Kisah Ali Bin Abi Thalib Membakar Seorang Atheis atau Zindiq
Telah masyhur Kisah ‘Aliy bin Abi Thaalib
radliyallaahu ‘anhu yang membakar satu kaum Atheis/zindiq yang memberhalakan
dirinya. Tercantum baik dalam kitab-kitab hadits maupun sejarah.
عن
عكرمة: أن عليا رضي الله عنه حرق قوما، فبلغ ابن عباس فقال: لو كنت أنا لم أحرقهم،
لأن النبي صلى الله عليه وسلم قال: (لا تعذبوا بعذاب الله). ولقتلتهم، كما قال
النبي صلى الله عليه وسلم: (من بدل دينة فاقتلوه).
Dari ‘Ikrimah: Bahwasannya ‘Aliy radliyallaahu
‘anhu pernah membakar satu kaum. Sampailah berita itu kepada Ibnu ‘Abbas, lalu
ia berkata: “Seandainya itu terjadi padaku, niscaya aku tidak akan membakar
mereka, karena Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Janganlah
menyiksa dengan siksaan Allah’. Dan niscaya aku juga akan bunuh mereka
sebagaimana disabdakan oleh Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam: ‘Barangsiapa
yang menukar agamanya, maka bunuhlah ia” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhariy no.
3017).
Dalam riwayat At-Tirmidziy disebutkan:
فبلغ
ذلك عليا فقال صدق بن عباس
“Maka sampailah perkataan itu pada ‘Aliy, dan
ia berkata: ‘Benarlah Ibnu ‘Abbas” (Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy no. 1458;
shahih).
Diriwayatkan pula oleh Asy-Syafi’iy 2/86-87,
‘Abdurrazzaaq no. 9413 & 18706, Al-Humaidiy no. 543, Ibnu Abi Syaibah
10/139 & 12/262 & 14/270, Ahmad 1/217 & 219 & 282, Abu Dawud
no. 4351, Ibnu Maajah no. 2535, An-Nasaa’iy 7/104, Ibnul-Jaarud no. 843, Abu
Ya’laa no. 2532, Ibnu Hibbaan no. 4476, dan yang lainnya.
Sebagian orang yang bukan ahlinya dalam ilmu
hadits mendla’ifkan riwayat ini karena anggapan adanya keterputusan antara
‘Ikrimah dengan ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu. Abu Zur’ah
mengatakan bahwa riwayat ‘Ikrimah dari ‘Aliy adalah mursal (lihat
Jaami’ut-Tahshiil fii Ahkaamil-Maraasil oleh Al-‘Alaaiy, hal. 239 no. 532,
tahqiq: Hamdiy bin ‘Abdil-Majiid As-Salafiy; Maktabah ‘Aaalamil-Kutub, Cet.
2/1403).
Tentu saja anggapan itu keliru, karena
‘Ikrimah menerima khabar tersebut dari Ibnu ‘Abbaas, bukan dari ‘Aliy
radliyallaahu ‘anhum ajma’iin. Para Pembaca budiman bisa secara mudah melihat
dhahir lafadh hadits yang dibawakan ‘Ikrimah di atas. Dan mari kita perhatikan
lafadh riwayat berikut:
أخبرنا
بن عيينة عن أيوب بن أبي تميمة عن عكرمة قال لما بلغ بن عباس أن عليا رضى الله
تعالى عنه حرق المرتدين والزنادقة قال لو كنت أنا لم أحرقهم ولقتلتهم لقول رسول
الله صلى الله عليه وسلم من بدل دينه فاقتلوه ولم أحرقهم لقول رسول الله صلى الله
عليه وسلم لا ينبغي لأحد أن يعذب بعذاب الله
Telah mengkhabarkan kepada kami Ibnu ‘Uyainah, dari Ayyuub bin Abi Tamiimah, dari ‘Ikrimah, ia berkata: “Ketika sampai khabar kepada Ibnu ‘Abbaas bahwa ‘Aliy radliyallaahu ta’alaa ‘anhu telah membakar orang-orang murtad dan zindiq, ia berkata: “Seandainya itu terjadi padaku, niscaya aku tidak akan membakar mereka. Dan niscaya aku akan bunuh mereka berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam: ‘Barangsiapa yang menukar agamanya, maka bunuhlah ia”. Aku tidak membakar mereka berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam: “Tidak boleh bagi seorang pun mengadzab/menyiksa dengan siksaan Allah (yaitu api)” (Diriwayatkan oleh Asy-Syaafi’iy dalam Al-Musnad no. 1616, tahqiq: Dr. Maahir bin Yaasin Al-Fahl; Cet. 1/1425. Dari jalan Asy-Syaafi’iy ini, diriwayatkan pula oleh Al-Baghawiy dalam Syarhus-Sunnah 10/238 no. 2561 dan Al-Baihaqiy dalam Al-Kubraa 8/195 & Al-Ma’rifah no. 5018).
Atau dalam bentuk lafadh lain:
حَدَّثَنَا
ابْنُ عُيَيْنَةَ، عَنْ أَيُّوبَ، عَنْ عِكْرِمَةَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، أَنَّهُ
ذَكَرَ نَاسًا أَحْرَقَهُمْ عَلِيٌّ، فَقَالَ: لَوْ كُنْتُ أَنَا لَمْ
أَحْرِقْهُمْ بِالنَّارِ لِقَوْلِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: " لَا تُعَذِّبُوا بِعَذَابِ اللَّهِ "، وَلَوْ كُنْتُ أَنَا
لَقَتَلْتُهُمْ لِقَوْلِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
" مَنْ بَدَّلَ دِينَهُ، فَاقْتُلُوهُ
"
Telah menceritakan kepada kami Ibnu ‘Uyainah,
dari Ayyuub, dari ‘Ikrimah, dari Ibnu ‘Abbaas, bahwasannya ia (Ibnu ‘Abbaas)
menyebutkan orang-orang yang dibakar ‘Aliy, maka ia berkata: “Seandainya itu
terjadi padaku, niscaya aku tidak akan membakar mereka dengan api, karena
larangan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam: ‘Janganlah menyiksa dengan
siksaan Allah’. Dan niscaya aku juga akan bunuh mereka berdasarkan sabda
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam: ‘Barangsiapa yang menukar agamanya,
maka bunuhlah ia” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah, 7/655).
