Sembunyikan Amalmu - Tidak Terkenal di Bumi Namun Terkenal Di Langit
Al-Imaam Muslim
rahimahullah berkata:
حَدَّثَنَا
عَفَّانُ بْنُ مُسْلِمٍ، حَدَّثَنَا حَمَّادٌ وَهُوَ ابْنُ سَلَمَةَ، عَنْ سَعِيدٍ
الْجُرَيْرِيِّ، بِهَذَا الْإِسْنَادِ، عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ، قَالَ:
إِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ:
إِنَّ خَيْرَ التَّابِعِينَ رَجُلٌ يُقَالُ لَهُ أُوَيْسٌ وَلَهُ وَالِدَةٌ،
وَكَانَ بِهِ بَيَاضٌ فَمُرُوهُ فَلْيَسْتَغْفِرْ لَكُمْ
Telah menceritakan kepada kami ‘Affaan bin
Muslim: Telah menceritakan kepada kami Hammaad bin Salamah, dari Sa’iid
Al-Jurairiy dengan sanad ini, dari ‘Umar bin Al-Khaththaab, ia berkata:
Sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: “Sesungguhnya sebaik-baik tabi’iin adalah seorang laki-laki yang
bernama Uwais. Ia mempunyai ibu, dan ia dulu mempunyai belang putih. Carilah ia, lalu mintalah
ia agar memohonkan ampun kepada kalian” (Shahih Muslim no. 2542).
Ya, dialah Uwais Al-Qaraniy rahimahullah. Seorang yang sempat sejaman dengan Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam, namun belum pernah bertemu dengan beliau shallallaahu
‘alaihi wa sallam. Keutamaan yang dimiliki Uwais salah satunya karena sifatnya yang enggan
dengan kemasyhuran(1). Ia senantiasa menyembunyikan diri dalam ketaatan, hingga
ketika ada orang menemuinya karena mengetahui keutamaan yang disebutkan ‘Umar
dalam hadits di atas, Uwais berkata:
مَا أَنَا
بِمُسْتَغْفِرٍ لَكَ حَتَّى تَجْعَلَ لِي ثَلاثًا، قَالَ: وَمَا هُنَّ؟ قَالَ: لا
تُؤْذِينِي فِيمَا بَقِيَ، وَلا تُخْبِرْ بِمَا قَالَ لَكَ عُمَرُ أَحَدًا مِنَ
النَّاسِ، وَنَسِيَ الثَّالِثَةَ
“Aku tidak akan memintakan ampun (kepada Allah) untukmu hingga engkau memenuhi tiga permintaanku”. Orang itu berkata: “Apakah itu?”. Uwais berkata: “Janganlah engkau menyusahkan aku lagi setelah ini, jangan engkau beritahukan pada seorang pun apa yang telah dikatakan ‘Umar kepadamu, - dan perawi lupa yang ketiga” (Diriwayatkan oleh Al-Haakim, 3/404-405; sanadnya shahih).
Perkataan ‘Umar pada diri
Uwais bukanlah celaan, namun sanjungan (dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa
sallam) – yang dengan sanjungan itu, ia bisa memperoleh fasilitas-fasilitas
dari Khaalifah.(2) Namun, itulah Uwais. Ia lebih senang jika orang-orang tidak
mengenal dirinya selain dari: Uwais, si pemuda dari daerah Qaran.
Menyembunyikan kebaikan
adalah tabiat yang bertentangan dengan tabiat manusia pada umumnya. Dengan
menyembunyikan kebaikan, ketenaran dan sanjungan tidak akan ia dapatkan dari
mulut manusia. Beda halnya jika ia menampakkannya.
Allah ta’ala berfirman
tentang orang yang bershadaqah:
إِنْ تُبْدُوا
الصَّدَقَاتِ فَنِعِمَّا هِيَ وَإِنْ تُخْفُوهَا وَتُؤْتُوهَا الْفُقَرَاءَ فَهُوَ
خَيْرٌ لَكُمْ وَيُكَفِّرُ عَنْكُمْ مِنْ سَيِّئَاتِكُمْ وَاللَّهُ بِمَا
تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
“Jika kamu menampakkan
sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan
kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik
bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu;
dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS. Al-Baqarah: 271).
