Tarian Sufi Yang Di Anggap Syariat Oleh Para Pengikutnya
Tarian, selain merupakan budaya
orang Keraton, juga merupakan budaya orang-orang Shufiy(1). Dalam hal taste
seni geraknya, orang-orang Shufiy tidak kalah dengan para maestro tari
Indonesia seperti: Didik Nini Thowok, Enoch Atmadibrata, Mimi Rasinah,
Indrawati Lukman, Gusmiati Suid, dan yang lainnya. Meski mempunyai beberapa
kesamaan, tentu saja ada perbedaannya. Bagi Didik Nini Thowok cs., menari dan
menciptakan tari mereka lakukan dengan alasan hobi, menjaga warisan budaya, dan
pekerjaan; sedangkan orang Shufiy melakukannya dengan alasan ibadah.
Dikarenakan alasan tersebut, tentu orang-orang Shufiy punya dalil yang
tersimpan di saku mereka, satu hal yang tidak dipunyai Didik Nini Thowok cs.
‘Sayangnya’, ketika hari Tari Sedunia tanggal 29 April 2012 tempo hari,
orang-orang Shufiy tidak bergabung dengan orang-orang ISI (Institut Seni
Indonesia) di Solo untuk unjuk kebolehan di depan publik.
Anyway, artikel kecil ini
tidak akan membahas lebih lanjut tentang tarian, karena saya pribadi (sangat)
tidak suka dan tidak pandai untuk menari. Artikel ini hanyalah akan menyinggung
dalil orang Shufiy yang katanya bisa dipakai sebagai dasar legalisasi praktek
tarian mereka. Katanya, ada dua riwayat dalam hal ini, yaitu (sekaligus akan
saya berikan komentar singkat tentangnya):
1. Hadits Anas bin Maalik radliyallaahu ‘anhu.
Al-Imaam Ahmad bin Hanbal
rahimahullah berkata:
حَدَّثَنَا
عَبْدُ الصَّمَدِ، قَالَ: حَدَّثَنَا حَمَّادٌ، عَنْ ثَابِتٍ، عَنْ أَنَسٍ قَالَ:
كَانَتْ الْحَبَشَةُ يَزْفِنُونَ بَيْنَ يَدَيْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَيَرْقُصُونَ، وَيَقُولُونَ: مُحَمَّدٌ عَبْدٌ صَالِحٌ،
فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " مَا يَقُولُونَ؟
" قَالُوا: يَقُولُونَ مُحَمَّدٌ عَبْدٌ صَالِحٌ
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdush-Shamad, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Hammaad (bin Salamah), dari Tsaabit (Al-Bunaaniy), dari Anas, ia berkata: “Orang-orang Habasyah bermain-main dan menari-nari di hadapan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Mereka berkata: “Muhammad adalah hamba yang shaalih”. Maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Apa yang mereka katakan?”. Mereka (para shahabat) berkata: “Orang-orang Habasyah berkata: ‘Muhammad adalah hamba yang shaalih” (Diriwayatkan oleh Ahmad, 3/152).
Al-Arna’uth berkata:
“Sanadnya shahih sesuai syarat Muslim” (20/17).
Komentar:
Hadits tersebut juga
diriwayatkan oleh Adl-Dliyaa’ dalam Al-Mukhtarah no. 1680 dari jalan Ahmad bin
Hanbal.
‘Abdush-Shamad mempunyai
mutaba’ah dari:
a. Hudbah bin Khaalid;
sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Hibbaan no. 5780 dengan sanad shahih.
b. Abu Salamah (Manshuur
bin Salamah Al-Khuzaa’iy); sebagaimana diriwayatkan oleh Muhammad bin Ishaaq
As-Sarraaj dalam Hadiits-nya no. 1765, dan dari jalannya Adl-Dliyaa’ dalam
Al-Mukhtarah no. 1681, dengan sanad shahih.
As-Sindiy rahimahullah mengatakan bahwa makna
yazfinuun (يَزْفِنُونَ) adalah:
كيضرب، أي:
يرقصون بالسلاح
“Seperti menghentakkan (mengacung-acungkan),
yaitu menari/melompat-lompat dengan senjata” (Ta’liiq Al-Arna’uth terhadap
Musnad Al-Imaam Ahmad, 20/17).