Dapat kita lihat dalam tiga bentuk lafadh ini
bahwa ‘Ikrimah itu kemungkinan besar mendapatkan riwayat tentang pembakaran
yang dilakukan ‘Aliy dari Ibnu ‘Abbaas radliyallaahu ‘anhum.
Hadits ini mempunyai
penguat di antaranya:
1. Hadits Anas radliyallaahu ‘anhu:
أخبرنا
محمد بن المثنى قال: حدثنا عبد الصمد قال: حدثنا هشام عن قتادة، عن أنس: أن عليا
أتي بناس من الزط يعبدون وثنا فأحرقهم قال ابن عباس: إنما قال رسول الله صلى الله
عليه وسلم: من بدل دينه فاقتلوه.
Telah mengkhabarkan kepada kami Muhammad bin
Al-Mutsannaa, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami ‘Abdush-Shamad, ia
berkata: Telah menceritakan kepada kami Hisyaam, dari Qataadah, dari Anas:
Bahwasannya dihadapkan kepada ‘Aliy orang dari Az-Zuth yang menyembah berhala.
Kemudian ia (‘Aliy) membakar mereka. Ibnu ‘Abbaas berkata: “Sesungguhnya
Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda: ‘Barangsiapa yang menukar
agamanya, maka bunuhlah ia" (Diriwayatkan oleh An-Nasaa’iy no. 4076;
shahih - Lihat Shahih Sunan An-Nasaa’iy 3/92; Maktabah Al-Ma’aarif, Cet. 1/1419
dan Irwaa’ul-Ghaliil 8/124-125 no. 2471; Al-Maktab Al-Islaamiy, Cet. 1/1399.
Namun di sini terdapat Qataadah yang membawakan riwayat dengan ‘an’anah,
sedangkan ia seorang mudallis).(1)
2. Hadits Suwaid rahimahullah:
حدثنا
أبو بكر بن عياش عن أبي حصين عن سويد بن غفلة أن عليا حرق زنادقة بالسوق ، فلما
رمى عليهم بالنار قال: صدق الله ورسوله ، ثم انصرف فاتبعته ، فالتفت إلي قال: سويد
؟ قلت ، نعم ، فقلت: يا أمير المؤمنين سمعتك تقول شيئا ؟ فقال: يا سويد ! إني بقوم
جهال ، فإذا سمعتني أقول: " قال رسول الله صلى الله عليه وسلم " فهو حق
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin
‘Ayyaasy, dari Abu Hushain, dari Suwaid bin Ghafalah: Bahwasannya ‘Aliy pernah
membakar orang-orang zindiq di pasar. Ketika ia membakarnya, ia berkata: “Allah dan Rasul-Nya
benar”. Kemudian ia berpaling dan akupun mengikutinya. Ia menengok kepadaku dan
berkata: “Suwaid ?”. Aku berkata: “Benar”. Aku lalu berkata: “Wahai
Amiirul-Mukminiin, aku telah mendengarmu mengatakan sesuatu”.’Aliy berkata:
“Wahai Suwaid, sesungguhnya aku tinggal bersama kaum yang bodoh. Jika engkau
mendengarku mengatakan: ‘Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam, maka itu benar” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah 10/141 &
12/391-392; sanadnya hasan).(2)
Ibnu Abi Syaibah dalam
periwayatannya dari Abu Bakr bin ‘Ayyaasy mempunyai mutaba’ah dari Khalaad bin
Aslaam sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Bazzaar dalam Al-Bahr no. 570, Yahyaa
bin ‘Abdil-Hamiid sebagaimana diriwayatkan oleh Ad-Daarimiy dalam Ar-Radd
‘alal-Jahmiyyah no. 384, dan Asy-Syaafi’iy sebagaimana dalam Al-Umm 7/200. Oleh
karena itu, riwayat ini menjadi shahih.
3. Hadits ‘Ubaid bin
Nisthaas rahimahullah.
حدثنا
عبد الرحيم بن سليمان عن عبد الرحمن بن عبيد عن أبيه قال: كان أناس يأخذون العطاء
والرزق ويصلون مع الناس ، وكانوا يعبدون الاصنام في السر ، فأتى بهم علي بن أبي
طالب فوضعهم في المسجد ، أو قال: في السجن ، ثم قال: يا أيها الناس ! ما ترون في
قوم كانوا يأخذون معكم العطاء والرزق ويعبدون هذه الاصنام ؟ قال الناس: اقتلهم ،
قال: لا ، ولكن أصنع بهم كما صنعوا بأبينا إبراهيم ، فحرقهم بالنار
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrahiim
bin Sulaimaan, dari ‘Abdurrahmaan bin ‘Ubaid, dari ayahnya, ia berkata: “Ada
sekelompok orang yang mengambil bagian harta dari baitul-maal, shalat bersama
orang-orang lainnya, namun mereka menyembah berhala secara diam-diam. Maka
didatangkanlah mereka ke hadapan ‘Aliy bin Abi Thaalib, lalu menempatkan mereka
di masjid – atau di penjara – . ‘Aliy berkata: ‘Wahai sekalian manusia, apa pendapat
kalian tentang satu kaum yang mengambil bagian harta dari baitul-maal bersama
kalian, namun mereka menyembah berhala-berhala ini ?’. Orang-orang berkata:
‘Bunuhlah mereka !’. ‘Aliy berkata: ‘Tidak, akan tetapi aku melakukan sesuatu kepada
mereka sebagaimana mereka dulu (yaitu para penyembah berhala) melakukannya
kepada ayah kita Ibraahiim’. Lalu ia membakar mereka dengan api” (Diriwayatkan
oleh Ibnu Abi Syaibah 10/142 & 12/392; sanadnya shahih).(3)
4. Hadits Qabiishah bin
Jaabir rahimahullah.
