Jihad Palestina di Gaza Bumi Syam
Oleh: Abul Jauzaa' Dony Arif Wibowo
Prolog:
"Ini adalah satu tulisan yang pernah saya buat di awal Januari
2009 saat Yahudi mengagresi Gazza untuk kesekian kalinya. Sebagaimana telah
saya perkirakan sebelumnya, bahwa tulisan ini mendapatkan ’reaksi’ dari
sebagian besar teman-teman yang kemudian menganggap saya tidak mendukung
perjuangan rakyat Palestina dan ridla terhadap penjajahan Yahudi di sana.
Setelah berlalu beberapa bulan pasca usainya agreasi Yahudi, mungkin ada
baiknya jika tulisan ini saya pasang di Blog ini (dengan beberapa perbaikan,
penambahan, dan pengurangan seperlunya). Semoga ada manfaatnya, dan juga berharap ada kritik serta
saran konstruktif jika memang terdapat kekeliruan."
Saya sungguh merasa heran
dengan satu kaum yang mereka merasa sedih dan sakit ketika melihat
saudara-saudara mereka yang terbantai oleh keganasan Yahudi di bumi Syam sambil
berteriak-teriak: "Wahai ikhwah, inilah bukti kekejaman Yahudi terhadap
kaum muslimin"; namun di sisi lain mereka ’membiarkan’ hal itu terjadi.
Mereka menganggap bahwa itu semua adalah satu pemakluman yang mesti terjadi
ketika perang ditegakkan (oleh sekelompok kaum muslimin – HAMAS?). Mereka
menganggap bahwa mereka-mereka yang meninggal dihujani peluru, mesiu, dan
bom-bom dari alat-alat perang Yahudi itu, adalah sebuah pengorbanan yang memang
harus ditanggung oleh kaum muslimin, terutama kaum muslimin Palestina. Sungguh
ironis,...
Jikalau ratusan korban
(atau bahkan mungkin akan mencapai ribuan?) yang meninggal dari kaum muslimin
itu adalah dari mereka-mereka yang statusnya memanggul senjata dalam perlawanan
di garis pertempuran,... ya mungkin itu bisa dianggap satu ’kewajaran’. Bisa "diterima"
oleh akal. Tidak ada perang tanpa korban jiwa. Namun sayangnya, korban-korban
itu (selain jatuh dari mereka yang berada di garis pertempuran) sebagian besar
adalah mereka yang tidak memanggul senjata. Mereka adalah orang-orang yang
sedang berdiam di rumah, berdiam di sekolah, beribadah di masjid, muamalah di
pasar, dan yang lainnya, yang sedang dicekam rasa ketakutan.
Satu tindakan ’keras’
tanpa kompromi lagi offensif dari HAMAS yang senantiasa menyerang teritory
negara Yahudi, harus dibayar mahal dengan itu semua. Jika dulu misalnya, –
sebelum agresi Yahudi berlangsung – mereka (Yahudi) paling "hanya"
membunuh 10 orang tiap harinya. Namun sekarang mereka dengan sangat leluasa
membunuh dan melukai ratusan kaum muslimin Palestina setiap harinya. Jika dulu
misalnya, – sebelum agreasi Yahudi berlangsung – mereka hanya menghancurkan dan
membuldoser rata-rata 5 sampai 10 rumah/bangunan setiap harinya. Itupun
seringkali diplomasi politik internasional dapat mencegahnya. Namun sekarang,
mereka (Yahudi) dengan leluasa membom rumah, masjid, sekolah, universitas,
pasar, dan infrastruktur lain. Semua rata dengan tanah meninggalkan puing-puing
tanpa manfaat. Jika dulu – sebelum agresi Yahudi berlangsung – kaum muslimin
dapat dibantu oleh negara-negara tetangga dari macam bantuan makanan,
obat-obatan, pakaian, bahan bakar, dan yang lainnya. Namun sekarang,... sungguh
sangat menyedihkan kondisi di sana. Minim makanan, obat-obatan, dan bahan bakar
(untuk sekedar menghangatkan badan di musim dingin). Ya,...Yahudi telah telah
menutup jalur bantuan dan melarang bantuan tersebut masuk ke Palestina. Baru
kemarin Yahudi mengumunkan jeda 3 jam penyerangan untuk "memberikan
kesempatan" tim bantuan untuk masuk menolong kaum muslimin Palestina.
Mereka lakukan itu bukan karena rasa kasihan terhadap kaum muslimin, tetapi
karena desakan dan kecaman dunia internasional akan agresi militer Yahudi itu.
Bayangkan ikhwah,... hanya 3 jam!
Semua perbuatan yang dilakukan oleh Yahudi itu dilakukan dengan satu alasan pembenar (menurut mereka): "Menjaga teritory dan keamanan sipil dari serangan roket-roket HAMAS".
Jika kita mundur sedikit
beberapa waktu silam ketika Hizbullah dengan gaya ’pahlawan’ mereka saat
menyerang negeri Yahudi... apa yang mereka akibatkan? Satu kemaslahatan kah?
Bahkan mafsadat yang timbul!! Lebih dari seribu orang meninggal akibat serangan
bom-bom Yahudi. Belum terhitung yang luka-luka. Banyak bangunan hancur rata
dengan tanah. Kalau kita tanya pada realitas: "Siapakah mereka yang
menjadi korban serangan Yahudi itu? Mereka yang punya senjata dan memanggulnya
berjihad di garis pertempuran, atau mereka-mereka yang berdiam diri di
tempat-tempat mereka dalam keadaan takut tanpa senjata?". Jawablah ya
ikhwah!