Hudbah (tsiqah) dan Abu Salamah (tsiqah,
tsabt, lagi haafidh) membawakan dengan lafadh:
عَنْ أَنَسِ
بْنِ مَالِكٍ أَنَّ الْحَبَشَةَ كَانُوا يَزْفِنُونَ بَيْنَ يَدَيْ رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَيَتَكَلَّمُونَ بِكَلامٍ لا
يَفْهَمْهُ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " مَا
يَقُولُونَ "؟ قَالُوا: مُحَمَّدٌ عَبْدٌ صَالِحٌ
Dari Anas bin Maalik: Bahwasannya orang-orang
Habasyah bermain-main/menari di hadapan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam dan mengucapkan perkataan yang tidak beliau pahami. Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam bersabda: “Apa yang mereka katakan”. Mereka (para shahabat)
menjawab: “Muhammad adalah hamba yang shaalih” (lafadh milik Ibnu Hibbaan).
Apakah riwayat di atas
pas dijadikan dalil orang-orang Shufiy untuk melegalkan tarian mereka?
Tentu saja tidak.
Untuk memperoleh gambaran
apa yang dilakukan oleh orang Habasyah tadi, kita perlu melihat riwayat-riwayat
lain yang berkenaan dengan peristiwa tersebut.
حَدَّثَنَا
زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ، حَدَّثَنَا جَرِيرٌ، عَنْ هِشَامٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ
عَائِشَةَ، قَالَتْ: " جَاءَ حَبَشٌ يَزْفِنُونَ فِي يَوْمِ عِيدٍ فِي
الْمَسْجِدِ، فَدَعَانِي النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَوَضَعْتُ
رَأْسِي عَلَى مَنْكِبِهِ، فَجَعَلْتُ أَنْظُرُ إِلَى لَعِبِهِمْ، حَتَّى كُنْتُ
أَنَا الَّتِي أَنْصَرِفُ عَنِ النَّظَرِ إِلَيْهِمْ
"
Telah menceritakan kepada kami Zuhair bin Harb:
Telah menceritakan kepada kami Jariir,dari Hisyaam, dari ayahnya, dari
‘Aaisyah, ia berkata: “Orang-orang Habasyah sedang bermain-main/menari-nari
(yazfinuun) pada hari ‘Ied di masjid. Lalu Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam
memanggilku, lalu aku letakkan kepalaku di atas pundak beliau untuk melihat
permainan mereka, hingga aku sendiri yang berhenti dan berpaling melihat
mereka” (Diriwayatkan oleh Muslim no. 892).
حَدَّثَنَا
عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدٍ، حَدَّثَنَا هِشَامٌ، أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ، عَنْ
الزُّهْرِيِّ، عَنْ عُرْوَةَ، عَنْ عَائِشَةَ، قَالَتْ: " كَانَ الْحَبَشُ
يَلْعَبُونَ بِحِرَابِهِمْ، فَسَتَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ وَأَنَا أَنْظُرُ، فَمَا زِلْتُ أَنْظُرُ
......
Telah menceritakan kepada ‘Abdullah bin
Muhammad: Telah menceritakan kepada kami Hisyaam: Telah menceritakan kepada
kami Ma’mar, dari Az-Zuhriy, dari ‘Urwah, dari ‘Aaisyah, ia berkata:
“Orang-orang Haabsyah pernah bermain-main dengan tombak mereka. Lalu Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam menutupiku agar aku dapat melihat mereka.....” (Diriwayatkan
oleh Al-Bukhaariy no. 5190).
Jadi, kita ketahui bahwa yang dilakukan oleh
orang-orang Habasyah itu adalah bermain perang-perangan dengan senjata mereka
di masjid. Dari sini An-Nawawiy rahimahullah berkata:
فِيهِ جَوَاز
اللَّعِب بِالسِّلَاحِ وَنَحْوه مِنْ آلَات الْحَرْب فِي الْمَسْجِد, وَيَلْتَحِق
بِهِ فِي مَا مَعْنَاهُ مِنْ الْأَسْبَاب الْمُعِينَة عَلَى الْجِهَاد وَأَنْوَاع
الْبِرّ
“Dan hadits tersebut
terdapat dalil bolehnya permainan dengan senjata atau yang semisalnya dari
alat-alat peperangan di masjid. Dan melekat padanya apa-apa yang terdapat dalam
maknanya dari segala sebab yang membantu pelaksanaan jihad dan berbegai jenis
kebaikan” (Syarh Shahiih Muslim – lihat:
http://www.iid-alraid.de/Hadeethlib/Books/22/sharh109.htm).