Ibnu Katsiir rahimahullah berkata:
وقوله: { وَإِنْ
تُخْفُوهَا وَتُؤْتُوهَا الْفُقَرَاءَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكُم } فيه دلالة على أن
إسرار الصدقة أفضل من إظهارها؛ لأنه أبعد عن الرياء، إلا أن يترتب على الإظهار مصلحة
راجحة، من اقتداء الناس به، فيكون أفضل من هذه الحيثية
Dan firman-Nya: ‘Dan jika kamu
menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka
menyembunyikan itu lebih baik bagimu’; padanya terdapat dalil tentang
menyembunyikan shadaqah lebih utama daripada menampakkannya, karena lebih jauh
dari riyaa’. Kecuali jika menampakkannya menimbulkan maslahat yang lebih kuat,
yaitu orang-orang dapat mencontoh perbuatan tersebut, maka ia lebih utama
dengan pertimbangan ini” (Tafsiir Ibni Katsiir, 1/701).
Allah ta’ala memberikan balasan khusus bagi
orang-orang yang bershadaqah secara sembunyi-sembunyi sebagaimana riwayat:
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ بُنْدَارٌ، قَالَ: حَدَّثَنَا يَحْيَى، عَنْ عُبَيْدِ
اللَّهِ، قَالَ: حَدَّثَنِي خُبَيْبُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ حَفْصِ بْنِ
عَاصِمٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ: " سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا
ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ، الْإِمَامُ الْعَادِلُ، وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ رَبِّهِ،
وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ، وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ
اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ، وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ
مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ، فَقَالَ: إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ، وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ أَخْفَى
حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ، وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ
خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ "
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin
Basysyaar Bundaar, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Yahyaa, dari
‘Ubaidullah, ia berkata: Telah menceritakan kepadaku Khubaib bin ‘Abdirrahmaan,
dari Hafsh bin ‘Aashim, dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa
sallam, beliau bersabda: “Ada tujuh golongan yang kelak akan Allah naungi di
bawah naungan-Nya pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya: (1)
imam yang ‘adil; (2) pemuda yang menyibukkan diri beribadah kepada Rabb-Nya;
(3) laki-laki yang hatinya selalu terpaut dengan masjid; (4) dua orang
laki-laki yang saling mencintai karena Allah dimana mereka berkumpul ataupun
berpisah semata-mata karena-Nya; (5) seorang laki-laki yang diajak berzina oleh
seorang wanita yang kaya lagi cantik, lalu laki-laki itu menolak dan berkata:
‘sesungguhnya aku takut kepada Allah’; (6) laki-laki yang bershadaqah secara
sembunyi-sembunyi hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfakkan
oleh tangan kanannya; dan (7) laki-laki yang ingat kepada Allah di saat sunyi
hingga mengalir kedua air matanya” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 660).
Abul-‘Abbaas Al-Qurthubiy rahimahullah berkata:
وقوله: (( ورجل
تصدَّق بصدقة فأخفاها )) ؛ هذه صدقة التطوع في قول ابن عباس وأكثر العلماء . وهو
حضٌّ على الإخلاص في الأعمال ، والتستر بها ، ويستوي في ذلك جميع أعمال البر
التطوعية
“Dan sabda beliau shallallaahu ‘alaihi wa
sallam: ‘Dan laki-laki yang bershadaqah dengan shadaqah yang ia sembunyikan’;
ini adalah shadaqah sunnah menurut pendapat Ibnu ‘Abbaas dan kebanyakan ulama.
Ini adalah anjuran untuk ikhlash dalam beramal dan menyembunyikannya. Hal yang sama berlaku
pada semua amal kebaikan yang bersifat sunnah(3)” (Al-Mufhim, 3/76).
Benar,..... anjuran dan keutamaan bershadaqah
secara sembunyi-sembunyi berlaku pula untuk amal-amal lain yang bersifat
sunnah.