حَدَّثَنَا
عَلِيُّ بْنُ الْجَعْدِ، قَالَ: أَخْبَرَنَا قَيْسُ بْنُ الرَّبِيعِ، قَالَ:
أَخْبَرَنَا أَبُو حَصِينٍ، عَنْ قَبِيصَةَ بْنِ جَابِرٍ، قَالَ: " أُتِيَ
عَلِيٌّ بِزَنَادِقَةٍ فَقَتَلَهُمْ ثُمَّ حَفَرَ لَهُمْ حُفْرَتَيْنِ
فَأَحْرَقَهُمْ فِيهَا "
Telah menceritakan kepada kami ‘Aliy bin Ja’d,
ia berkata: Telah mengkhabarkan kepada kami Qais bin Ar-Rabii’, ia berkata:
Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Hushain, dari Qabiishah bin Jaabir, ia
berkata: “Didatangkan kaum Zanadiqah kepada ‘Aliy, lalu ia membunuhnya.
Kemudian ia menggali dua buah lubang/parit, dan ‘Aliy pun membakar mereka di
dalamnya” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abid-Dunyaa dalam Al-Isyraaf fii
Manaazilil-Asyraaf no. 270, dla’iif).(4)
5. Hadits Al-Husain bin ‘Aliy radliyallaahu ‘anhumaa.
عَنْ أَبِيهِ،
عَنْ جَدِّهِ، عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ، " أَنَّهُ حَرَقَ
زَنَادِقَةً مِنَ السَّوَادِ بِالنَّارِ
"
Dari ayahnya, dari kakeknya, dari ‘Aliy
radliyallaahu ‘anhu: Bahwasannya ia membakar orang-orang Zanaadiqah berkulit
hitam dengan api” (Diriwayatkan oleh Zaid bin ‘Aliy dalam Musnad-nya 1/303;
shahih).(5)
Al-Haafidh Ibnu Hajar
berkata:
وزعم أبو المظفر
الاسفرايني في الملل والنحل إن الذين أحرقهم علي طائفة من الروافض ادعوا فيه
الألاهية وهم السبائية وكان كبيرهم عبد الله بن سبأ يهوديا ثم أظهر الإسلام وابتدع
هذه المقالة وهذا يمكن أن يكون أصله ما رويناه في الجزء الثالث من حديث أبي طاهر
المخلص من طريق عبد الله بن شريك العامري عن أبيه قال قيل لعلي أن هنا قوما على
باب المسجد يدعون أنك ربهم فدعاهم فقال لهم ويلكم ما تقولون قالوا أنت ربنا
وخالقنا ورازقنا فقال ويلكم انما أنا عبد مثلكم أكل الطعام كما تأكلون وأشرب كما
تشربون إن أطعت الله أثابني إن شاء وإن عصيته خشيت أن يعذبني فأتقوا الله وأرجعوا
فأبوا فلما كان الغد غدوا عليه فجاء قنبر فقال قد والله رجعوا يقولون ذلك الكلام
فقال ادخلهم فقالوا كذلك فلما كان الثالث قال لئن قلتم ذلك لأقتلنكم بأخبث قتلة
فأبوا إلا ذلك فقال يا قنبر ائتني بفعلة معهم مرورهم فخد لهم أخدودا بين باب
المسجد والقصر وقال أحفروا فابعدوا في الأرض وجاء بالحطب فطرحه بالنار في الأخدود
وقال اني طارحكم فيها أو ترجعوا فأبوا أن يرجعوا فقذف بهم فيها حتى إذا احترقوا
قال اني إذا رأيت أمرا منكرا أوقدت ناري ودعوت قنبرا وهذا سند حسن
“Abul-Mudhaffar Al-Isfirayini mengatakan dalam
Al-Milal wan-Nihal bahwa yang dibakar oleh ’Ali itu adalah orang-orang Rafidlah
yang mengklaim sifat ketuhanan pada diri ’Ali. Dan mereka itu adalah
Saba’iyyah. Pemimpin mereka adalah ’Abdullah bin Saba’, seorang Yahudi yang
menampakkan keislaman. Dia membuat bid’ah berupa ucapan seperti ini. Dan
sangatlah mungkin asal hadits ini adalah apa yang kami riwayatkan dalam juz 3
dari hadits Abu Thaahir Al-Mukhlish dari jalan ’Abdullah bin Syariik
Al-’Aamiriy, dari ayahnya ia berkata: Dikatakan kepada ’Ali: ’Disana ada
sekelompok orang di depan pintu masjid yang mengklaim bahwa engkau adalah Rabb
mereka’. Lantas beliau memanggil mereka dan berkata kepada mereka: ’Celaka kalian,
apa yang kalian katakan ?’. Mereka menjawab: ’Engkau adalah Rabb kami’.,
pencipta kami, dan pemberi rizki kami’. ’Aliy berkata: ’Celaka kalian, aku
hanyalah seorang hamba seperti kalian. Aku makan makanan sebagaimana kalian
makan, dan aku minum sebagaimana kalian minum. Jika aku mentaati Allah, maka
Allah akan memberiku pahala jika Dia berkehendak. Dan jika aku bermaksiat, maka
aku khawatir Dia akan mengadzabku. Maka bertaqwalah kalian kepada Allah dan
kemballah’. Tetapi mereka tetap enggan.
Ketika datang hari
berikutnya, mereka datang lagi kepada ’Ali, kemudian datanglah Qanbar dan
berkata,’Demi Allah, mereka kembali mengatakan perkataan seperti itu’. ’Ali pun
berkata,’Masukkan mereka kemari’. Tetapi mereka masih mengatakan seperti itu
juga. Ketiga hari ketiga, beliau berkata,’Jika kalian masih mengatakannya, aku
benar-benar akan membunuh kalian dengan cara yang paling buruk’. Tetapi mereka
masih berkeras masih menjalaninya. Maka ’Ali berkata,’Wahai Qanbar,
datangkanlah kepadaku para pekerja yang membawa alat-alat galian dan alat-alat
kerja lainnya. Lantas, buatkanlah untuk mereka parit-parit yang luasnya antara
pintu masjid dengan istana’. Beliau juga berkata,’Galilah dan dalamkanlah
galiannya’.
