Perbedaan Khilafah dan Kerajaan Menurut Tinjauan Fiqih
Khilafah runtuh tahun 1924, setelah itu yang
ada hanyalah kerajaan. Itu bukan kata ulama yang pernah saya dengar, akan tetapi kata teman saya
dari Hizbut-Tahriir. Diskusi dengan tema ini adalah diskusi klasik yang telah
beberapa kali saya lakukan dengan mereka.
Berikut beberapa paragraf
kalimat yang pernah saya tulis saat ‘berbincang’ dengan mereka.
Para ulama dalam
membedakan hal ini (khilafah dan kerajaan) berdasarkan oleh beberapa hadits
diantaranya:
1. Hadits Hudzaifah bin Yaman radliyallaahu
‘anhu:
تكون النبوة
فيكم ما شاء الله أن تكون , ثم يرفعها الله إذا شاء أن يرفعها ثم تكون خلافة على
منهاج النبوة , فتكون ما شاء الله أن تكون , ثم يرفعها إذا شاء أن يرفعها , ثم
تكون ملكا عاضا فيكون ما شاء الله أن تكون , ثم يرفعها إذا شاء الله أن يرفعها ,
ثم تكون ملكا جبريا فتكون ما شاء الله أن تكون , ثم يرفعها إذا شاء أن يرفعها , ثم
تكون خلافة على منهاج النبوة . ثم سكت
" .
“Akan ada masa kenabian
pada kalian selama yang Allah kehendaki, Allah mengangkat/menghilangkannya
kalau Allah kehendaki. Lalu akan ada masa khilafah di atas manhaj Nubuwwah
selama yang Allah kehendaki. Kemudian Allah mengangkatnya jika Allah
menghendaki. Lalu ada masa kerajaan yang sangat kuat (ada kedhaliman) selama
yang Allah kehendaki, kemudian Allah mengangkatnya bila Allah menghendaki. Lalu
akan ada masa kerajaan (tirani) selama yang Allah kehendaki, kemudian Allah
mengangkatnya bila Allah menghendaki. Lalu akan ada lagi masa kekhilafahan di
atas manhaj Nubuwwah". Kemudian beliau diam" (Diriwayatkan oleh Ahmad
4/273 dan Ath-Thayalisi no. 439; dishahihkan oleh Al-Albaaniy dalam Silsilah
Ash-Shahiihah no. 5).
2. Hadits Safiinah radliyallaahu ‘anhu Maula
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam:
الخلافة في أمتي
ثلاثون سنة ثم ملك بعد ذلك
"Kekhilafahan umatku selama 30 tahun, kemudian setelah itu adalah masa kerajaan" (Diriwayatkan oleh Abu Dawud no. 4646,4647; At-Tirmidzi no. 2226; dan yang lainnya; shahih).
Dua hadits di atas (dan
sebenarnya masih ada hadits-hadits yang lain) secara jelas menjelaskan
periodisasi kepemerintahan Islam. Masa kekhilafahan awal dalam Islam adalah
selama 30 tahun. Ini adalah tekstual (manthuq) hadits yang sangat jelas lagi
tidak memerlukan ta’wil. Jika ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud
kekhilafahan selama 30 tahun adalah kekhilafahan di atas manhaj nubuwwah dan
setelah itu tetap berbentuk kekhilafahan (yang tidak berdiri di atas manhaj
nubuwwuah) – bukan kerajaan - ; maka itu sangat tidak bisa diterima. Kenapa?
Tidak lain pemahaman itu menafikkan dhahir nash yang mengatakan bahwa setelah
masa 30 tahun adalah kerajaan (الْمُلْكُ). Apakah sabda Rasulullah
shallallaahu ’alaihi wa sallam: tsumma takuunu mulkan ’aadldlan fayakuunu
maasyaaa allaahu an-takuunu ("lalu ada masa kerajaan yang sangat kuat (ada
kedhaliman) selama yang Allah kehendaki, kemudian Allah mengangkatnya bila
Allah menghendaki") dan tsumma mulkun ba’da dzaalika ("kemudian
setelah itu – yaitu setelah era 30 tahun - adalah masa kerajaan") adalah
sia-sia tanpa arti? Dan apakah mereka hendak menakwil bahwa kerajaan itu sama
dengan khilafah dalam konteks sabda Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam di atas?