حَدَّثَنَا
الْحَسَنُ بْنُ عَرَفَةَ، حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيل بْنُ عَيَّاشٍ، عَنْ بَحِيرِ
بْنِ سَعْدٍ، عَنْ خَالِدِ بْنِ مَعْدَانَ، عَنْ كَثِيرِ بْنِ مُرَّةَ
الْحَضْرَمِيِّ، عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: " الْجَاهِرُ بِالْقُرْآنِ
كَالْجَاهِرِ بِالصَّدَقَةِ، وَالْمُسِرُّ بِالْقُرْآنِ كَالْمُسِرِّ بِالصَّدَقَةِ "
Telah menceritakan kepada kami Al-Hasan bin
‘Arafah: Telah menceritakan kepada kami Ismaa’iil bin ‘Ayyaasy, dari Bahiir bin
Sa’d, dari Khaald bin Ma’daan, dari Katsiir bin Murrah Al-Hadlramiy, dari
‘Uqbah bin ‘Aamir, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam bersabda: “Orang yang menjaharkan bacaan Al-Qur’an adalah seperti orang
yang menjaharkan (menampakkan) shadaqah. Dan orang yang men-sirr-kan
(melirihkan) bacaan Al-Qur’an adalah seperti orang yang men-sirr-kan (menyembunyikan)
shadaqah” (Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy no. 2919; sanadnya hasan, namun
shahih dengan keseluruhan jalannya).
Tentang hadits ini At-Tirmidziy rahimahullah
berkata:
وَمَعْنَى هَذَا
الْحَدِيثِ أَنَّ الَّذِي يُسِرُّ بِقِرَاءَةِ الْقُرْآنِ أَفْضَلُ مِنْ الَّذِي
يَجْهَرُ بِقِرَاءَةِ الْقُرْآنِ لِأَنَّ صَدَقَةَ السِّرِّ أَفْضَلُ عِنْدَ
أَهْلِ الْعِلْمِ مِنْ صَدَقَةِ الْعَلَانِيَةِ وَإِنَّمَا مَعْنَى هَذَا عِنْدَ
أَهْلِ الْعِلْمِ لِكَيْ يَأْمَنَ الرَّجُلُ مِنْ الْعُجْبِ لِأَنَّ الَّذِي
يُسِرُّ الْعَمَلَ لَا يُخَافُ عَلَيْهِ الْعُجْبُ مَا يُخَافُ عَلَيْهِ مِنْ
عَلَانِيَتِهِ
“Makna hadits ini yaitu bahwa orang yang
melirihkan bacaan Al-Qur’an lebih utama daripada orang yang men-jahr-kan bacaan
Al-Qur’an, karena shadaqah secara sembunyi-sembunyi lebih utama daripada
shadaqah secara terang-terangan menurut para ulama. Makna hadits ini menurut
para ulama hanyalah supaya seseorang dapat aman dari sifat ‘ujub, karena orang
yang menyembunyikan amal tidak dikhawatirkan tertimpa ‘ujub sebagaimana orang
yang beramal secara terang-terangan” (Sunan At-Tirmidziy, 5/41).
Sekarang, mari kita
telusuri beberapa riwayat perkataan dan perbuatan salaf tentang menyembunyikan
amal ketaatan dan penjagaan mereka dari godaan riyaa’.
نا مُحَمَّدُ
بْنُ كَثِيرٍ، قَالَ: أنا شُعْبَةُ، عَنْ إِسْمَاعِيلَ بْنِ أَبِي خَالِدٍ، عَنْ
قَيْسِ بْنِ أَبِي حَازِمٍ، عَنِ الزُّبَيْرِ، قَالَ: مَنِ اسْتَطَاعَ أَنْ
تَكُونَ لَهُ عَمَلٌ خَبِيئَةٌ مِنْ عَمَلٍ صَالِحٍ فَلْيَفْعَلْ، نا مُسَدَّدٌ،
قَالَ: نا يَحْيَى، عَنْ إِسْمَاعِيلَ، قَالَ: ني قَيْسٌ، قَالَ: سَمِعْتُ
الزُّبَيْرَ بْنَ
الْعَوَّامِ، يَقُولُ مِثْلَهُ
Telah mengkhabarkan kepada kami Muhammad bin
Katsiir, ia berkata Telah memberitakan kepada kami Syu’bah, dari Ismaa’iil bin
Abi Khaalid, dari Qais bin Abi Haazim, dari Az-Zubair (bin Al-‘Awwaam), ia
berkata: “Barangsiapa di antara kalian yang mampu menyembunyikan amal
shalihnya, hendaklah ia lakukan”.