Kemudian ia memerintahkan
mendatangkan kayu bakar lantas menyalakan api di parit-parit tersebut. Ia
berkata,’Sungguh aku akan lempar kalian ke dalamnya atau kalian kembali (pada
agama Allah)’. Maka ’Aliy melempar mereka ke dalamnya, sampai ketika mereka
telah terbakar, ia pun berkata:
Ketika aku melihat
perkara yang munkar
Aku sulut apiku dan aku
panggil Qanbar
Ini adalah sanad yang
hasan” (Fathul-Baari, 12/270).
Ibnu Hajar berkata saat
menjelaskan biografi Ibnu Saba’:
قال بن عساكر في
تاريخه كان أصله من اليمن وكان يهوديا فأظهر الإسلام وطاف بلاد المسلمين ليلفتهم
عن طاعة الأئمة ويدخل بينهم الشر ودخل دمشق لذلك ثم أخرج من طريق سيف بن عمر
التميمي في الفتوح له قصة طويلة لا يصح إسنادها ومن طريق بن أبي خيثمة حدثنا محمد
بن عباد ثنا سفيان عن عمار الدهني سمعت أبا الطفيل يقول رأيت المسيب بن نجبة أتى
به دخل على المنبر فقال ما شأنه فقال يكذب على الله وعلى رسوله حدثنا عمرو بن
مروزق حدثنا شعبة عن سلمة بن كهيل عن زيد بن وهب قال قال علي رضى الله تعالى عنه
ما لي ولهذا الخبيث الأسود يعني عبد الله بن سبأ كان يقع في أبي بكر وعمر رضى الله
تعالى عنهما ومن طريق محمد بن عثمان بن أبي شيبة ثنا محمد بن العلاء ثنا أبو بكر
بن عياش عن مجالد عن الشعبي قال أول من كذب عبد الله بن سبأ وقال أبو يعلى الموصلي
في مسنده ثنا أبو كريب ثنا محمد بن الحسن الأسدي ثنا هارون بن صالح عن الحارث بن
عبد الرحمن عن أبي الجلاس سمعت عليا يقول لعبد الله بن سبأ والله ما أفضى إلي بشيء
كتمه أحدا من الناس ولقد سمعت يقول إن بين يدي الساعة ثلاثين كذابا وإنك لأحدهم
وقال أبو إسحاق الفزاري عن شعبة عن سلمة بن كهيل عن أبي الزعراء عن زيد بن وهب أن
سويد بن غفلة دخل على علي في غمارته فقال إني مررت بنفر يذكرون أبا بكر وعمر يرون
أنك تضمر لهما مثل ذلك منهم عبد الله بن سبأ وكان عبد الله أول من أظهر ذلك فقال
علي ما لي ولهذا الخبيث الأسود ثم قال معاذ الله أن أضمر لهما إلا الحسن الجميل ثم
أرسل إلى عبد الله بن سبأ فسيره إلى المدائن وقال لا يساكنني في بلدة أبدا ثم نهض
إلى المنبر حتى اجتمع الناس فذكر القصة في ثنائه عليهما بطوله وفي آخره إلا ولا
يبلغني عن أحد يفضلني عليهما إلا جلدته حد المفتري وأخبار عبد الله بن سبأ شهيرة
في التواريخ وليس له رواية ولله الحمد وله أتباع يقال لهم السبائية معتقدون الأهية
على بن أبي طالب وقد أحرقهم علي بالنار في خلافته
”Ibnu ’Asakir berkata
dalam Tarikh-nya: ’Asalnya dari Yaman, dulunya dia seorang Yahudi kemudian dia
menampakkan kesialaman. Kemudian dia berkeliling ke negeri-negeri muslimin
untuk memalingkan mereka dari ketaatan kepada penguasa dan menyusupkan
keburukan di tengah-tengah mereka. Dia memasuki kota Damaskus untuk tujuan tadi
pada masa ’Utsman’.
Kemudian ia (Ibnu
’Asakir) meriwayatkan dari jalan Saif bin ’Umar At-Tamimi dalam Al-Futuh dengan
kisah yang panjang, tetapi sanadnya tidak benar. Juga dari jalan Ibnu Abi
Khaitsamah, dia berkata: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ’Abbaad,
ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Sufyaan, dari ’Ammar Ad-Duhni, ia
mengatakan: Aku mendengar Abu Ath-Thufail berkata: Aku melihat Al-Musayyib bin
Najbah datang menyeretnya (yaitu Ibnu Saba’), sementara ’Aliy sedang berada di
atas mimbar. Lantas ia (’Aliy) berkata: ’Ada apa dengannya ?’. Al-Musayyib
berkata: ’Dia berdusta atas nama Allah dan Rasul-Nya’. (6)
Ibnu ’Asaakir juga
berkata: Telah menceritakan kepada kami ’’Amru bin Marzuuq, ia berkata: Telah
menceritakan kepada kami Syu’bah, dari Salamah bin Kuhail, dari Zaid bin Wahb,
ia berkata: ’Ali bin Abi Thalib radliyallaahu ta’ala ’anhu berkata: ’Apa urusanku
dengan al-hamil(7) yang hitam ini – yaitu ’Abdullah bin Saba’ - ?. Dia biasa
mencela Abu Bakar dan ’Umar radliyalaahu ta’ala ’anhuma’(8).
Dari jalan Muhammad bin
’Utsmaan bin Abi Syaibah, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Muhammad
bin Al-’Allaa’, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin
Ayyaasy, dari Mujaalid, dari Asy-Sya’bi, ia berkata: ’Orang pertama yang
berbuat kedustaan adalah ’Abdullah bin Saba’.
