Udzur Karena Kejahilan, Di Maafkan?
Kabeldakwah.com |
العذر بالجهل
Syaikh Ibrahim bin 'Amir Ar-Ruhaily ditanya:
"Kami ingin
mengambil faidah dari antum -jazaakumullah khairan- tentang udzur bil jahli,
sangat banyak diskusi, perdebatan tentangnya. Semoga Allah membalas anda dengan
kebaikan"
Jawaban:
"Udzur karena
kebodohan termasuk dari pokok-pokok syariat yang ditunjukkan oleh dalil-dalil
syariat. Diantaranya:
لَا
يُكَلِّفُ ٱللَّهُ نَفۡسًا إِلَّا وُسۡعَهَاۚ
Allah tidak membebani
seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya." Q.S. Al-Baqarah: 286
Diantara doa hamba yang
beriman:
رَبَّنَا
لَا تُؤَاخِذۡنَآ إِن نَّسِينَآ أَوۡ أَخۡطَأۡنَاۚ
"Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami melakukan kesalahan" (Q.S. Al-Baqarah: 286)
Karenanya manusia adalah
orang yang berbuat salah dan diberikan udzur. Dan telah datang dalam sebuah
hadits bahwa Allah telah mengijabah permintaan kaum mukminin. Syaikhul Islam
ketika menyebutkan ayat tersebut mengatakan:
telah ditetapkan bahwa
Allah mengijabah doa kaum mukminin, sebagaimana dalam Shahih Muslim Bahwa Allah
mengatakan: 'Aku telah mengabulkannya'.
Demikian pula firman
Allah:
وَمَا
كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّىٰ نَبۡعَثَ رَسُولٗا
"tetapi Kami tidak
akan menyiksa sebelum Kami mengutus seorang Rasul." QS. Al-Isra: 15
Diutusnya seorang Rasul
bukanlah tujuan, akan tetapi tujuannya adalah MENEGAKKAN HUJJAH. Allah
berfirman:
{ رُّسُلٗا
مُّبَشِّرِينَ وَمُنذِرِينَ لِئَلَّا يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى ٱللَّهِ حُجَّةُۢ
بَعۡدَ ٱلرُّسُلِۚ
"Rasul-rasul itu
adalah sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, agar tidak ada
alasan bagi manusia untuk membantah Allah setelah rasul-rasul itu diutus...
"Q.S. An-Nisa:165
Tidak akan dihukum
seseorang, kecuali karena dosa atau kekufuran yang telah tegak hujjah padanya.
Dan dalilnya adalah hadits yang dikeluarkan oleh Imam Bukhori tentang seseorang
yang berdosa melampaui batas, meminta kepada keluarganya untuk membakar dirinya
setelah wafat dan abunya ditabur di laut dan di daratan, karena takut
dibangkitkan dan dimintai pertanggungjawaban. Ketika hari kiamat Allah
perintahkan lautan dan daratan mengumpulkan jasadnya dan membangkitkannya.
Kemudian Allah bertanya: "Wahai hambaku
apa yang menyebabkan engkau berbuat ini?"
Hamba menjawab:
"Takut kepada engkau wahai Rabb"
Maka Allah mengampuninya.
Orang ini, tidak
mengetahui (jahil) tentang kekuasaan dan kemampuan Allah untuk membangkitkan.
Dan dia mendapatkan udzur karena kejahilannya. Dan sudah diketahui bahwa
meyakini Allah tidak sanggup membangkitkan, lebih kufur daripada menyembelih
dan sujud kepada selain Allah; karena hal ini adalah bentuk mengingkari sifat
Allah, dan syirik dalam rububiyah lebih besar dibandingkan syirik uluhiyyah.
Walaupun demikian, Allah tetap memberikannya udzur.
Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah mengatakan: "orang ini mukmin, akan tetapi jahil terhadap
kekuasaan Allah dalam membangkitkan."
Kemudian, Ahlus Sunnah
telah Ijma', bahwa mengingkari satu sifat Allah saja, hukumnya kafir. Dan telah
diketahui bahwa sebagian ulama tafsir, fuqoha, ahli hadits, dengan kemampuan
dan keilmuan mereka, banyak dari mereka yang menolak beberapa sifat Allah dan
mentakwil beberapa sifat yang menyebabkan ditolaknya sifat Allah.
Kalau sekiranya tidak ada
udzur dengan kejahilan, maka orang yang paling berhak dikafirkan adalah para
ulama tersebut sebelum orang-orang awamnya. Karena mereka hafal Al-Qur'an,
mengerti Al-Qur'an, paham istidlal dan kandungan suatu dalil,akan tetapi tidak
ada para ulama yang mengkafirkan mereka.
Dan mereka yang
mengatakan tidak ada udzur terhadap kejahilan dan mengkafirkan orang awam yang
tidak tahu dengan jatuhnya mereka terhadap kesyirikan, maka melazimi mereka
untuk mengkafirkan para ulama tersebut. Tapi tidak dilakukan oleh mereka.
Ini adalah satu
permasalahan, dan permasalahan lainnya Saya mengatakan: Bahwa saya siap untuk
berdiskusi dengan orang yang tidak memberikan udzur terhadap kebodohan, dan
sebatas melakukan perbuatan kekufuran dan kesyirikan, mengharuskan kafirnya
mereka, untuk berdiskusi tentang beberapa permasalahan aqidah yang rinci yang
tersembunyi bagi kebanyakan orang. Yang apabila kita jalankan hukum ini (yaitu
tidak ada udzur terhadap kebodohan) maka tidak ada yang selamat dari kekafiran.