Jika kekhawatiran kita terhadap mereka ini terjadi, tentu saja prasangka mereka
itu sangat jauh dari kebenaran..... Para ulama telah menjelaskannya dalam
banyak kesempatan ketika mereka mensyarah hadits di atas. Juga ketika mereka
menjelaskan perbedaan antara khilafah dan kerajaan atau khalifah dan raja.
Para ulama berkata: Masa
tiga puluh tahun itu adalah masa kekhilafahan. Era khulafaaur-raasyidiin yang
terdiri dari masa kekhilafahan Abu Bakar, ’Umar, ’Utsman, ’Ali, dan Al-Hasan
bin ’Ali radliyallaahu ’anhum (para ulama berbeda pendapat mengenai status
Al-Hasan bin ’Ali – namun yang rajih, masa kepemerintahannya termasuk bagian
dari masa kekhilafahan). Adapun setelah itu muncullah raja. Al-Baihaqi dalam
Al-Madkhal (no. 52) membawakan satu riwayat dari Safiinah radliyallaahu ’anhu
sebagai berikut:
أن أول الملوك
معاوية رضي الله عنه
"Bahwasannya raja pertama dari raja-raja
(dalam Islam) adalah Mu’awiyyah radliyallaahu ’anhu".
Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh
Ath-Thayalisi no. 1203 (shahih).
Mengenai kalimat {ثم
ملك بعد ذلك} "kemudian setelah itu adalah masa kerajaan" ; maka
berkata Al-Munawi: "yaitu setelah berakhirnya masa kekhilafahan nubuwwah,
maka akan muncul kerajaan". Dan bahkan secara tegas Ath-Thibi yang disitir
oleh Al-’Adhim ’Abadiy dalam ’Aunul-Ma’bud (2/388) mengatakan bahwa masa setelah
’Ali radliyallaahu ’anhu adalah masa ’mulkan ’adluudlan’ (مُلْكاً عَضُوضاً = Kerajaan yang dhalim).
Lantas, apa perbedaan
antara khalifah dan raja atau khilafah dan kerajaan itu? Mari kita perhatikan
satu riwayat yang datang dari Salman ketika satu saat ’Umar bin Al-Khaththab
bertanya kepadanya tentang perbedaan raja dan khalifah, dimana Salman menjawab:
إن أنت جبيت من
أرض المسلمين درهمًا أو أقل أو أكثر ثم وضعته في غير حقه فأنت ملك ، وأما الخليفة
فهو الذي يعدل في الرعية ، ويقسم بينهم بالسوية ، ويشفق عليهم شفقة الرجل على أهل
بيته ، والوالد على ولده ، ويقضي بينهم بكتاب الله
"Apabila engkau mengumpulkan dari bumi
kaum muslimin dirham (harta) baik sedikit ataupun banyak, yang kemudian engkau
pergunakan tidak sesuai dengan haknya, maka engkau adalah raja. Adapun
khaliifah, maka ia berbuat adil kepada rakyat, membagi antara mereka dengan
sama rata, sangat memperhatikan mereka (yaitu rakyatnya) sebagaimana
perhatiannya seorang laki-laki terhadap anggota keluarganya atau seperti orang
tua kepada anaknya, dan memutuskan perkara di antara mereka dengan Kitabullah"
(Ath-Thabaqaatul-Kubraa oleh Ibnu Sa’ad 3/306).
Dan yang lain menambahkan bahwa kerajaan
(mulk) itu biasanya dicapai melalui jalan pemaksaan, penundukan (dalam
peperangan), pesan/amanat dari seorang ayah kepada anaknya (atau kepada
kerabatnya), atau yang semisal dengan itu; tanpa merujuk/mengembalikannya
kepada Ahlul-Halli wal-‘Aqdi. Adapun Khilafah, maka ia tidaklah terwujud
kecuali dengan penetapan Ahlul-Halli wal-‘Aqdi. Sama saja, apakah melalui jalan
pemilihan atau penunjukan (Al-Imaamatul-‘Udhmaa oleh Ad-Dumaiji hal. 40).