Abu Ya’laa Al-Muushiliy
berkata dalam Musnad-nya: Telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, ia berkata:
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al-Hasan Al-Asadiy, ia berkata:
Telah menceritakan kepada kami Haaruun bin Shaalih, dari Al-Haarits bin
’Abdirrahman, dari Abul-Jalas, ia berkata: Aku mendengar ’Ali berkata kepada
’Abdullah bin Saba’:
’Demi Allah, beliau tidak
pernah menyampaikan kepadaku sesuatupun yang beliau sembunyikan dari manusia.
Benar-benar aku mendengar beliau bersabda: Sesungguhnya sebelum terjadinya
kiamat ada tiga puluh pendusta’; dan engkau adalah salah satu dari mereka’.(9)
Abu Ishaq Al-Fazaariy
berkata: Dari Syu’bah, dari Salamah bin Kuhail, dari Abu Az-Za’raa’, dari Zaid
bin Wahb: Bahwasannya Suwaid bin Ghafalah masuk menemui ’Ali radliyallaahu
’anhu di masa kepemimpinannya. Lantas ia berkata: ’Aku melewati sekelompok
orang menyebut-nyebut Abu Bakr dan ’Umar (dengan kejelekan). Mereka
berpandangan bahwa engkau juga menyembunyikan perasaan seperti itu kepada
mereka berdua. Diantara mereka adalah ’Abdullah bin Saba’ dan dialah orang
pertama yang menampakkan hal itu’. Lantas ’Aliy berkata: ’Aku berlindung kepada
Allah untuk menyembunyikan sesuatu terhadap mereka berdua kecuali kebaikan’.
Kemudian beliau mengirim utusan kepada ’Abdullah bin Saba’ dan mengusirnya ke
Al-Madaain. Ia juga berkata: ’Jangan sampai engkau tinggal satu negeri
bersamaku selamanya’. Kemudian ia bangkit menuju mimbar sehingga manusia
berkumpul. Lantas ia menyebutkan kisah secara panjang lebar yang padanya
terdapat pujian terhadap mereka berdua (Abu Bakar dan ’Umar), dan akhirnya ia
berkata: ’Ketahuilah, jangan pernah sampai kepadaku dari seorangpun yang
mengutamakan aku dari mereka berdua melainkan aku akan mencambuknya sebagai
hukuman untuk orang yang berbuat dusta’.(10)
Berita tentang ’Abdullah
bin Saba’ ini sangatlah masyhur dalam buku-buku sejarah dan dia tidak mempunyai
satu riwayat hadits pun, walhamdulillah. Dia mempunyai pengikut yang dikenal
dengan Saba’iyyah yang meyakini sifat ketuhanan ’Aliy bin Abi Thalib dan ’Aliy
telah membakarnya dengan api pada masa kekhalifahannya” (Lisaanul-Miizaan,
4/483-485 no. 4253, tahqiq: ’Abdul-Fattaah Abu Ghuddah; Maktabah Al-Mathbuu’aat
Al-Islaamiyyah, Cet. 1/1424).
Ada lagi syubhat lain
yang mengatakan bahwa dalam riwayat Al-Humaidiy (Al-Musnad, 1/461 no. 543,
tahqiq: Husain Saliim Asad) terdapat perkataan ‘Ammaar Ad-Duhniy yng menegaskan
‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu tidak membakar kaum penyembah berhala
dan atheis itu (yaitu Saba’iyyah).
Dan diriwayatkan bahwa
Ammar Ad Duhni berkata kalau Imam Ali tidak membakar mereka hanya membuat
lubang lalu memasukkan mereka ke dalamnya dan mengalirkan asap ke lubang
tersebut kemudian membunuh mereka (Musnad Al Humaidi 1/244 no 533). Ammar Ad
Duhni adalah tabiin kufah yang otomatis menyaksikan persitiwa tersebut sehingga
kesaksiannya patut diambil dan melalui penjelasannya Imam Ali tidak membakar
kaum murtad yang dimaksud. Wallahu’alam.
‘Ammaar Ad-Duhniy
termasuk tingkatan shighaarut-taabi’iin yang meninggal pada tahun 133 H. Adapun
‘Aliy adalah shahabat pada thabaqah yang pertama, meninggal pada tahun 40 H.
Lantas bagaimana bisa dipastikan bahwa ‘Ammaar menyaksikan peristiwa tersebut ?
Alih-alih menyaksikan peristiwa, kepastian ‘Ammaar pernah bertemu/melihat
dengan ‘Aliy bin Abi Thaalib saja masih menjadi pertanyaan besar. Al-Mizziy
dalam Tahdziibul-Kamaal (21/208-209) dan juga Ibnu Hajar dalam
Tahdziibut-Tahdzib (7/406) tidak menyebutkan ‘Aliy bin Abi Thaalib sebagai
syaikh dari ‘Ammaar Ad-Duhniy.
Apakah jenis kesaksian
seperti ini bisa dianggap/dipertimbangkan ? Ibnu Hajar setelah menyebutkan
riwayat Al-Humaidiy dan Ismaa’iiliy dari Sufyaan yang menyebutkan mudzkarah
antara ‘Amru bin Diinaar, Ayyuub, dan ‘Ammaar Ad-Duhniy – dan juga perkataan
Ad-Duhniy di atas - , menjelaskan bahwa ‘Amru bin Diinaar menyanggah perkataan
Ad-Duhniy dengan hadits dan syi’ir (lihat Fathul-Baariy, 6/151). Tentu saja
perkataan ‘Amru bin Diinaar lebih patut untuk diambil karena berkesesuaian
dengan dalil daripada perkataan ‘Ammaar Ad-Duhniy rahimahumallaah.
Ada syubhat terakhir yang
mengatakan:
Jika kita menerima kedua
perkataan ini maka yang dimaksud oleh Imam Ali dengan “benarlah Ibnu Abbas”
adalah membenarkan hadis yang dikatakan oleh Ibnu Abbas dari Rasulullah SAW
bahwa tidak boleh menyiksa dengan siksaan Allah SWT dan orang murtad cukup
dibunuh saja karena Beliau Imam Ali juga mengetahui hadis tersebut. Dan yang
dimaksud dengan perkataan “kasihan Ibnu Abbas” adalah Imam Ali mengasihani Ibnu
Abbas yang terlalu mudah mempercayai apa saja yang disampaikan kepadanya.
