Qawaid Qur’aniyyah Kaidah Ke 47 – Allah Pasti Akan Beri Petunjuk Pada Hamba Yang Beriman Kepada-Nya
Allah berfirman:
وَمَن يُؤْمِنۢ بِٱللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُۥ
“Dan siapa beriman kepada
Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya”. (QS. At-Taghabun: 11)
Ini merupakan kaidah
Qur`āniy yang baku. Kita sangat membutuhkan kaidah ini setiap waktu, khususnya
ketika seseorang ditimpa musibah yang meresahkan. Dan alangkah banyaknya
musibah seperti itu di masa sekarang.
Kaidah Qur`āniy ini
disebutkan di ayat mulia dalam surah At-Tagābun.
Allah Ta’ālā berfirman:
«Tidak ada suatu musibah yang menimpa (seseorang), kecuali dengan izin Allah; dan siapa beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.» (QS. At-Tagābun: 11, Lihat: https://tafsirweb.com/10955-surat-at-taghabun-ayat-11.html)
Ayat ini, sebagaimana
sudah jelas dan tegas, menunjukkan bahwa segala macam musibah, apa pun
bentuknya, baik terhadap jiwa, harta, anak, kerabat, dan sebagainya, semuanya
itu terjadi dengan kada dan kadar Allah. Semua itu terjadi berdasarkan ilmu dan
izin-Nya yang bersifat takdir, sudah dituliskan oleh pena, dilaksanakan oleh
keinginan Allah, dan sesuai dengah hikmah. Yang menjadi persoalan adalah apakah
hamba mau melakukan apa yang wajib dilakukannya terkait ibadah sabar dan
pasrah, yang keduanya wajib dilakukan, kemudian rida kepada Allah? Meskipun
rida bukan merupakan sebuah kewajiban, tetapi bersifat anjuran.
Renungkanlah bagaimana
Allah Ta'ālā mengaitkan petunjuk hati dengan keimanan, karena pada asalnya
seorang mukmin itu sudah dilatih oleh keimanan untuk menerima berbagai macam
musibah, dan mengikuti perintah syariat supaya tidak berkeluh kesah dan panik,
serta hendaknya memikirkan bahwa kehidupan ini tidak terlepas dari gangguan dan
rintangan.
Dan ini sebagaimana
menjadi tuntutan keimanan, maka sesungguhnya kaidah ini, «Dan siapa beriman
kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya» mengisyaratkan
kepada perintah untuk kukuh dan sabar ketika terjadi berbagai musibah, karena konsekuensi
dari petunjuk yang Allah berikan kepada hati seorang mukmin ketika ditimpa
musibah adalah adanya motivasi terhadap orang-orang mukmin untuk kukuh dan
berusaha sabar ketika musibah itu terjadi. Oleh karena itu, maka ayat ini
ditutup dengan ungkapan: “Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”
Penutupan yang indah
dengan ungkapan: “Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” menambah
ketenteraman dan ketenangan seorang mukmin terkait keluasan ilmu Allah, dan
bahwa tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi dari-Nya, dan Dia lah yang lebih
mengetahui apa yang akan memperbaiki kondisi dan hati hamba-Nya, dan apa yang
lebih baik baginya untuk jangka pendek dan jangka panjang, di dunia dan di
akhirat. Seorang mukmin hendaknya membaca ayat ini sembari merasakan kandungan
sabda Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam: “Sungguh menakjubkan urusan orang
mukmin! Sesungguhnya urusannya semuanya baik. Dan itu tidak akan dimiliki oleh
seseorang selain orang mukmin. Jika dia ditimpa sesuatu yang menyenangkan, dia
bersyukur, maka itu lebih baik baginya. Dan jika dia ditimpa kesusahan, dia
bersabar maka itu lebih baik baginya.” (HR. Muslim: 2999)
Di dalam komentar para
salaf terkait ayat ini terdapat apa yang menjelaskan dan mengukuhkan makna ini
lebih dalam. Di antaranya:
1. Ibnu Abbas raḍiyallāhu
‹anhu berkata tentang firman Allah Ta›ālā (Dan siapa beriman kepada Allah,
niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya), «Dia akan menunjukkan
hatinya kepada keyakinan, sehingga dia mengetahui bahwa apa yang menimpanya
tidak akan mungkin terpeleset darinya, dan apa yang terpeleset darinya pasti
tidak akan menimpanya.»
2. Alqamah bin Qais
berkata tentang kaidah ini (Dan siapa beriman kepada Allah, niscaya Dia akan
memberi petunjuk kepada hatinya), «Yaitu lakilaki yang ditimpa musibah,
kemudian dia tahu bahwa itu adalah dari Allah sehingga dia pasrah dan
meridainya.»
