْنَ: أَلَمْ تُبَيِّضْ وُجُوْهَنَا؟ أَلَمْ
تُدْخِلْنَا الْجَنَّةَ وَتُنَجِّنَا مِنَ النَّارِ؟ قَالَ: فَيُكْشَفُ الْحِجَابُ
فَمَا أُعْطُوْا شَيْئًا أَحَبَّ إِلَيْهِمْ مِنَ النَّظَرِ إِلَى رَبِّهِمْ عَزَّ
وَجَلَّ.
“Apabila penghuni surga telah masuk surga,
Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman, “Apakah kalian menginginkan sesuatu yang
dapat Aku tambahkan?” Mereka menjawab, “Bukankah Engkau telah menjadikan wajah-wajah kami putih
berseri-seri? Bukankah Engkau telah memasukkan kami ke dalam surga dan
menyelamatkan kami dari neraka?” Nabi bersabda, ”Maka disingkapkanlah tabir
penutup, sehingga tidaklah mereka dianugerahi sesuatu yang lebih mereka senangi
dibandingkan anugerah melihat Rabb mereka Azza wa Jalla.” (HR. Muslim, no.181)
Dalam riwayat dari Jarir,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّكُمْ سَتَرَوْنَ
رَبَّكُمْ عِيَانًا
“Kalian akan melihat
Allah dengan mata kepala langsung” (HR. Al-Bukhari no.7435).
Demikian juga dalil dari
ijma’ ulama. Abdul Ghani Al-Maqdisi rahimahullah mengatakan:
وأجمع أهل الحق واتَّفق
أهل التوحيد والصدق – أن الله تعالى يرى في الآخرة كما جاء في كتابه وصح عن رسوله
“Ahlul haq dan ahlut tauhid sepakat bahwa
Allah ta’ala bisa dilihat di akhirat sebagaimana terdapat dalam Kitab-Nya dan
dalam hadits Rasul-Nya yang shahih.” (Aqidah Al-Hafizh Abdul Ghani Al-Maqdisi,
58).
Ibnu Abil Izz Al-Hanafi
rahimahullah juga mengatakan:
وقد قال بثبوت الرؤية
الصحابة والتابعون، وأئمة الإسلام المعروفون بالإمامة في الدين، وأهل الحديث،
وسائر طوائف أهل الكلام المنسوبون إلى السنة والجماعة
“Para sahabat dan tabi’in
telah menetapkan adanya ar-ru’yah. Demikian juga para imam yang dikenal dalam
Islam. Demikian juga ahlul hadits dan semua golongan ahlul kalam yang
menisbatkan diri pada sunnah dan jama’ah.” (Syarah Ath-Thahawiyah, 153)
Imam An-Nawawi rahimahullah mengatakan:
قد تظاهرت أدلة الكتاب
والسنة وإجماع الصحابة، فمن بعدهم من سلف الأمة – على إثبات رؤية الله تعالى في
الآخرة للمؤمنين
“Telah jelas dalil-dalil Al-Qur’an, As-Sunnah
dan ijma’ sahabat, serta orang-orang setelah mereka dari kalangan salaf
(orang-orang salih dan alim terdahulu) yang menetapkan ru’yatullah di akhirat
bagi kaum Mukminin.” (Syarah Shahih Muslim, 3/15)
Sampai di sini telah jelas bahwa akidah
tentang kaum Mukminin akan melihat Allah di akhirat adalah akidah yang benar
berdasarkan dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah serta disepakati oleh semua ulama
Ahlussunnah tanpa ada khilafiyah. Berbeda dengan keyakinan ahlul bid’ah yang mengingkari
hal ini.
Orang Kafir Tidak Akan
Pernah Melihat Allah
Adapun orang kafir,
mereka tidak akan pernah melihat Allah. Allah
ta’ala berfirman:
كَلَّا إِنَّهُمْ عَنْ
رَبِّهِمْ يَوْمَئِذٍ لَمَحْجُوبُونَ
“Sama sekali tidak!