Riwayat yang dimaksudkan adalah:
حدثنا أحمد بن
محمد بن حنبل، ثنا إسماعيل بن إبراهيم، أخبرنا أيوب، عن عكرمة: أن عليّاً عليه
السلام أحرق ناساً ارتدُّوا عن الإِسلام، فبلغ ذلك ابن عباس فقال: لم أكن لأحرقهم
بالنار، إن رسول اللّه صلى اللّه عليه وسلم قال: "لاتعذبوا بعذاب اللّه"
وكنت قاتلهم بقول رسول اللّه صلى اللّه عليه وسلم، فإِن رسول اللّه صلى اللّه عليه
وسلم قال: " من بدل دينه فاقتلوه" فبلغ ذلك عليّا عليه السلام، فقال:
ويح ابن عباس.
Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin
Muhammad bin Hanbal: Telah menceritakan kepada kami Ismaa’iil bin Ibraahiim:
Telah mengkhabarkan kepada kami Ayyuub, dari ‘Ikrimah: Bahwasannya ‘Aliy
‘alaihis-salaam pernah membakar orang-orang yang murtad dari Islam. Lalu sampailah berita itu
kepada Ibnu ‘Abbaas hingga ia berkata: "Sungguh, aku tidak akan membakar
mereka dengan api. Sesungguhnya Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam
bersabda: ‘Janganlah kalian menyiksa dengan siksaan Allah’. Dan aku memerangi
mereka berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam.
Sesungguhnya Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda: ‘Barangsiapa
mengganti agamanya, maka bunuhlah ia’. Maka sampailah perkataan itu pada ‘Aliy,
dan ia berkata: ‘Waiha Ibna ‘Abbaas’ (Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 4351).
Apa makna waiha Ibn ‘Abbaas (وَيْحَ ابْنِ عَبَّاسٍ) ? Kata وَيحٌ
dalam bahasa ‘Arab bisa bermakna iba, kasih sayang, kecelakaan, pujian, atau
kaguman; tergantung konteks kalimatnya. Di sini – sesuai konteks kalimatnya –
kata tersebut bermakna pujian, kekaguman, dan sekaligus pembenaran, sebab kata وَيحٌ telah dijelaskan dalam riwayat yang
dibawakan oleh At-Tirmidziy dengan: صَدَقَ ابْنُ
عَبَّاسٍ (‘Benarlah Ibnu ‘Abbas’). Oleh karena itu, antara riwayat Abu
Dawud dan At-Tirmidziy ini bukan riwayat yang bertolak belakang, namun saling
menjelaskan satu dengan yang lainnya (lihat An-Nihaayah fii Ghariibil-Hadiits
oleh Ibnul-Atsiir, hal. 993, taqdim: Aliy Al-Halabiy, Daar Ibnil-Jauziy, Cet.
1/1421; Al-Mu’jamul-Wasiith hal. 1061, Maktabah Asy-Syuruuq Ad-Dauliyyah, Cet.
4/1425; dan Lisaanul-‘Arab oleh Ibnul-Mandhur, hal. 4937-4938, Daarul-Ma’aarif).
Kalaupun misal kata ini
dibawa kepada makna iba atau kasih sayang, maka ini tidak ‘nyambung’ dengan
makna penerjemahan si penebar syubhat di atas. Dalam bahasa Arab, makna
tarahhum atau tawajju’ ini diberikan kepada orang yang meninggal atau tertimpa
musibah. Intinya, syubhat di atas muncul karena ketidakpahaman dalam bahasa
‘Arab.
Perlu diketahui bahwa
peristiwa pembakaran ini pun juga disitir dalam beberapa referensi kitab-kitab
Syi’ah. Para Pembaca budiman bisa membaca kembali artikel kami di: ‘Abdullah
Bin Saba’ – Tokoh Nyata Yang Difiktifkan.
Masih ada beberapa
keterangan lain dalam buku hadits, biografi, atau sejarah yang tidak
ditampilkan di sini. Semuanya menunjukkan satu keterangan yang pasti bahwa
‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu memang pernah membakar orang-orang
zindiq di masa kekhalifahannya. Membantah satu kenyataan dan kebenaran tidaklah
menghasilkan apa-apa kecuali kepayahan dan kepenatan.
Di sini mengandung satu
pelajaran berharga bagi kita bahwa di kalangan shahabat itu ada yang lebih, ada
pula yang kurang dalam hal ilmu. Ada di antara mereka yang punya satu ilmu yang
tidak dimiliki shahabat lain. Tidaklah ada satu shahabat pun yang memiliki
semua perbendaharaan ilmu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Tidak
terkecuali dalam hal ini ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu. Dalam satu
atau beberapa hal, ada ilmu yang tidak diketahuinya yang itu berada di tangan
shahabat lainnya, sehingga menyebabkan ijtihadnya keliru.
‘Aliy bin Abi Thaalib
bukanlah sosok ma’shum yang semua pendapat, perkataan, atau perbuatannya
diterima dan tidak salah. Dalam riwayat hadiitsul-ifk, ‘Aliy dan Usaamah pernah
dimintai pendapat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam tentang permasalahan yang
sedang beliau hadapi terkait dengan ‘Aaisyah. Usaamah memberikan pendapat agar
beliau mempertahankan ‘Aaisyah, sedangkan ‘Aliy berpendapat sebaliknya.(11)
Ternyata beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam setelah mempertimbangkannya
lebih memilih pendapat Usaamah yang akhirnya Allah ta’ala menurunkan wahyu
untuk membebaskan ‘Aaisyah dari segala macam tuduhan. Dapat kita lihat bahwa
pendapat/pertimbangan yang diberikan Usaamah bin Zaid kepada Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam lebih tepat dibandingkan Aliy bin Abi Thaalib
radliyallaahu ‘anhumaa.