Ibnu Hajar rahimahullah berkata:
وَاسْتَدَلَّ
قَوْم مِنْ الصُّوفِيَّة بِحَدِيثِ الْبَاب عَلَى جَوَاز الرَّقْص وَسَمَاع آلَات
الْمَلَاهِي ، وَطَعَنَ فِيهِ الْجُمْهُور بِاخْتِلَافِ الْمَقْصِدَيْنِ ، فَإِنَّ
لَعِب الْحَبَشَة بِحِرَابِهِمْ كَانَ لِلتَّمْرِينِ عَلَى الْحَرْب فَلَا
يُحْتَجّ بِهِ لِلرَّقْصِ فِي اللَّهْو ، وَاللَّهُ أَعْلَمُ.
“Sekelompok orang dari
kalangan shufiyyah berdalil dengan hadits dalam bab ini (yaitu hadits tentang
orang-orang Habasyah) atas bolehnya menari/berjoget dan mendengarkan alat
musik. Dan jumhur ulama mencelanya karena itu adalah dua hal tersebut berbeda
tujuannya. Permainan orang-orang Habasyah dengan tombak mereka adalah untuk
latihan/persiapan perang, tanpa bertujuan dengannya bermain
menari-nari/berjoget” (Fathul-Baariy, 6/553).
Intinya, di situ tidak
ada dalil atau pentunjuk legalitas tarian Shufiy.
2. Hadits ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu
‘anhu.
Al-Imaam Ahmad rahimahullah berkata:
حَدَّثَنَا
أَسْوَدُ يَعْنِي ابْنَ عَامِرٍ، أخبرنا إِسْرَائِيلُ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ، عَنْ
هَانِئِ بْنِ هَانِئٍ، عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: أَتَيْتُ
النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنا، وَجَعْفَرٌ، وَزَيْدٌ، قَالَ:
فَقَالَ لِزَيْدٍ: " أَنْتَ مَوْلَايَ "، فَحَجَلَ، قَالَ: وَقَالَ
لِجَعْفَرٍ: " أَنْتَ أَشْبَهْتَ خَلْقِي وَخُلُقِي "، قَالَ: فَحَجَلَ
وَرَاءَ زَيْدٍ، قَالَ: وَقَالَ لِي: " أَنْتَ مِنِّي، وَأَنَا مِنْكَ
"، قَالَ: فَحَجَلْتُ وَرَاءَ جَعْفَرٍ
Telah menceritakan kepada kami Aswad bin
‘Aamir: Telah mengkhabarkan kepada kami Israaiil, dari Abu Ishaaq, dari Haani’
bin Haani’, dari ‘Aliy radliyallaahu ‘anhu, ia berkata: Aku, Ja’far, dan Zaid
mendatangi Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa
sallam berkata kepada Zaid: “Engkau adalah maulaku”. Lalu Zaid pun
melompat-lompat karena gembira. Beliau berkata kepada Ja’far: “Engkau mirip
denganku dan akhlaqku”. Maka ia (Ja’far) pun melompat-lompat di belakang Zaid.
Dan beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadaku: “Engkau bagian
dariku dan aku bagian darimu”. Lalu akupun melompat-lompat di belakang Ja’far (Diriwayatkan
oleh Ahmad, 1/108).
Komentar:
Hadits itu juga
diriwayatkan oleh Al-Bazzaar dalam Al-Bahr no. 744, Al-Baihaqiy dalam Al-Kubraa
10/226 dan dalam Al-Aadaab no. 921 dari jalan Israaiil.
Al-Arna’uth berkata:
إسناده ضعيف
هانئ بن هانئ تقدم الكلام فيه رقم ٧٦٩ ومثله لا يحتمل التفرد ولفظ الحجل في الحديث
منكر غريب
“Sanadnya lemah. Haani’ bin Haani’, telah
berlalu pembicaraan tentangnya di hadits no. 769. Perawi semisal dirinya
tidak diterima tafarrud-nya. Dan lafadh al-hajl (melompat) dalam hadits ini
munkar ghariib” (2/213-214).
Ketika memberikan catatan
kaki untuk hadits no. 769, Al-Arna’uth menjelaskan komentar para ulama tentang
Haani’ bin Haani’. Berikut akan saya tuliskan keterangan tentangnya:
An-Nasaa’iy berkata:
“Tidak mengapa dengannya”. Ibnu Hibbaan menyebutkannya dalam Ats-Tsiqaat. Ibnu
Sa’d berkata: “Ia bertasyayyu’, munkarul-hadiits”. Ibnul-Madiiniy berkata:
“Majhuul”. Asy-Syaafi’iy berkata: “Haani’ bin Haani’, tidak diketahui. Para
ahli hadits tidak memakai haditsnya karena jahaalatul-haal-nya dirinya”.