Ibnu Khaldun berkata
tentang perbedaan antara khilafah dan kerajaan (mulk):
إن الملك
الطبيعي: هو حمل الكافة على مقتضى الغرض والشهوة ، والسياسي: هو حمل الكافة على
مقتضى النظر العقلي في جلب المصالح الدنيوية ودفع المضار ، والخلافة هي: حمل
الكافة على مقتضى النظر الشرعي في مصالحهم الأخروية والدنيوية الراجعة إليها
“Sesungguhnya (definisi) kerajaan secara
thabi’iy adalah bertujuan membawa seluruh manusia kepada pemenuhan hawa nafsu
dan syahwat. Secara siyasiy, kerajaan adalah bertujuan membawa manusia menerima
apa yang diputuskan melalui pertimbangan akal untuk mencapai kemaslahatan dunia
dan mencegah kemudlaratannya. Dan khilafah adalah bertujuan membawa seluruh manusia
menerima apa yang diputuskan melalui pertimbangan syariat untuk kemaslahatan
dunia dan akhirat, yang kesemuanya itu dikembalikan kepada kemaslahatan akhirat"
(Al-Muqaddimah oleh Ibnu Khaldun hal. 190).
Bukankah secara jelas bahwa yang namanya
khilafah secara siyasiy dan syar’iy telah berakhir setelah era Al-Hasan bin
‘Aliy? Dan setelah itu mulailah sejarah Islam mencatat munculnya berbagai macam
Dinasti (Umayyah, ‘Abbasiyyah, dan seterusnya) dimana dalam pencapaian
kekuasaan sangat menyelisihi apa yang dilakukan pada era Al-Khulafaur-Rasyidin?
Pada masa-masa
itu (sampai hari ini), jabatan khalifah diberikan kepada keluarga secara
turun-temurun. Oleh karena itu dikenalnya Dinasti Umayyah adalah karena
bergulirnya amir pada saat itu berputar pada keluarga Bani Umayyah. Begitu juga
Dinasti ’Abbasiyyah dimana para amir pada saat itu turun-temurun jatuh pada
keluarga Bani ’Abbasiyyah. Dan seterusnya dan seterusnya. Dan sejarah pun telah
mencatat dengan tinta hitamnya bahwa banyak diantara memperoleh kekuasaannya
dengan didahului dengan aneka kekerasan, pemberontakan, pembunuhan, atau yang
semisalnya.
Ini adalah kenyataan
sejarah yang sangat gamblang. Mu’awiyyah bin Abi Sufyan memegang tampuk
kekuasaannya setelah terlebih dahulu terjadi peperangan yang berlarut-larut
dengan ’Aliy bin Abi Thaalib dan Al-Hasan bin ’Aliy radliyallaahu ’anhum.
NB: Tanbih !! Agar tidak
terjadi kesalahpahaman, perlu saya jelaskan bahwa saya tidak mengatakan
Mu’awiyyah memperoleh kekuasaannya dengan memberontak kepada ’Aliy atau Al-Hasan
bin ’Aliy. Penekanan dalam bahasan ini adalah bahwa Mu’awiyyah berkedudukan
sebagai raja secara siyasi dilihat dari sisi bahwa ia tidak memperolehnya
melalui jalan penetapan Ahlul-Halli wal-’Aqdi. Namun ia adalah sebaik-baik raja
dalam sejarah Islam. Bahkan sebagian ulama menjelaskan bahwa Mu’awiyyah tetap
lebih utama dibandingkan dengan ’Umar bin ’Abdil-’Aziz yang terkenal
keadilannya itu.
Bukankah Yazid bin
Mu’awiyyah menduduki tampuk kepemimpinan setelah ia ditunjuk oleh ayahnya
(yaitu Mu’awiyyah bin Abi Sufyan radliyallaahu ’anhumaa) untuk menggantikannya?