Sesungguhnya mereka (orang-orang kafir) terhalangi dari Rabb mereka di hari ini.”
(QS. Al-Muthaffifin: 15)
Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan:
ونزل سجّينٌ ثم هم يوم القيامة مع
ذلك محجوبون عن رؤية ربهم وخالقهم
“Mereka (orang-orang
kafir) di hari Kiamat akan masuk neraka Sijjin dan selain itu juga akan
terhalangi dari melihat Rabb mereka dan pencipta mereka.” (Tafsir Ibnu Katsir)
Allah Tidak Dapat Dilihat
Di Dunia
Adapun di dunia, baik
orang mukmin ataupun orang kafir, tidak akan dan tidak mampu melihat Allah
ta’ala dengan mata kepala secara langsung. Andaikan Allah menampakkan diri-Nya
kepada gunung-gunung, niscaya gunung-gunung tersebut akan hancur. Jika gunung yang
besar dan kuat saja demikian, apalagi manusia? Allah
ta’ala sebutkan hal ini dalam firman-Nya:
وَلَمَّا جَاۤءَ
مُوْسٰى لِمِيْقَاتِنَا وَكَلَّمَهٗ
رَبُّهٗۙ قَالَ رَبِّ اَرِنِيْٓ
اَنْظُرْ اِلَيْكَۗ قَالَ لَنْ تَرٰىنِيْ وَلٰكِنِ انْظُرْ اِلَى الْجَبَلِ فَاِنِ
اسْتَقَرَّ مَكَانَهٗ
فَسَوْفَ تَرٰىنِيْۚ فَلَمَّا تَجَلّٰى رَبُّهٗ
لِلْجَبَلِ جَعَلَهٗ
دَكًّا وَّخَرَّ مُوْسٰى صَعِقًاۚ فَلَمَّآ اَفَاقَ قَالَ سُبْحٰنَكَ تُبْتُ اِلَيْكَ
وَاَنَا۠ اَوَّلُ الْمُؤْمِنِيْنَ
“Dan ketika Musa datang untuk (munajat) pada
waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya,
(Musa) berkata, “Ya Tuhanku, tampakkanlah (diri-Mu) kepadaku agar aku dapat
melihat Engkau.” (Allah) berfirman, “Engkau tidak akan (sanggup) melihat-Ku,
namun lihatlah ke gunung itu, jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala)
niscaya engkau dapat melihat-Ku.” Maka ketika Tuhannya menampakkan (keagungan-Nya) kepada
gunung itu, gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Setelah Musa
sadar, dia berkata, “Mahasuci Engkau, aku bertobat kepada Engkau dan aku adalah
orang yang pertama-tama beriman.” (QS. Al-A’raf: 143).
Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam juga bersabda:
تَعَلَّمُوا أَنَّهُ
لَنْ يَرَى أَحَدٌ مِنْكُمْ رَبَّهُ عَزَّ وَجَلَّ حَتَّى يَمُوتَ
“Ketahuilah bahwa kalian
tidak akan bisa melihat Rabb kalian azza wa jalla sampai kalian mati (masuk
surga).” (HR. Muslim no.169)
Nabi Muhammad Shollallahu ’alaihi wa sallam
pun tidak dapat melihat Allah ketika di Dunia.
Dari Aisyah
radhiyallahu’anha, ia berkata:
مَنْ زَعَمَ أَنَّ
مُحَمَّدًا صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ رَأَى رَبَّهُ فَقَدْ
أَعْظَمَ عَلَى اللهِ الفِرْيَةَ
“Siapa yang mengklaim bahwa Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat Rabb-nya di dunia, maka ia telah membuat
kedustaan yang besar tentang Allah.” (HR. Bukhari no.3234, Muslim
no.177)
Dan keyakinan ini juga
merupakan kesepakatan ulama. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah
mengatakan:
كل من ادعى أنه رأى ربه
بعينيه قبل الموت فدعواه باطلة باتفاق أهل السنة والجماعة
“Siapa saja yang mengklaim telah melihat Allah
dengan mata kepalanya secara langsung sebelum mati, maka klaim tersebut batil
berdasarkan kesepakatan ulama Ahlussunnah wal Jama’ah” (Majmu’ Al-Fatawa,
3/389).
