Beriman Dan Beramal Shalih Dengan Sebenarnya (Bagian 1) - Dua Puluh Tiga Kiat Hidup Bahagia
Sarana yang paling agung yang merupakan sarana pokok dan dasar bagi tergapainya hidup bahagia ialah: beriman dan beramal shalih. Allah Azza wa Jalla berfirman:
"Artinya: Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih(1), baik laki-laki maupun perempuan, sedangkan ia beriman, maka sesungguhnya akan Kami karuniakan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka lakukan." (An-Nahl: 97)
Kepada orang yang
memadukan antara iman dan amal shalih, Allah Ta’ala memberitahukan dan
menjanjikan kehidupan yang baik di dunia dan pahala yang baik di dunia dan
akhirat.
Sebabnya jelas. Karena,
orang-orang yang beriman kepada Allah dengan iman yang benar lagi membuahkan
amal shalih yang mampu memperbaiki hati, akhlak, urusan duniawi dan ukhrawi,
mereka memiliki prinsip-prinsip mendasar dalam menyambut datangnya kesenangan
dan kegembiraan, ataupun datangnya keguncangan, kegundahan dan kesedihan.
Mereka menyambut segala
hal yang menyenangkan dan menggembirakan dengan menerima, mensyukurinya dan
mempergunakannya untuk seeuatu yang bermanfaat. Jika mereka menggunakannya
demikian, maka niscaya hal itu akan melahirkan nilai-nilai agung di balik
kegembiraan karenanya, pendambaan kelanggengan dan keberkahannya, dan
keberharapan pahala seperti pahala yang diperoleh para hamba yang bersyukur.
Nilai-nilai itu, dengan setumpuk buah dan keberkahannya, justru mengungguli
wujud kegembiraan-kegembiraan itu, yang itupun bagian dari buahnya.
Mereka hadapi cobaan,
mara bahaya, kegundahan dan kesedihan dengan melawan apa yang mungkin
dilawannya, menepis sedikit apa yang mungkin ditepis, dan bersabar terhadap apa
yang harus terjadi tidak boleh tidak. Dengan demikian, dibalik cobaan cobaan
itu lahirlah nilai-nilai agung berupa sikap melawan yang penuh arti, pengalaman
dan kekuatan serta kesabaran dan ketulusan untuk hanya berharap pahala Ilahi.
Dengan meletakkannya nilai-nilai agung itu di hati, kecillah di mata mereka
aneka cobaan berat. Sedangkan yang bersemayam di hati justeru kesenangan,
cita-cita mulia dan dambaan untuk menggapai karunia dan pahala dari Allah.
Dalam hadits shahih,
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menggambarkan ini, beliau bersabda.
“Artinya: Sunnguh
mengagumkan perihal mu’min. Semua hal yang dialaminya adalah baik. Jika ia
mendapat hal yang menyenangkan, ia bersyukur. Maka hal itu menjadi suatu
kebaikan baginya. Jika ia tertimpa hal yang menyakitkan, ia bersabar. Maka hal
itu menjadi suatu kebaikan baginya. Sifat itu tidak dimiliki siapapun kecuali
oleh seorang mu’min” (Imam Ahmad bin Hanbal, Al-Fathur Rabbani Lil Tartibi
Musnadil Imam Ahmadabni Hanbal AS-Syaibani, Kitab Al-Qadar. Muslim, Shahih
Muslim, Kitan Az-Zuhud Wa Ar-Raqaiq)
Rasulullah menerangkan
bahwa keberuntungan, nilai kebaikan dan buah prilaku mu’min berlipat ganda pada
saat mengalami kesenangan ataupun cobaan. Oleh sebab itu, bisa jadi anda jumpai
dua orang yang sama-sama mengalami ujian berupa keberuntungan dan bencana.
Namun, antara satu dan yang lain berbeda jauh dalam menghadapi ujian itu,
sesuai dengan kadar iman dan amal shalih yang ada pada diri masing-masing.
Orang yang beriman dan
melakukan amal shalih menghadapi keberuntungan dengan rasa syukur dan sikap
prilaku yang membuktikan kesungguhan syukur itu, dan menghadapi bencana dengan
bersabar dan bersikap prilaku yang membuktikan kesungguhan kesabaran itu.
Dengan demikian, hal itu dapat membuahkan di hatinya kesenangan kegembiraan dan
hilangnya kegundahan, kesedihan, kegelisahan, kesempitan dada dan kesengsaraan
hidup. Selanjutnya, kehidupan bahagia akan benar-benar menjadi realita baginya
di dunia ini.
Sedangkan yang lain
menghadapi kesenangan hidup dengan kcongkakan, kesombongan dan sikap melampui
batas. Lalu, melencenglah moralnya. Ia menyambut kesenangan hidup seperti
halnya binatang yang menyambut kesenangan dengan serakah dan rakus. Seiring
itu, hatinya tidak tenteram. Bahkan, hatinya bercerai berai oleh berbagai hal.
Hatinya bercerai-berai oleh kekhawatirannya terhadap sirnanya segala kesenangan
dan banyaknya benturan-benturan yang pada umumnya, muncul sebagai dampaknya.
Harinya bercerai berai tak menentu, karena memang hasrat jiwa tidak mau
berhenti pada suatu batas. Bahkan, terus gandrung kepada keinginan-keinginan
lain, yang kadangkala dapat terwujud dan kadangkala tidak dapat terwujud.
Andaikan di bayangkan
dapat terwujud, ia pun tetap gelisah oleh hal-hal tadi. Ia pun menyambut cobaan
yang sulit dengan rasa gelisah, keluh kesah, khawatir dan gusar. Tidak usah
anda bertanya tentang dampak buruk dari itu semua, yang berupa kesengsaraan hidup,
teridapnya penyakit jiwa maupun syaraf dan rasa kekhawatiran bercampur
ketakutan yang bisa jadi, pada gilirannya akan menyeret ke kondisi yang paling
buruk dan malapetaka yang paling mengerikan. Karena ia tidak mempunyai harapan
pada pahala Ilahi dan tidak memiliki kesabaran yang mampu melipur hatinya dan
meringankan beban yang dirasakannya.
(Disalin dari kitab
Al-Wasailu Al-Mufidah Lil Hayatis Sa'idah, edisi Indonesia Dua Puluh Tiga Kiat
Hidup Bahagia, Penulis Asy-Syaikh Abdur Rahman bin Nashir As-Sa'di, Penerjemah
Rahmat Al-Arifin Muhammad bin Ma'ruf, Diterbitkan Kantor Atase Agama Kedutaan
Besar Saudi Arabia Jakarta)
Foote Note:
(1) Ibnu Katsir, dalam
Tafsiru l Qur'an-l Azhim, mengatakan: man 'amila shalihan, wa huwa
al-amalu-l-mutabi; li Kitabillahi Ta'ala wa sunnati Nabiyyihi Shallallahu
'alaihi wa sallam. Maksudnya, yaitu amal (perbuatan) yang mengikuti kitab Allah
dan Sunnah Nabi-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam.
(2) Yaitu keberuntungan dengan memperoleh pahalaNya dan keselamatan dari siksaNya (Taisiru-l-Mannan).
Posting Komentar untuk "Beriman Dan Beramal Shalih Dengan Sebenarnya (Bagian 1) - Dua Puluh Tiga Kiat Hidup Bahagia"
Sebelumnya kami ucapkan Jazakumullahu Khairan atas tegur sapa antum semua di web Kabeldakwah.com ini.
==> Komentar Anda akan ditanggapi oleh Admin saat Aktif.