(yang kemudian setelah ia penduduk
Syam membaiatnya – yaitu baiat taat – kecuali Al-Husain bin ’Ali, ’Abdullah bin
Az-Zubair, dan yang sepaham dengan mereka berdua radliyallaahu ’anhum).
Bukankah kita juga mendengar bahwa ’Abdul-Malik bin Marwan memperoleh
kekuasaannya secara penuh setelah peperangannya melawan’Abdullah bin Az-Zubair
radliyallaahu ’anhuma?
Saya sisipkan satu riwayat menarik dalam Sunan
At-Tirmidziy: Berkata Sa’id bin Jumhaan kepada Safiinah:
أَنَّ بَنِي
أُمَيَّة يَزْعُمُونَ أَنَّ الْخِلافَةَ فِيهِم؟ قَالَ: كَذابُوا بَنُوا
الزَّرْقَاءِ بَلْ هُمْ مُلُوكٌ مِنْ شَرِّ الْمُلُوكِ
"Bani Umayyah telah
menganggap bahwasannya kekhilafahan ada pada diri mereka?". Maka Safiinah
berkata: "Bani Az-Zarqaa’ (yaitu Bani Marwan, dimana mereka termasuk
bagian dari keluarga besar Bani Umayyah) telah berdusta. Bahkan mereka ini
termasuk sejahat-jahat raja" (no. 2226; shahih).
Perkataan Safiinah
bahwasannya Bani Az-Zarqaa’ (Bani Marwan) adalah sejahat-jahat raja dapatlah
kita maklumi bahwa pada jaman tersebut terjadi sejumlah tragedi berdarah
seperti penyerangan terhadap Al-Haramain untuk memerangi Abdullah bin Az-Zubair
dan pasukannya sehingga terjadi pembunuhan terhadap ribuan kaum muslimin.
Terkenal pula pada masa itu seorang pemimpin yang kejam sepanjang sejarah:
Al-Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsaqafiy.
Bukankah kita juga
membaca sejarah bahwa Yazid bin ’Abdil-Malik bin Marwan memegang tampuk
kepemimpinan dengan wasiat saudaranya Sulaiman setelah didahului dengan
pembunuhan terhadap ’Umar bin ’Abdil-’Aziz karena diracun oleh keluarganya?
Bukankah setelah Yazid bin ’Abdil-Malik meninggal, ia mewasiatkan kepemimpinan
kepada Hisyam bin ’Abdil-Malik? Bukankah Dinasti ’Umayyah berakhir dengan aneka
macam pemberontakan yang menumbangkan Marwan bin Al-Himar sehingga diganti oleh
Dinasti ’Abbasiyyah? Dan seterusnya dan seterusnya.....
Namun perlu juga saya
tekankan di sini – agar tidak ada anggapan menyimpan bayyinah - bahwa boleh
dimutlakkan nama khalifah setelah era Khulafaur-Rasyidin dan Al-Hasan bin ’Ali
ketika tidak ada tuntutan pembedaan dengan istilah malik (raja) atau mulk
(kerajaan). Berkata Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah:
ويجوز تسمية من
بعد الخلفاء الراشدين (خلفاء) وإن كانوا ملوكا، ولم يكونوا خلفاء الأنبياء
بدليل ما رواه البخاري ومسلم في صحيحيهما عن أبي هريرة رضي الله عنه عن رسول الله
صلى الله عليه وسلم قال: (كانت بنو إسرائيل يسوسهم الأنبياء كلما هلك نبي خلفه
نبي وإنه لا نبي بعدي وستكون خلفاء فتكثر، قالوا فما تأمرنا ؟ قال: فوا
ببيعةالأول فالأول، ثم أعطوهم حقهم، فإن الله سائلهم عما استرعاهم).