Kalau kita bertanya
tentang beberapa nama dan sifat Allah, banyak yang syak dan ragu, apakah ini
sifat atau bukan sifat, apakah ini nama atau bukan nama Allah. Dan tuntutan
dari tidak memberikan udzur terhadap kejahilan adalah kafir dan mengkafirkan,
bisa karena ragu atau tidak tahu (jahil) tentang sifat dan nama Allah.
Saya mengingat seorang
pemuda yang datang ke masjid Nabawi, kemudian ia berkata: 'Anda memberikan
udzur bagi yang bodoh dan tidak mengkafirkan orang musyrik.!!
Saya menjawab: 'tidak!
Saya mengkafirkan orang musyrik, akan tetapi memberi udzur bagi kaum muslimin
yang jahil (bodoh)'
Ia menjawab: 'akan tetapi
ilmu sudah tersebar!?'
Kemudian saya bertanya:
'kamu belajar di mana?' ia menjawab: 'di universitas Islam Madinah'
Saya bertanya: apakah
kamu menetapkan sifat dhohik (tertawa) bagi Allah?'
Ia berkata: 'hah...?!'
sambil mengangkat kepalanya.
Saya berkata: anda dengan
kaidah yang anda pegang (yaitu tidak memberikan udzur terhadap kebodohan) maka
berada pada satu dari dua keadaan:
1. Tidak tahu, dan dengan
kaidah yang anda pegang anda telah kafir.
2. Ragu/syak. Dan dengan
keyakinan saya dan kamu, anda telah kafir.
Maka pemuda tersebut
meninggalkan saya.
Dan orang yang berpegang
dengan tidak adanya udzur dalam masalah kejahilan, kalau kita baca tulisan
dalam kitab mereka, maka kita dapati bahwa banyak permasalahan, yang sekiranya
tidak ada udzur terhadap kejahilan, mereka telah tervonis kafir.
Dan diantara yang aneh
dari mereka, mereka mengatakan bahwa memberikan udzur bagi yang jahil adalah
pendapat yang baru, dan mereka pura-pura bodoh tentang perkataan Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah dalam banyak kitabnya, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab yang
tidak mengkafirkan orang yang meminta kepada Husen dan Albadawi karena
kebodohan mereka, mereka pura-pura bodoh terhadap perkataan para imam dakwah
dan termasuk perkataan Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin.
Apabila kita berpegang
kepada tidak ada udzur pada orang yang jahil maka tidak akan ada yang tersisa
dari umat ini kecuali dikafirkan atau minimal perbuatannya dikategorikan
kekufuran.
Selain itu mereka
kontradiksi dalam berpegang kepada kaidah mereka ketika kita bertanya tentang
Sayid Qutub yang mengatakan bahwa Surat An-Najm seperti suara not musik, apakah
telah kafir dan tidak diberikan udzur?! Maka mereka marah dan emosi karena
tokoh itu diagungkan mereka.
Mereka yang berpegang
kepada kaidah ini, pada hakikatnya tidak mengerti perkataan para ulama dalam
masalah ini. Mereka mengatakan bahwa memberi udzur kepada orang jahil adalah
aqidah irja' (Murjiah). Padahal memberi udzur kepada orang yang jahil, tidak berarti
mengingkari hukum kesyirikan secara mutlak, karena kesyirikan adalah
kesyirikan.
Berulang kali saya
mengatakan bahwa apabila ada seorang yang beribadah kepada Allah puluhan tahun
dan dia setelahnya menyembelih nyamuk atau lalat kepada selain Allah, dan
mengetahui bahwa itu adalah kesyirikan, maka dia telah kafir dan kekal di
neraka. Tapi justru dinisbatkan kepada saya bahwa saya tidak mengkafirkan
seseorang secara ta'yin (tertentu). Padahal saya mengkafirkan orang setelah
menegakkan hujjah dan terpenuhi semua syarat pengkafiran.
Dan sayapun dengan tegas
membantah tulisan:
لا
ردة بعد الإسلام
”Tidak Ada Kemurtadan
Setelah Islam”
Tulisan ini salah dan
saya telah bantah!!!
Untuk hukum secara
mutlak, tidak perlu diragukan, akan tetapi untuk mengkafirkan secara muayyan
maka harus tegak hujjah dan hilang syubhat. Dan inilah prinsip dari Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah:
من
ثبت إسلامه بيقين فلا يزيله بالشك
Barang siapa yang tetap
Islamnya dengan yakin tidak boleh dihilangkan dengan keraguan.
Dan hal ini sangat jelas,
dijelaskan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, barang siapa membantah ini, maka
hendaknya dia pertama kali membantah Syaikhul Islam sebelum membantah yang
lain. Dan selayaknya pelajar tidak terpengaruh kepada suatu pendapat apabila
tidak berdasarkan dengan dalil.
Solo, 10 Januari 2024
28 Jumadal Akhiroh 1445 H
Ditulis oleh: Dika Wahyudi
Posting Komentar untuk "Udzur Karena Kejahilan, Di Maafkan?"
Sebelumnya kami ucapkan Jazakumullahu Khairan atas tegur sapa antum semua di web Kabeldakwah.com ini.
==> Komentar Anda akan ditanggapi oleh Admin saat Aktif.