Penyebutan kaidah ini
dalam konteks ayat di atas memiliki dalalah yang sangat penting, di antaranya:
1. Mendidik hati untuk
pasrah dengan segala takdir Allah yang menyakitkan, sebagaimana telah
dijelaskan.
2. Di antara hal utama
yang membantu seseorang dalam menerima berbagai musibah ini dengan tenang dan
tenteram adalah keimanan yang kuat kepada Allah Tuhan semesta alam, dan rida
kepada Allah tanpa ada keraguan ketika dia menghadapi musibah itu, bahwa
pilihan Allah lebih baik daripada pilihannya untuk dirinya sendiri, dan bahwa
hasil yang baik akan menjadi miliknya selama dia masih beriman.
Di antara cara Al-Qur`ān
mendidik hati ketika terjadi musibah adalah:
1. Dengan kaidah yang
sedang kita bicarakan ini, yaitu; “Dan siapa beriman kepada Allah, niscaya Dia
akan memberi petunjuk kepada hatinya.” Kaidah ini mengingatkan kepada
pembicaraan sebelumnya tentang urgensi kesabaran dan sikap pasrah, serta
penguatan keimanan yang menjadi sandarannya ketika menghadapi berbagai musibah
ini.
2. Di antara cara
Al-Qur`ān mengatasi musibah adalah dengan menunjuki manusia untuk membaca doa
agung yang disebutkan dalam surah Al-Baqarah. Allah Ta’ālā berfirman:
“Dan Kami pasti akan
mengujimu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan
buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.
(Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata, ‘Innā lillāhi
wa innā ilaihi rāji’ūn (sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami
kembali)’.” (QS. Al-Baqarah: 155-156, Lihat: https://tafsirweb.com/624-surat-al-baqarah-ayat-155.html)
3. Banyak memuat
kisah-kisah tentang para Nabi dan pengikut mereka yang menghadapi berbagai
jenis musibah dan ujian, yang membuat orang mukmin mengambil pelajaran dan
mencontoh mereka, serta dia bisa merasa ringan dengan musibah yang menimpanya
jika dia mengingat musibah yang menimpa para Nabi dan pengikut mereka tersebut,
dan tentu saja yang terdepan adalah meneladain Nabi, pemimpin, dan penghulu
kita, Muhammad ṣallallāhu ‹alaihi wa sallam.
Imam yang mulia Abu Ḥāzim
raḥimahullāh mengatakan, “Dunia itu terbagi dua, satu untukku dan satu lagi
untuk orang lain. Apa yang menjadi hakku jika aku mencarinya dengan berbagai
trik orang yang ada di langit dan bumi maka dia tidak akan datang sebelum
waktunya. Dan apa yang menjadi hak orang lain maka saya tidak mengharapkannya
terkait yang sudah lewat, dan tidak akan mengharapkannya juga terkait yang
masih tersisa. Rezekiku akan terhalang untuk sampai kepada orang lain
sebagaimana rezeki orang lain terhalang untuk sampai kepadaku. Maka di mana
dari kedua hal ini aku harus menghabiskan umurku?!”
Kemudian, kenapa sebagian
kita marah dan merasa sakit terhadap kejadian yang sudah terjadi beberapa tahun
yang lampau? Kenapa seseorang masih juga membuka kembali file pernikahannya
yang gagal setelah satu dasawarsa? Atau kontrak bisnis yang merugi, serta
perdagangan saham yang bangkrut? Seolah-oleh dengan melakukan hal itu dia ingin
membuka kembali kesedihannya!!
Sebagai penutup kaidah ini saya
mewasiatkan untuk membaca sebuah buku yang sangat berharga sekali,
kalimat-kalimatnya simpel namun memiliki makna yang agung, yang ditulis oleh
guru para syekh kami yang mulia, Syekh
Abdurraḥmān bin Nāṣir As-Sa’diy. Judul bukunya
"Al-Wasā`il Al-Mufīdah LilḤayāh As-Sa’īdah (Sarana Mencapai Hidup
Bahagia)".
(Qawaid Qur’aniyyah 50 Qa’idah Qur’aniyyah fi
Nafsi wal Hayat, Syeikh DR. Umar Abdullah bin Abdullah Al Muqbil)
Posting Komentar untuk "Qawaid Qur’aniyyah Kaidah Ke 47 – Allah Pasti Akan Beri Petunjuk Pada Hamba Yang Beriman Kepada-Nya"
Sebelumnya kami ucapkan Jazakumullahu Khairan atas tegur sapa antum semua di web Kabeldakwah.com ini.
==> Komentar Anda akan ditanggapi oleh Admin saat Aktif.