Al-Baihaqiy berkata: “Haani’ bin Haani’ sangat tidak dikenal”. Al-‘Ijliy
berkata: “Tsiqah” (lihat: Tahdziibul-Kamaal, 30/145 dengan catatan
muhaqqiq-nya; dan Ma’rifatuts-Tsiqaat 2/325 no. 1883).
Tautsiq An-Nasaa’iy, Ibnu
Hibbaan, dan ‘Ijliy belum kuat untuk mengangkat haditsnya, karena keberadaan
jarh Ibnu Sa’d, Ibnul-Madiiniy, dan Asy-Syaafi’iy. Ia hanya diketahui
meriwayatkan hadits dari ‘Aliy, dan darinya Abu Ishaaq As-Sabii’iy.
Al-Bazzaar rahimahullah berkata:
وَهَذَا
الْحَدِيثُ لا نَعْلَمُ أَحَدًا رَوَاهُ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلا عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
بِهَذَا الإِسْنَاد
“Hadits ini tidak aku ketahui seorang pun yang
meriwayatkan dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, kecuali ‘Aliy bin
Abi Thaalib dengan sanad ini” (Al-Bahr, no. 744).
Al-Baihaqiy rahimahullah telah mengisyaratkan
ketidakvalidan riwayat ini dengan perkataannya:
هَانِئُ بْنُ
هَانِئٍ لَيْسَ بِالْمَعْرُوفِ جِدًّا، وَفِي هَذَا إِنْ صَحَّ دَلالَةٌ عَلَى
جَوَازِ الْحَجْلِ، وَهُوَ أَنْ يَرْفَعَ رِجْلا، وَيَقْفِزَ عَلَى الأُخْرَى مِنَ
الْفَرَحِ، فَالرَّقْصُ الَّذِي يَكُونُ عَلَى مِثَالِهِ يَكُونُ مِثْلَهُ فِي
الْجَوَازِ، وَاللَّهُ أَعْلَمُ
“Haani' bin Haani'
sangatlah tidak dikenal. Dalam hadits ini, seandainya shahih(2), terdapat dalil
diperbolehkannya Hajl, yaitu mengangkat kaki dan melompati kaki yang lain
karena gembira. Dan raqsh dan yang semisalnya juga diperbolehkan. Wallaahu
a'lam” (selesai).
Ada jalan riwayat lain
yang dibawakan Ibnu Sa’d dalam Ath-Thabaqaat (4/336) dengan sanad:
أَخْبَرَنَا
الْفَضْلُ بْنُ دُكَيْنٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ غِيَاثٍ، عَنْ جَعْفَرِ
بْنِ مُحَمَّدٍ، عَنْ أَبِيهِ،
Telah mengkhabarkan kepada kami Al-Fadhl bin Dukain,
ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Hafsh bin Ghiyaats, dari Ja’far bin
Muhammad, dari ayahnya (Muhammad bin ‘Aliy bin Al-Husain bin ‘Aliy bin Abi
Thaalib): “.... (al-hadits)....”. (selesai).
Para perawinya tsiqaat, hanya saja mursal.
Muhammad bin ‘Aliy bin Al-Husain bin ‘Aliy bin Abi Thaalib tidak pernah bertemu
dengan kakeknya (‘Aliy bin Abi Thaalib).
Ada jalan riwayat lain yang panjang dibawakan
Al-Baihaqiy dalam Dalaailun-Nubuwwah (4/339) dengan sanad sebagai berikut:
أَخْبَرَنَا
أَبُو عَبْدِ اللَّهِ الْحَافِظُ، قَالَ: أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَحْمَدَ
بْنِ إِسْحَاقَ، قَالَ: حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ الْجَهْمِ بْنِ مَصْعَلَةَ،
قَالَ: حَدَّثَنَا الْحُسَيْنُ بْنُ الْفَرَجِ، قَالَ: حَدَّثَنَا الْوَاقِدِيُّ،
قَالَ: حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي حَبِيبَةَ، عَنْ دَاوُدَ بْنِ الْحُصَيْنِ، عَنْ
عِكْرِمَةَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ،
Telah mengkhabarkan kepada kami Abu ‘Abdillah
Al-Haafidh, ia berkata: Telah mengkhabarkan kepada kami Muhammad bin Ahmad bin
Ishaaq, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Al-Hasan bin Al-Jahm bin
Mashla’ah, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Al-Husain bin Al-Farj, ia
berkata: Telah menceritakan kepada kami Al-Waaqidiy, ia berkata: Telah
menceritakan kepada kami Ibnu Abi Habiibah, dari Daawud bin Hushain, dari ‘Ikrimah,
dari Ibnu ‘Abbaas: .....(al-hadits).... (selesai).