Telah mengkhabarkan kepada kami Musaddad, ia
berkata: Telah mengkhabarkan kepada kami Yahyaa, dari Ismaa’iil,ia berkata:
Telah mengkhabarkan kepadaku Qais, ia berkata: Aku mendengar Az-Zubair bin
Al-‘Awwaam berkata semisalnya (Diriwayatkan oleh Abu Daawud dalam Az-Zuhd no.
119-120; sanadnya shahih).(4)
حَدَّثَنَا
ابْنُ عُيَيْنَةَ، عَنْ أَبِي حَازِمٍ، قَالَ: " اكْتُمْ حَسَنَاتِك أَكْثَرَ
مِمَّا تَكْتُمُ سَيِّئَاتِكَ "
Telah menceritakan kepada kami Ibnu ‘Uyainah,
dari Abu Haazim, ia berkata: “Sembunyikanlah kebaikan-kebaikanmu lebih banyak
daripada engkau sembunyikan kejelekan-kejelekanmu” (Diriwayatkan Ibnu Abi
Syaibah 13/520 no. 36424; sanadnya shahih).
حَدَّثَنَا
عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ صَالِحٍ، حَدَّثَنَا الْحُسَيْنُ بْنُ عَلِيٍّ
الْجُعْفِيُّ، عَنْ مَعْقِلِ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ الْجَزَرِيِّ، قَالَ: "
كَانَتِ الْعُلَمَاءُ إِذَا الْتَقَوْا تَوَاصَوْا بِهَذِهِ الْكَلِمَاتِ، وَإِذَا
غَابُوا كَتَبَ بِهَا بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ أَنَّهُ: مَنْ أَصْلَحَ سَرِيرَتَهُ
أَصْلَحَ اللَّهُ عَلانِيَتَهُ، وَمَنْ أَصْلَحَ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ اللَّهِ
كَفَاهُ اللَّهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ النَّاسِ، وَمَنِ اهْتَمَّ بِأَمْرِ
آخِرَتِهِ كَفَاهُ اللَّهُ أَمْرَ دُنْيَاهُ
"
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrahmaan
bin Shaalih: Telah menceritakan kepada kami Al-Husain bin ‘Aliy Al-Ju’fiy, dari
Ma’qil bin ‘Ubaidillah Al-Jazariy, ia berkata: “Para ulama dulu apabila bertemu
saling menasihati dengan kalimat-kalimat ini, dan apabila mereka
pergi/berpisah, sebagian dari mereka menuliskan kepada sebagian yang lain:
‘Barangsiapa yang memperbaiki hal-hal yang tersembunyi dari dirinya, niscaya
Allah akan memperbaiki hal-hal yang hal-hal yang nampak dari dirinya. Barangsiapa yang
memperbaiki urusan antara dirinya dengan Allah, niscaya akan Allah cukupkan
urusan yang terjadi antara dirinya dengan manusia. Dan barangsiapa yang
memperhatikan urusan akhiratnya, niscaya akan Allah cukupkan urusan dunianya” (Diriwayatkan
oleh Ibnu Abid-Dunyaa dalam Al-Ikhlaash wan-Niyyah no. 25; sanadnya hasan).
أَخْبَرَنَا
عَارِمُ بْنُ الْفَضْلِ، قَالَ: حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ، قَالَ: قَالَ
أَيُّوبُ: " لأَنْ يَسْتُرَ الرَّجُلُ زُهْدَهُ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ
يُظْهِرَهُ "
Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Aarim bin
Al-Fadhl, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Hammaad bin Zaid, ia
berkata: Telah berkata Ayyuub (As-Sukhtiyaaniy): “Seandainya seseorang
menyembunyikan/menutupi kezuhudannya, maka itu lebih baik baginya daripada
menampakkannya” (Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’d dalam Ath-Thabaqaat, 7/128; para
perawinya tsiqaat).
حَدَّثَنَا
عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ الْجُشَمِيُّ، حَدَّثَنَا جَعْفَرٌ، عَنْ أَبِي
التَّيَّاحِ قَالَ: " إِنْ كَانَ الرَّجُلُ يَتَعَبَّدُ عِشْرِينَ سَنَةً
وَمَا يَعْلَمُ بِهِ جَارُهُ "
Telah menceritakan kepada kami ‘Ubaidullah bin
‘Umar Al-Jusyamiy: Telah menceritakan kepada kami Abut-Tayyaah, ia berkata:
“Sesungguhnya dulu ada seorang laki-laki yang beribadah selama duapuluh tahun
tanpa diketahui oleh tetangganya” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abid-Dun-yaa dalam
Al-Ikhlaash wan-Niyyah no. 37; sanadnya hasan).