Banyak sebenarnya contoh
yang dapat diberikan dari perkara-perkara yang semisal. Namun kita –
Ahlus-Sunnah – bukanlah orang yang gemar mensensus kekeliruan para shahabat dan
menyebarkannya. Jika bukan karena ghulluw yang dilakukan orang-orang Syi’ah
terhadap ‘Aliy bin Abi Thaalib dan sebagian keturunannya, niscaya kita tidak
berhajat untuk menuliskannya di sini.
Semoga apa yang
dituliskan di sini ada manfaatnya.
Wallaahu a’lam
bish-shawwaab.
Oleh: Abul Jauzaa' Dony Arif Wibowo
Footnote:
(1) Pada artikel sebelum
revisi ini saya menuliskan penghukuman dalam hadits ini dla’iif, karena sebab
Qataadah. Ia seorang mudallis yang membawakan riwayat dengan ‘an’anah. Akan
tetapi setelah meneliti lebih lanjut tentang tadlis Qataadah ini, nampak bagi
saya bahwa tadlis Qataadah ini harus dikembalikan pada asal pertemuan antara ia
dengan syaikhnya. Banyak ulama terdahulu yang mengistilahkan irsaal dengan
tadlis. Penyifatan tadlis para ulama kepada Qataadah maknanya adalah irsaal
(yaitu ia banyak memursalkan riwayat).
Qataadah adalah salah
seorang perawi yang banyak meriwayatkan dari Anas. ‘An’anah Qataadah dari Anas
ini dihukumi bersambung. Al-Bukhaariy dan Muslim telah berhujjah dalam kitab
Shahih-nya atas ‘an’anah Qataadah dari Anas. Asy-Syaikh Al-Albaaniy
rahimahullah semula tidak berhujjah ‘an’anah Qataadah, namun kemudian beliau
rujuk menerima jika dapat dipastikan bahwa ia memang pernah bertemu dengan
syaikhnya.
Lebih lanjut bahasan akan
‘an’anah Qataadah, bisa dibaca dalam kitab Manhajul-Mutaqaddimiin fit-Tadliis
oleh Naashir bin Hamd Al-Fahd.
Bisa juga dibaca:
http://majles.alukah.net/showthread.php?t=40226 -
http://www.way2jannah.com/vb/showthread.php?t=1636.
(2) Abu Bakr bin
‘Ayyaasy, ia adalah Ibnu Saalim Al-Asadiy – perawi yang dipakai oleh
Al-Bukhaariy dan Muslim dalam Shahih-nya. Ibnu Hajar berkata: “Tsiqah lagi ahli
ibadah, akan tetapi berubah hapalannya di usia tua; sedangkan riwayat yang
berasal dari kitabnya adalah shahih” (Taqriibut-Tahdziib – bersama At-Tahriir
4/160 no. 7985). Ia meninggal pada tahun 173 pada usia 96 tahun. Dalam
Shahih-nya, Al-Bukhaariy mengambil riwayat Ibnu Abi Syaibah yang berasal dari
Abu Bakr bin ‘Ayyaasy.
Abu Hushain, ia adalah
‘Utsmaan bin ‘Aashim bin Hushain Al-Asadiy Al-Kuufiy, seorang yang tsiqah lagi
tsabat, dipakai oleh Al-Bukhaariy dan Muslim dalam Shahih-nya. Dikatakan, ia
meninggal pada tahun 127/128/129/132 H.
Suwaid bin Ghafalah, ia
adalah Ibnu ‘Ausajah bin ‘Aamir Al-Ju’fiy Al-Kuufiy; seorang yang tsiqah,
dipakai oleh Al-Bukhaariy dan Muslim dalam Shahih-nya. Meninggal pada tahun
80/81/82 H.
(3) ‘Abdurrahiim bin
Sulaimaan, ia adalah Al-Kinaaniy Al-Marwaziy; seorang perawi tsiqah, dipakai
Al-Bukhaariy dan Muslim dalam Shahih-nya. Meninggal pada tahun 187 H.
‘Abdurrahmaan bin ‘Ubaid,
ia adalah Ibnu Nisthaas bin Abi Shafiyyah Al-‘Aamiriy Al-Kuufiy; seorang
tsiqah, dipakai Al-Bukhaariy dan Muslim dalam Shahih-nya. Termasuk
shighaarut-taabi’iin.
‘Ubaid bin Nisthaas,
seorang perawi tsiqah, termasuk kalangan tabi’iin pertengahan.
(4) ‘Aliy bin Al-Ja’d bin
‘Ubaid Al-Jauhariy, Abul-Hasan Al-Baghdaadiy; seorang yang tsiqah lagi tsabat,
dipakai Al-Bukhaariy dalam Shahih-nya. Meninggal tahun 230 H.
Qais bin Ar-Rabii’
Al-Asadiy, Abu Muhammad Al-Kuufiy; seorang yang shaduuq, namun berubah
hapalannya ketika tua (dan para ulama banyak mendla’ifkannya dengan sebab ini).
Meninggal tahun 163 H.
Abu Hushain, namanya
adalah: ‘Utsmaan bin ‘Aashim bin Hushain Al-Asadiy Al-Kuufiy; seorang yang
tsiqah, tsabat, namun kadang melakukan tadlis, dipakai Al-Bukhaariy dan Muslim
dalam Shahih-nya. Meninggal tahun 127 H. Akan tetapi, penyifatan akan tadlis
ini perlu diteliti kembali, sebab Ibnu Hajar tidak menyebutkannya dalam
Ath-Thabaqaat.
Qabiishah bin Jaabir bin
Wahb bin Maalik Al-Asadiy, Abul-‘Alaa’ Al-Kuufiy; seorang yang tsiqah.
Meninggal tahun 69 H.
Walhasil, sanad riwayat
ini lemah dengan kelemahan ringan, dan ia menjadi shahih (lighairihi) dengan
penguat hadits yang lain.