Ibnu Sa’d juga meriwayatkan dari jalan
Al-Waaqidiy (Ath-Thabaqaat, 8/326).
Riwayat ini sangat lemah
terutama dengan sebab Al-Husain bin Farj dan Al-Waaqidiy. Keduanya adalah
perawi matruuk.
Ada juga riwayat lain
yang panjang dibawakan Al-Baihaqiy dalam Al-Kubraa (8/6) dengan sanad:
أَخْبَرَنَا
أَبُو الْحُسَيْنِ بْنُ بِشْرَانَ الْعَدْلُ، بِبَغْدَادَ، أنبأ أَبُو الْحَسَنِ
عَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدٍ الْمِصْرِيُّ، ثنا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ أَبِي
مَرْيَمَ، ثنا أَسَدُ بْنُ مُوسَى، ثنا يَحْيَى بْنُ زَكَرِيَّا بْنِ أَبِي
زَائِدَةَ، حدَّثَنِي أَبِي، وَغَيْرُهُ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ, قَالَ أَبُو
إِسْحَاقَ: وَحَدَّثَنِي هَانِئُ بْنُ هَانِئٍ، وَهُبَيْرَةُ بْنُ يَرِيمَ، عَنْ
عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ.......
Telah mengkhabarkan kepada kami Abul-Husain
bin Bisyraan Al-‘Adl di Baghdaad: Telah memberitakan kepada kami Abul-Hasan
‘Aliy bin Muhammad Al-Mishriy: Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin
Muhammad bin Abi Maryam: Telah menceritakan kepada kami Asad bin Muusaa: Telah
menceritakan kepada kami Yahyaa bin Zakariyyaa bin Abi Zaaidah: Telah
menceritakan kepadaku ayahku dan yang lainnya, dari Abu Ishaaq; telah berkata
Abu Ishaaq: Dan telah menceritakan kepadaku Haani’ bin Haani’ dan Hubairah bin
Yariim, dari ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu: “....(al-hadits)...” (selesai).
Riwayat ini sangat lemah, terutama disebabkan
oleh ‘Abdullah bin Muhammad bin Abi Maryam. Ibnu ‘Adiy rahimahullah berkata:
حدث عن الفريابي
وغيره بالبواطيل ، له حديث ليس بمحفوظ فهو إما أن يكون مغفلا لا يدري ما يخرج من
رأسه ، أو يتعمد فإني رأيت له غير حديث غير محفوظ
“ia meriwayatkan dari
Al-Firyaabiy dan yang lainnya hadits-hadits bathil. Ia mempunyai hadits yang
tidak mahfuudh. Hal itu bisa jadi disebabkan karena kelalaiannya sehingga tidak
tahu apa yang keluar dari kepalanya, atau ia sengaja melakukannya. Sesungguhnya
aku melihat ia mempunyai selain hadits itu, hadits-hadits yang tidak mahfuudh” (Al-Kaamil,
4/1568).
Abu Ya’laa dalam
Al-Musnad (no. 526 & 554) dan Ibnu Sa’d (3/25) dengan sanad hasan dari Abi
Ishaaq, dari Haani’ bin Haani’ dan Hubairah, dari ‘Aliy; tanpa lafadh al-hajl.
Pertanyaannya: Apakah
riwayat Haani’ bin Haani’ dan riwayat mursal Muhammad bin ‘Aliy bin Al-Husain
dapat mengangkatnya menjadi hasan lighairihi?.
Akan tetapi sebelum itu,
maka perlu saya sebutkan bahwa Haani’ bin Haani’ serta mursal Muhammad bin
‘Aliy telah menyelisihi banyak perawi yang meriwayatkan hadits tersebut tanpa
tambahan lafadh al-hajl (melompat). Di antaranya:
a. Naafi’ bin ‘Ujair,
dari ayahnya, dari ‘Aliy.
b. Abu Ishaaq dari
Al-Barraa’ bin ‘Aazib.
c. Al-Miqsam bin ‘Abbaas
dari Ibnu ‘Abbaas.
d. Dan yang lainnya.