أَخْبَرَنَا
إِسْمَاعِيلُ بْنُ عَيَّاشٍ، قَالَ: حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ زِيَادٍ، قَالَ:
رَأَيْتُ أَبَا أُمَامَةَ " أَتَى عَلَى رَجُلٍ فِي الْمَسْجِدِ وَهُوَ
سَاجِدٌ يَبْكِي فِي سُجُودِهِ، وَيَدْعُو رَبَّهُ، فَقَالَ أَبُو أُمَامَةَ:
أَنْتَ، أَنْتَ، لَوْ كَانَ هَذَا فِي بَيْتِكَ
"
Telah mengkhabarkan kepada kami Ismaa’iil bin
‘Ayyaasy, ia berkata: Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Ziyaad, ia
berkata: Aku pernah melihat Abu Umaamah mendatangi seorang laki-laki di masjid
yang sedang menangis dalam sujudnya dan berdoa kepada Rabbnya. Maka Abu Umaamah
berkata: “Engkau, engkau, seandainya perbuatanmu ini engkau lakukan di rumahmu”
(Diriwayatkan oleh Ibnul-Mubaarak dalam Az-Zuhd no. 156; sanadnya hasan).
أَخْبَرَنَا
طَلْحَةُ بْنُ أَبِي سَعِيدٍ، عَنْ خَالِدِ بْنِ مُهَاجِرٍ، قَالَ: سَمِعْتُ
الْقَاسِمَ بْنَ مُحَمَّدٍ، يَقُولُ: " إِنَّ الصَّلاةَ النَّافِلَةَ
تَفْضُلُ فِي السِّرِّ عَلَى الْعَلانِيَةِ، كَفَضْلِ الْفَرِيضَةِ فِي
الْجَمَاعَةِ "
Telah mengkhabarkan kepada kami Thalhah bin
Abi Sa’iid, dari Khaalid bin Muhaajir, ia berkata: Aku mendengar Al-Qaasim bin
Muhammad berkata: “Sesungguhnya shalat sunnah secara tersembunyi lebih utama
dibandingan secara terang-terangan, seperti keutamaan shalat wajib berjama’ah
(dibandingkan sendirian)” (Diriwayatkan oleh Ibnul-Mubaarak dalam Az-Zuhd no.
151; sanadnya hasan).
حدثنا خالد بن
خداش وعبيد الله بن عمر قالا: حدثنا حماد بن زيد، عن يونس، عن الحسن قال: إن كان
رجل ليكون عنده الزور فيصلي الصلاة الطويلة أو الكثيرة من الليل ما يعلم بها زوره
Telah menceritakan kepada kami Khaalid bin
Khidaasy dan ‘Ubaidullah bin ‘Umar, mereka berdua berkata: Telah menceritakan
kepada kami Hammaad bin Zaid, dari Yuunus, dari Al-Hasan, ia berkata:
“Sesungguhnya dulu ada seorang laki-laki didatangi tamu. Lalu laki-laki
tersebut melakukan shalat yang panjang atau banyak pada waktu malam tanpa
diketahui oleh tamunya itu” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abid-Dun-yaa dalam
Al-Ikhlaash wan-Niyyah no. 45; dengan sanad shahih).
حَدَّثَنَا
زَيْدُ بْنُ أَخْزَمَ، قَالَ: سَمِعْتُ سُلَيْمَانَ بْنَ حَرْبٍ، عَنْ حَمَّادِ
بْنِ زَيْدٍ، قَالَ: كَانَ أَيُّوبُ فِي مَجْلِسٍ، فَجَاءَتْهُ عَبْرَةٌ، فَجَعَلَ
يَمْتَخِطُ، فَيَقُولُ: " مَا أَشَدَّ الزُّكَامَ
"
Telah menceritakan kepada kami Zaid bin Akhzam,
ia berkata: Aku mendengar Sulaimaan bin Harb, dari Hammaad bin Zaid, ia berkata:
Ayyuub pernah berada dalam satu majelis. Lalu ada sesuatu yang membuatnya
menangis, kemudian ia membuang ingus dan berkata: “Sungguh berat pilek ini” (Diriwayatkan
oleh Ibnu Ja’d dalam Musnad-nya no. 1246; sanadnya shahih).