(5) ‘Aliy bin Al-Husain
bin ‘Aliy bin Abi Thaalib Al-Haasyimiy; seorang yang tsiqah lagi tsabat,
dipakai Al-Bukhaariy dan Muslim dalam Shahih-nya. Meninggal tahun 93 H.
(6) Diriwayatkan oleh
Ibnu ‘Asaakir dalam Tarikh Dimasyqiy 29/7 dan sanadnya hasan.
(7) Al-Hamil adalah
sebutan untuk segala sesuatu yang busuk, dan dia berarti orang yang botak dan
tidak mempunyai rambut. (Al-Qaamus).
(8) Diriwayatkan oleh
Ibnu ‘Aasakir dalam Taarikh Ad-Dimasyqi (29/7) dengan sanad shahih.
(9) Atsar ini tsabit
(kokoh) Diriwayatkan oleh ‘Abdullah bin Ahmad dalam As-Sunnah no. 1325, Abu
Ya’laa dalam Musnad-nya no. 449, dan Ibnu Abi ‘Aashim dalam As-Sunnah no. 982.
Al-Haitsamiy berkata dalam Majma’uz-Zawaaid 7/333: “Para perawinya tsiqah
(terpercaya)”.
(10) Atsar ini tsabit.
(11) Dalam sebuah hadits
yang panjang, ‘Aisyah menceritakan:
وَدَعَا رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلِيَّ بْنَ أَبِي طَالِبٍ
وَأُسَامَةَ بْنَ زَيْدٍ حِينَ اسْتَلْبَثَ الْوَحْيُ يَسْتَشِيرُهُمَا فِي
فِرَاقِ أَهْلِهِ قَالَتْ فَأَمَّا أُسَامَةُ بْنُ زَيْدٍ فَأَشَارَ عَلَى رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالَّذِي يَعْلَمُ مِنْ بَرَاءَةِ أَهْلِهِ
وَبِالَّذِي يَعْلَمُ فِي نَفْسِهِ لَهُمْ مِنْ الْوُدِّ فَقَالَ يَا رَسُولَ
اللَّهِ هُمْ أَهْلُكَ وَلَا نَعْلَمُ إِلَّا خَيْرًا وَأَمَّا عَلِيُّ بْنُ أَبِي
طَالِبٍ فَقَالَ لَمْ يُضَيِّقْ اللَّهُ عَلَيْكَ وَالنِّسَاءُ سِوَاهَا كَثِيرٌ
وَإِنْ تَسْأَلْ الْجَارِيَةَ تَصْدُقْكَ قَالَتْ فَدَعَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَرِيرَةَ فَقَالَ أَيْ بَرِيرَةُ هَلْ رَأَيْتِ مِنْ
شَيْءٍ يَرِيبُكِ مِنْ عَائِشَةَ قَالَتْ لَهُ بَرِيرَةُ وَالَّذِي بَعَثَكَ
بِالْحَقِّ إِنْ رَأَيْتُ عَلَيْهَا أَمْرًا قَطُّ أَغْمِصُهُ عَلَيْهَا أَكْثَرَ
مِنْ أَنَّهَا جَارِيَةٌ حَدِيثَةُ السِّنِّ تَنَامُ عَنْ عَجِينِ أَهْلِهَا
فَتَأْتِي الدَّاجِنُ فَتَأْكُلُهُ
“Dan, ketika itu Rasulullah shallaallaahu
'alaihi wa sallam memanggil ‘Aliy bin Abi Thaalib dan Usaamah bin Zaid untuk
mengajak keduanya bermusyawarah dalam rangka memisahkan (menceraikan) isterinya
selama wahyu belum turun. Adapun Usaamah bin Zaid, ia menunjuki kepada
Rasulullah shallaallaahu 'alaihi wa sallam dengan apa yang ia ketahui akan
jauhnya istri beliau dari perbuatan tersebut dan dengan apa yang ia ketahui
tentang kecintaannya kepada beliau. Usaamah berkata: 'Wahai Rasulullah, mereka
adalah isteri-isterimu, kami tidak mengetahui kecuali kebaikan'. Adapun ‘Aliy
bin Abi Thaalib, ia berkata: ‘Allah 'azza wa jalla tidak akan memberi
kesempitan kepadamu. Masih banyak wanita-wanita lain selain dirinya. Dan
sungguh, jika engkau bertanya kepada budakmu, pasti dia akan jujur".
Aisyah berkata: "Kemudian Rasulullah shallaallaahu 'alaihi wa sallam
memanggil Bariarah. Beliau bertanya: "Wahai Bariirah, apakah engkau
melihat ada sesuatu yang meragukan bagimu dari diri ‘Aaisyah?". Bariirah
menjawab: ‘Demi Dzat yang mengutusmu dengan kebenaran, aku tidak melihat pada
dirinya suatu yang kurang selain tak lebih saat ia masih kecil umurnya, ia
ketiduran dari menunggu adonan tepung di keluarganya lantas ada binatang jinak
yang memakan tepung itu" (Diriwayatkan oleh Muslim no. 2770. Diriwayatkan pula oleh
Al-Bukhaariy dalam beberapa tempat dalam Shahih-nya).
(12) Yaitu dengan
penambahan riwayat-riwayat penguat. Semua riwayat yang disebutkan di atas
menyebutkan bahwa ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu memang benar-benar
membakar orang-orang Zanaadiqah. Tidak ada jalan sebenarnya untuk
mendla’ifkannya. Kalau pun seandainya dla’iif – dan itu sangatlah jauh - , maka
tetap saja hadits-hadits itu dapat saling menguatkan satu dengan yang lain yang
membentuk satu faedah: ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu membakar kaum
Zanaadiqah.
Posting Komentar untuk "Kisah Ali Bin Abi Thalib Membakar Seorang Atheis atau Zindiq"
Sebelumnya kami ucapkan Jazakumullahu Khairan atas tegur sapa antum semua di web Kabeldakwah.com ini.
==> Komentar Anda akan ditanggapi oleh Admin saat Aktif.