فقوله:(فتكثر) دليل على من سوى الراشدين فإنهم لم يكونوا كثيرا. وأيضا
قوله:(فوا ببيعة الأول فالأول) دل على أنهم يختلفون، والراشدون لم يختلفوا
"Bolehnya menyebut khalifah terhadap
orang-orang yang memimpin setelah era Khulafaur-Rasyidin, walaupun mereka
sebenarnya adalah raja dan bukan pula sebagai pengganti para Nabi. Hal itu
berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dalam kitab
Shahih mereka dari Abi Hurairah radliyallaahu ’anhu, dari Rasulullah
shallallaahu ’alaihi wasallam bahwasannya beliau bersabda: "Adalah Bani
Israail dibimbing oleh banyak nabi. Setiap kali seorang Nabi meninggal, maka digantikan oleh
Nabi yang lain. Tidak ada Nabi lagi setelahku. Dan kelak akan ada beberapa
khalifah yang kemudian menjadi banyak". Mereka (para shahabat) bertanya: "Apa
yang engkau perintahkan kepada kami?". Beliau shallallaahu ’alaihi
wasallam menjawab: "Patuhilah khalifah yang mendapatkan baiat yang
pertama, dan penuhilah hak mereka. Karena Allah kelak akan meminta pertangungjawaban
atas kepemimpinan mereka". Sabda Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam:
fataktsuru (فتكثر) adalah
sebagai dalil bahwasanya yang beliau maksudkan adalah khalifah selain
Al-Khulafaur-Rasyidin, karena Al-Khulafaur-Raasyidiin tidak banyak jumlahnya.
Dan juga sabda Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam: fuu bi-bai’atil-ula fal-ulaa
(فوا ببيعة الأول
فالأول); menunjukkan bahwasannya mereka berselisih, padahal
Khulafaur-Rasyidin itu tidaklah berselisih" (selesai perkataan Ibnu
Taimiyyah – Lihat Majmu’ Al-Fataawaa 35/20).
Penjelasan ini saya rasa
sudah sangat masyhur..... Namun anehnya, rekan-rekan Hizbut-Tahrir seakan-akan
tidak pernah memunculkannya dalam bahasan mereka. Akibatnya, bisa saja timbul
dugaan dalam hati kita bahwa jika hal ini mereka munculkan, akan gugur konsepsi
teologis mereka tentang kekhilafahan yang katanya runtuh pada tahun 1924, dan
yang ada kemudian setelah itu (yaitu setelah runtuhnya Daulah ’Utsmaniyyah)
adalah sistem kerajaan (mulk).
Wallaahu a’lam.
Oleh: Abul Jauzaa' Dony Arif Wibowo
Refensi:
1. Tuhfatul-Ahwadzi Syarh Sunan At-Tirmidzi oleh
Al-Mubarakfury Daarul-Fikr, tanpa tahun (terutama pada juz 6 hal. 476-478).
2. ’Aunul-Ma’bud Syarh Sunan Abu Dawud oleh
Muhammad Syamsul-Haqq Al-’Adhim ’Abadiy, Penerbit: Muhammad bin ’Abdil-Muhsin,
shaahibu Al-Maktabah As-Salafiyyah, Cet. 2/1488 (terutama juz 2/397-399).
3. Al-Imaamatul-’Udhmaa oleh Dr. ’Abdullah bin ’Umar
Ad-Dumaiji, Daaruth-Thayyibah, Cet. 2/1408 (terutama hal. 37-42).
4. Silsilah Ash-Shahiihah oleh Muhammad
Nashiruddin Al-Albani, Maktabah Al-Ma’arif (terutama juz 1 hal. 34-36 dan
820-827).
5. Majmu’ Al-Fataawaa oleh Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah,
Daarul-Wafaa’, Cet. 3/1426 (terutama juz 35 hal. 20).
6. Tarikh Khulafaa’ oleh As-Suyuthi (terjemahan),
Pustaka Al-Kautsar, Cet. 4/2005.
7. Beberapa kitab hadits.
Posting Komentar untuk "Perbedaan Khilafah dan Kerajaan Menurut Tinjauan Fiqih"
Sebelumnya kami ucapkan Jazakumullahu Khairan atas tegur sapa antum semua di web Kabeldakwah.com ini.
==> Komentar Anda akan ditanggapi oleh Admin saat Aktif.