حدثني أحمد بن
إبراهيم، حدثني أبو محمد، يعني عبد الله بن عيسى قال: أخبرني أبي قال: كَانَ
حَسَّانُ بْنُ أَبِي سِنَانٍ يَحْضُرُ مَسْجِدَ مَالِكِ بْنِ دِينَارٍ فَإِذَا
تَكَلَّمَ مَالِكٌ بَكَى حَسَّانُ حَتَّى يَسِيلَ مَا بَيْنَ يَدَيْهِ لا يُسْمَعُ
لَهُ صَوْتٌ
Telah menceritakan kepadaku Ahmad bin
Ibraahiim: Telah menceritakan kepadaku Abu Muhammad ‘Abdullah bin ‘Iisaa, ia
berkata: Telah mengkhabarkan kepadaku ayahku, ia berkata: “Hassaan bin Abi
Sinaan biasa menghadiri masjid Maalik bin Diinaar. Apabila Maalik berbicara,
Hassaan menangis hingga air matanya mengalir tanpa terdengar suara darinya” (Diriwayatkan
oleh Ibnu Abid-Dunyaa dalam Al-Ikhlaash wan-Niyyah no. 48; dengan sanad shahih).
حَدَّثَنَا الْحَسَنُ
بْنُ يَحْيَى، قَالَ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، عَنْ مَعْمَرٍ، قَالَ: بَكَى
رَجُلٌ إِلَى جَنْبِ الْحَسَنِ، فَقَالَ: " قَدْ كَانَ أَحَدُهُمْ يَبْكِي
إِلَى جَنْبِ صَاحِبِهِ فَمَا يَعْلَمُ بِهِ
"
Telah menceritakan kepada kami Al-Hasan bin
Yahyaa, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrazzaaq, dari Ma’mar,
ia berkata: Ada seseorang yang menangis di sebelah Al-Hasan (Al-Bashriy), lalu
Al-Hasan berkata: “Sungguh, salah seorang di antara mereka menangis di sebelah
shahabatnya tanpa diketahui olehnya” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abid-Dun-yaa dalam
Al-Ikhlaash wan-Niyyah no. 35; dengan sanad hasan).
وَقَالَ ابْنُ
عَدِيٍّ: صَامَ دَاوُدُ بْنُ أَبِي هِنْدٍ أَرْبَعِينَ سَنَةً لَا يَعْلَمُ بِهِ
أَهْلُهُ، كَانَ خَرَّازًا يَحْمِلُ غَدَاهُ مِنْ عِنْدِهِمْ فَيَتَصَدَّقُ بِهِ
فِي الطَّرِيقِ وَيَرْجِعُ عَشِيًّا فَيُفْطِرُ مَعَهُمْ.
Telah berkata Ibnu ‘Adiy: “Daawud bin Abi Hind
berpuasa sunnah selama empatpuluh tahun tanpa diketahui oleh istrinya. Ia
adalah seorang tukang kayu yang senantiasa membawa bekal untuk makan siang yang
dibawakan oleh keluarganya. Bekal tersebut ia shadaqahkan di tengah jalan, dan
ia kembali pulang pada sore harinya dan berbuka makan bersama mereka
(keluarganya)” (Dibawakan oleh Ismaa’iil bin Muhammad Al-Ashbahaaniy dalam
Siyarus-Salafish-Shaalihiin, 3/756).
قال مغيرة: كان
لشريح بيت يخلو فيه يوم الجمعة، لا يدري الناس ما يصنع فيه
Al-Mughiirah berkata: “Dulu Syuraih mempunyai
rumah yang ia pergunakan untuk menyendiri beribadah pada hari Jum’at.
Orang-orang tidak mengetahui apa yang ia lakukan di dalamnya” (Dibawakan oleh
Adz-Dzahabiy dalam Siyaru A’laamin-Nubalaa’, 4/105).