Karena penyelisihihan
ini, tambahan dari dua jalan lemah di atas tidak diterima. Tidak pula bisa
menjadi hasan lighairihi dan dijadikan bagian ziyaadah lafadh. Oleh karena itu,
tambahan lafadh/keterangan al-hajl di atas adalah munkar sebagaimana dikatakan
Al-Arna’uth. Begitu pula yang dikatakan oleh Dr. ‘Aliy Ridlaa ketika membahas
hadits di atas.
Seandainya shahih, maka
itu pun tidak bisa dijadikan dalil.
Kenapa?. Karena
loncat-loncatnya ‘Aliy, Ja’far, dan Zaid radliyallaahu ‘anhum adalah karena
kegembiraan mereka. Tergambar jelas dalam riwayat. Sangat manusiawi, sama
halnya ketika kita sangat gembira mendengar satu khabar, lalu kita
meloncat-loncat kegirangan. Bisakah hal itu menjadi dalil (baca: dalih) yang
jelas keabsahan tarian orang-orang Shufiy?(3)
Ibnul-Jauziy rahimahullah berkata:
فالجواب أما
الحجل فهو نوع من المشي يفعل عند الفرح فأين هو من الرقص
“Jawabnya adalah: Adapun al-hajl, maka ia
adalah salah satu jenis dari (cara) berjalan, yang dilakukan ketika gembira. Lantas dimana hubungannya
dengan ar-raqsh (tarian/joget)?” (Talbiis Ibliis, hal. 230).
Lagi pula, seandainya pun
dua hadits di atas dhahirnya menunjukkan bahwa para shahabat menari-nari
seperti tari Serimpi – dan itu salah besar -, apakah bisa dikatakan bahwa
taqriir Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam atas perbuatan mereka dijadikan
sarana ibadah seperti orang Shufiy?. Taqriir Nabi shallallaahu ‘alaihi wa
sallam pada sesuatu itu pada asalnya hanya menunjukkan perkara mubah saja. Ia
menjadi dianjurkan atau masuk dalam lingkup ibadah yang dianjurkan/disunnahkan
jika ada keterangan (baca: dalil) tambahan yang menunjukkannya. Dan untuk kasus
di atas, tidak ada.
Dan sekali lagi, silakan
perhatikan tarian Shufiy berikut:
Yang seperti inikah yang
akan diqiyaskan dengan mainan perang-perangan orang-orang Habasyah dan loncatan
shahabat saat diberi kabar gembera oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam?
Jaka sembung naik gojek,
gak nyambung jek!
Wallaahu a’lam.
Ini saja yang dapat saya
tuliskan. Semoga ada manfaatnya.
Oleh: Abul Jauzaa' Dony Arif Wibowo
Footnote:
(1) Baca juga: Salah Satu Ritual Ibadah yang
Dibenci Imam Syafi’iy.
(2) Ada seorang fanatikus
Shuufiy yang dikarenakan keinginannya membuat legalitas amalan ulamanya, atau
ustadznya, atau rekannya; maka ia pun menyunat (memotong) kata-kata yang dibold
(yaitu: ‘seandainya shahih’), baik dalam nukilan bahasa ‘Arabnya maupun
terjemahannya. Anda dapat tebak motif penyunatan kata ini. Seandainya ia
tampilkan, tentu akan merugikan pendapatnya, sehingga tulisannya menjadi
hambar.
(3) Logika sederhananya:
Ada seorang kakek, ayah,
dan cucu (anak si ayah). Ketika si kakek memberi kabar gembira buat si ayah
karena ia diangkat menjadi pewaris kerajaan atau pewaris harta; maka si ayah
pun meloncat-loncat karena saking gembiranya. Apa yang dilakukan oleh si ayah
ternyata dilihat oleh anaknya (cucu). Lalu anaknya yang cerdas itu berpikiran:
“Wah, ayah kok loncat-loncat seperti itu. Berarti boleh dong kalau aku ikut les
Break Dance di sekolah”.
Anda sebagai orang yang
cerdas, dapatkah memahami kekeliruan pola pikir si anak bahwa ayahnya pasti
mbolehin dirinya ikut les Break Dance hanya karena ia melihat ayahnya
meloncat-loncat gembira karena dikasih kabar oleh si kakek?
Posting Komentar untuk "Tarian Sufi Yang Di Anggap Syariat Oleh Para Pengikutnya"
Sebelumnya kami ucapkan Jazakumullahu Khairan atas tegur sapa antum semua di web Kabeldakwah.com ini.
==> Komentar Anda akan ditanggapi oleh Admin saat Aktif.