Rekayasa Neo NII untuk Mengebiri Umat Islam di Negeri Ini
Dalam perkembangannya,
intelijen diterapkan dan dikembangkan melalui tipu muslihat dan strategi
politik. Cara-cara seperti: penggalangan, rekrutmen, pembinaan, penugasan dan
pembinasaan terus diterapkan, layaknya sebuah mesin kekejaman para penguasa.
Cara-cara seperti itu pernah dipakai BAKIN untuk merekayasa terhadap
kader-kader Masyumi dengan merekayasa adanya kebangkitan “Neo NII”.
Dengan kebijakan politik
kooptasi, konspirasi dan kolaborasi rekayasa intelejen (meliputi galang,
rekrut, bina, tugaskan dan binasakan) diterapkan pada gerakan NII sejak tahun
70-an bahkan berlanjut hingga kini.
Melalui cara kooptasi,
Ali Murtopo kemudian merekrut Danu Moh. Hasan (mantan panglima divisi gerakan
DI-TII). Danu kemudian dikaryakan di lembaga formal Bakin di Jalan Raden Saleh
24 Jakarta Pusat. Para infiltran dan kader intelejen militer juga menyusup ke
dalam gerakan umat Islam Indonesia yang berlangsung sejak Orde Baru di bawah
Soeharto.
Melalui Ali Moertopo, intelijen melakukan gerakan pembusukan dalam tubuh gerakan-gerakan Islam. Maka muncullah kasus “Komando Jihad” (Komji) di Jawa Timur pada tahun 1977. Tahun 1981 BAKIN juga sukses menyusupkan salah satu anggota kehormatan intelnya (berbasis Yon Armed) bernama Najamuddin, ke dalam gerakan Jama’ah Imran yang kemudian lahir kasus “Imran”. Juga kasus-kasus rekayasa kejam intel seperti kasus “Woyla”.
Dalam konsep pertahanan
keamanan (nasional maupun internasional), tugas badan intelijen secara umum
adalah memberikan dukungan penuh kepada negara atau pemerintah untuk
mengumpulkan informasi mengenai strategi musuh. Lembaga ini kemudian bertugas
memberikan laporan mengenai keamanan nasional dan internasional, masalah
sosial, politik, ekonomi, dan militer domestik maupun pihak asing. Baik dengan
menggunakan berbagai teknik atau strategi informasi yang canggih dan kreatif.
Namun sayangnya,
pekerjaan-pekerjaan intelijen sering paralel dengan nafsu penguasa yang hanya
sekedar mempertahankan kekuasaannya. Karenanya, yang berkembang kemudian justru
para petugas intelijen sibuk mengawasi musuh politik penguasa bahkan sibuk
memata-matai rakyatnya sendiri. Meski mereka dibayar negara dari hasil pajak
yang dikumpulkan dari rakyat, tapi untuk kekuasaan dan politik, yang menjadi
lawan politiknya dengan mudah bisa diciduk, bahkan “dilenyapkan”.
Sangat disayangkan,
intelijen di negeri-negeri Islam selalu menakutkan masyarakat, biasa dikenal
dengan mukhâbarât. Institusi ini menjadi tangan kanan penguasa untuk
memata-matai rakyatnya sendiri.
....Intelijen Indonesia atau agen asing seperti CIA kerap
melakukan rekayasa jahatnya untuk mengebiri umat Islam di negeri ini....
Intelijen Indonesia atau
agen asing seperti CIA kerap melakukan rekayasa jahatnya untuk mengebiri umat
Islam di negeri ini. Padahal Nabi tak pernah melibatkan orang-orang yang tidak
bersalah. Apalagi orang tua, wanita atau anak-anak. Ini berbeda dengan gaya
kerja intel melayu yang meniru intel CIA untuk menjerat keluarga atau istri
korban dengan UU Anti-Terorisme.
Bahkan karena bernafsu
memburu korban, intel-intel kita bisa melibatkan apa saja yang pernah dekat
dengan si korban. Termasuk melibatkan teman dekat, kenalan hanya karena
nama-nama kerabatnya ada di nomor HP “si korban”.
Padahal, seorang muslim
yang mencari rahasia-rahasia kaum muslimin kemudian menebarkannya kepada orang
lain, sama halnya dia menampakkan rahasia diri sendiri. Dan barangsiapa
memata-matai rahasia seorang muslim dalam kondisi perang
Di dalam sistem hukum dan
kehidupan Islam, aktivitas tajassus (mata-mata) hanya ditujukan terhadap
negara-negara kafir (dâr al-harb). Bahkan, adanya aktivitas tajassus atau
intelijen yang ditujukan terhadap manuver negara-negara kafir adalah wajib.
Yang merupakan penipuan
mereka terhadap kaum muslimin adalah menampakkan keislaman dan menyatakan di
sisi mereka adalah sebagai mukmin, kemudian memata-matai keadaan kaum muslimin
untuk kepentingan musuh-musuh mereka dari kalangan thaghut, orang kafir dan
lain-lain.
Menurut Imam As-Shabuni
dalam tafsirnya Shafwatut Tafaasiir Juz 3 hal 218, kalimat "walaa
tajassasuu" berarti janganlah mencari-cari aurat (rahasia) kaum muslimin
dan jangan memonitor aib-aib mereka.
Berbeda dengan
intel-intel kita meski kejadiannya sudah dikatakan abad modern. Intel-intel
modern justru berusaha memojokkan orang, kelompok atau organisasi tertentu.
Intel Rasulullah juga tidak akan melakukan rekayasa-rekayasa licik yang
merugikan masa depan orang lain atau kelompok tertentu. Kecuali melalukan
strategi dan taktik di medan perang. Bedanya, intel kita bisa memata-matai
rakyatnya sendiri dan melalukan rekayasa-rekayasa tak terpuji—bahkan
perintahnya justru dari negara lain. Akhirnya, pekerjaan intelijen tak lebih
sekedar mengejar ”Proyek”. Motivasinya hanyalah uang, bukan membela agama.
Oleh: Desastian
Posting Komentar untuk "Rekayasa Neo NII untuk Mengebiri Umat Islam di Negeri Ini"
Sebelumnya kami ucapkan Jazakumullahu Khairan atas tegur sapa antum semua di web Kabeldakwah.com ini.
==> Komentar Anda akan ditanggapi oleh Admin saat Aktif.