أَخْبَرَنَا
ابْنُ عَوْنٍ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ، قَالَ: " إِنْ كَانُوا لَيْكَرَهُونَ إِذَا
اجْتَمَعُوا أَنْ يُخْرِجَ الرَّجُلُ أَحْسَنَ حَدِيثِهِ، أَوْ أَحْسَنَ مَا عِنْدَهُ "
Telah mengkhabarkan kepada kami Ibnu ‘Aun,
dari Ibraahiim (An-Nakha’iy), ia berkata: “Apabila berkumpul, mereka membenci
jika ada seorang laki-laki mengeluarkan perkataan yang paling baik yang
dimilikinya atau sesuatu yang paling baik yang dimilikinya” (Diriwayatkan oleh
Ibnul-Mubaarak dalam Az-Zuhd hal. 81 no. 139; sanadnya shahih).
حَدَّثَنَا
يُونُسُ بْنُ عَبْدِ الأَعْلَى، قَالَ: قَالَ لِي خَالِدُ بْنُ نِزَارٍ، عَنْ
سُفْيَانَ: " الشَّهْوَةُ الْخَفِيَّةُ، الَّذِي يُحِبُّ أَنْ يُحْمَدَ عَلَى
الْبِرِّ "
Telah menceritakan kepada kami Yuunus bin
‘Abdil-A’laa, ia berkata: Telah berkata kepadaku Khaalid bin Nizaar, dari
Sufyaan (bin ‘Uyainah), ia berkata: “Syahwat tersembunyi adalah orang yang
senang dipuji atas kebaikan yang dilakukannya” (Diriwayatkan oleh Ath-Thabariy
dalam Tahdziibul-Aatsaar no. 1143; sanadnya hasan).
Dan saya tutup artikel
kecil ini dengan riwayat:
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ عَمْرِو بْنِ مُرَّةَ،
حَدَّثَنَا رَجُلٌ فِي بَيْتِ أَبِي عُبَيْدَةَ، أَنَّهُ سَمِعَ عَبْدَ اللَّهِ
بْنَ عَمْرٍو، يُحَدِّثُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: " مَنْ سَمَّعَ النَّاسَ
بِعَمَلِهِ، سَمَّعَ اللَّهُ بِهِ سَامِعَ خَلْقِهِ، وَصَغَّرَهُ وَحَقَّرَهُ
"، قَالَ: فَذَرَفَتْ عَيْنَا عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin
Ja’far: Telah menceritakan kepada kami Syu’bah, dari Amru bin Murrah: Telah
menceritakan kepada kami seorang laki-laki di rumah Abu ‘Ubaidah, bahwasannya
ia mendengar ‘Abdullah bin ‘Amru menceritakan hadits kepada Ibnu ‘Umar, ia
berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Barangsiapa yang memperdengarkan amalnya kepada manusia, niscaya Allah akan
perdengarkan amal tersebut kepada makhluk-Nya yang dapat mendengar. Dan Allah
pun akan merendahkan dan meremehkannya”. Laki-laki itu berkata: “(Mendengar
itu), menangislah mata ‘Abdullah (bin ‘Umar)” (Diriwayatkan oleh Ahmad 2/195;
dinyatakan shahih oleh Ahmad Syaakir dan Al-Arna’uth).
Kita lebih layak untuk menangis dibandingkan
Ibnu ‘Umar radliyallaahu ‘anhuma......
Semoga ada manfaatnya.
Wallaahu a’lam.
Oleh: Abul Jauzaa' Dony Arif Wibowo
Footnote:
(1) Dan juga sikap
berbaktinya kepada ibunya.
(2) Seperti katebelece
yang akan diberikan ‘Umar bin Al-Khaththaab saat Uwais akan pergi ke Kuufah:
ألا أكتب لك إلى
عاملها
“Maukah aku tuliskan
sesuatu untukmu kepada Gubernur di sana (agar ia memudahkan urusanmu)?”.
Namun, Uwais menolak
tawaran ini.
(3) Adapun amalan-amalan
yang bersifat wajib, maka lebih utama dilakukan secara terang-terangan.
(4) Diriwayatkan juga secara marfuu’. Namun
yang shahih adalah mauquuf sebagaimana dikatakan oleh Ad-Daaruquthniy dalam
Al-‘Ilal no. 540.
Posting Komentar untuk "Sembunyikan Amalmu - Tidak Terkenal di Bumi Namun Terkenal Di Langit"
Sebelumnya kami ucapkan Jazakumullahu Khairan atas tegur sapa antum semua di web Kabeldakwah.com ini.
==> Komentar Anda akan ditanggapi oleh Admin saat Aktif.