Apakah Rasulullah melihat Allah di dunia?
Memang terdapat khilaf (perbedaan pendapat) di
antara para ulama Ahlussunnah apakah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
pernah melihat Allah saat masih di dunia. Sebagian ulama berpendapat bahwa
beliau memang pernah melihat Allah secara langsung yaitu ketika peristiwa Isra
Mi’raj dan ini adalah kekhususan beliau.
Namun Pendapat ulama yang lain mengatakan dan
ini adalah pendapat yang rajih, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam melihat Allah dengan hatinya, bukan dengan mata kepala beliau yang
mulia. Ibnu Abbas radhiyallahu’ahu mengatakan:
رَآهُ بِفُؤَادِهِ
مَرَّتَيْنِ
“Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam melihat Allah dengan hatinya sebanyak dua kali” (HR. Muslim no. 437).
Sehingga riwayat ini
tidak bertentangan dengan riwayat dari Aisyah di atas. Karena yang diingkari
Aisyah adalah melihat dengan mata kepala secara langsung di dunia. Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan:
وفي رواية عنه – يعني
ابن عباس – أطلق الرؤية، وهي محمولة على المقيدة بالفؤاد، ومن روى عنه بالبصر فقد
أغرب، فإنه لا يصح في ذلك شيء عن الصحابة رضي الله عنهم
“Dalam riwayat dari Ibnu
Abbas, beliau memutlakkan ru’yah. Maka ini kita bawa kepada melihat dengan
hati. Siapa yang mengatakan Nabi melihat Allah langsung dengan mata kepalanya,
maka ini pendapat nyeleneh. Dan tidak ada satu pun riwayat yang shahih tentang
itu dari para Sahabat radhiallahu’anhum.” (Tafsir Ibnu Katsir, 7/448)
Akidah Ahlul Bid’ah Dalam
Masalah Ini
Sekte Jahmiyah,
Mu’tazilah dan Rafidhah, mengingkari ru’yatullah secara mutlak. Mereka
mengatakan bahwa Allah tidak mungkin bisa dilihat dengan mata kepala manusia
baik di dunia ataupun di akhirat. Akidah mereka ini dibangun di atas keyakinan
mereka yang menolak untuk menetapkan sifat-sifat bagi Allah ta’ala.
Adapun sekte Sufiyah,
Hululiyah, dan Ittihadiyah menetapkan ru’yatullah secara mutlak, termasuk di
dunia. Mereka mengatakan bahwa Allah bisa dilihat oleh manusia di dunia. Akidah
mereka ini dibangun di atas keyakinan mereka yang menyamakan Allah dengan makhluk
dan meyakini bersatunya Allah dengan makhluk.
Inilah akidah-akidah
ahlul bid’ah yang ekstrem kanan dan ekstrem kiri, serta sangat jauh dari
dalil-dalil Al-Qur’an, As-Sunnah serta kesepakatan para ulama dalam masalah
ini.
Wallahu a’lam, semoga
Allah ta’ala memberi taufik.
Walhamdulillahi rabbil
‘alamin, wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin, wa ‘ala alihi wa shahbihi
ajma’in.
Disadur dari Tulisan Ustadz
Yulian Purnama, S.Kom.
Posting Komentar untuk "Melihat Allah Adalah Kenikmatan Terindah Bagi Penghuni Surga"
Sebelumnya kami ucapkan Jazakumullahu Khairan atas tegur sapa antum semua di web Kabeldakwah.com ini.
==> Komentar Anda akan ditanggapi oleh Admin saat Aktif.