Setelah ada desakan dan
kecaman sana-sini, akhirnya Yahudi menghentikan serangannya. Tahukah antum ya
ikhwah apa yang diperbuat Hizbullah setelah ’perang’ usai? Ya,... mereka
bersorak-sorai mengklaim diri mereka telah memenangkan pertempuran. Ya,
kemenangan imajinatif mereka itu mereka proklamirkan di atas bala’ dan bencana
nyata yang menimpa kaum muslimin di Libanon (khususnya Beirut).
Begitu pula yang terjadi
di Palestina...
Jihad memerangi Yahudi
memang satu maslahat – pada asalnya. Namun jika ini dilakukan tanpa
pertimbangan benar dan syar’i, tentu saja hanya mafsadat yang ditimbulkannya.
Dan perang yang dikobarkan itu sulit untuk dikatakan sebagai jihad yang syar’i.
Ikhwah,.. beberapa ulama
telah menjelaskan tentang fase-fase pensyari’atan jihad oleh Allah kepada
Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam; dan ini patut untuk kita perhatikan.
Beberapa fase tersebut adalah:
1. Fase Pertama.
Sebelum diperintahkan
berhijrah, Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam dilarang untuk
berjihad/berperang melawan kaum kuffar. Allah ta’ala memerintahkan untuk
menahan diri dan bersabar atas gangguan yang diterima. Hal ini berlangsung
selama lebih kurang 10 tahun.
2. Fase Kedua
Setelah berhijrah ke
Madinah, kaum muslimin diijinkan untuk memerangi orang-orang yang memerangi
mereka dan menahan diri dari kaum yang tidak memerangi mereka. Allah ta’ala
berfirman:
أُذِنَ
لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا وَإِنَّ اللَّهَ عَلَى نَصْرِهِمْ
لَقَدِيرٌ
"Telah diizinkan
(berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah
dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu"
(QS. Al-Hajj: 39).
3. Fase Ketiga
Kaum muslimin diijinkan
berperang di luar bulan-bulan haram, yaitu pada bulan Dzulqa’dah, Dzulhijjah,
Muharram, dan Rajab. Allah ta’ala berfirman:
فَإِذَا
انْسَلَخَ الأشْهُرُ الْحُرُمُ فَاقْتُلُوا الْمُشْرِكِينَ حَيْثُ وَجَدْتُمُوهُمْ
وَخُذُوهُمْ وَاحْصُرُوهُمْ وَاقْعُدُوا لَهُمْ كُلَّ مَرْصَدٍ فَإِنْ تَابُوا
وَأَقَامُوا الصَّلاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ فَخَلُّوا سَبِيلَهُمْ إِنَّ اللَّهَ
غَفُورٌ رَحِيمٌ
"Apabila sudah habis
bulan-bulan Haram itu, maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu di mana saja
kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah di
tempat pengintaian. Jika mereka bertobat dan mendirikan salat dan menunaikan
zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan. Sesungguhnya Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang" (QS. At-Taubah: 5).
4. Fase Keempat
Kaum muslimin
diperintahkan untuk memerangi orang-orang kafir secara mutlak. Allah ta’ala berfirman:
وَقَاتِلُوا
الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً
"Dan perangilah kaum
musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya" (QS.
At-Taubah: 36).
5. Fase Kelima
Perintah di atas tetap
berlaku, hanya saja Allah melarang kaum muslimin menyerang mereka di
Masjidil-Haram. Allah ta’ala berfirman:
وَاقْتُلُوهُمْ
حَيْثُ ثَقِفْتُمُوهُمْ وَأَخْرِجُوهُمْ مِنْ حَيْثُ أَخْرَجُوكُمْ وَالْفِتْنَةُ
أَشَدُّ مِنَ الْقَتْلِ وَلا تُقَاتِلُوهُمْ عِنْدَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ حَتَّى
يُقَاتِلُوكُمْ فِيهِ فَإِنْ قَاتَلُوكُمْ فَاقْتُلُوهُمْ كَذَلِكَ جَزَاءُ
الْكَافِرِينَ
"Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu
jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu
(Mekah); dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah
kamu memerangi mereka di Masjidilharam, kecuali jika mereka memerangi kamu di
tempat itu. Jika mereka memerangi kamu (di tempat itu), maka bunuhlah mereka.
Demikianlah balasan bagi orang-orang kafir" (QS. Al-Baqarah: 191).
6. Fase Keenam
Kewajiban jihad dibakukan
dan dianjurkan secara tegas. Allah ta’ala berfirman:
كُتِبَ
عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا
وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ
وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ
"Diwajibkan atas
kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh
jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula)
kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang
kamu tidak mengetahui" (QS. Al-Baqarah: 216).
Tahapan-tahapan di atas
bukanlah tanpa hikmah dan tanpa arti. Hal itu dikarenakan jihad itu ditegakkan
salah satunya atas dasar keberadaan kemampuan (istitha’ah). Kemampuan ini ada
dua, yaitu:
a. Kemampuan dalam hal
keimanan, ketaqwaan, dan persatuan.
b. Kemampuan dalam hal
materiil, seperti jumlah pasukan dan senjata yang memadai.
Sekarang mari kita lihat
realitas kondisi kaum muslimin saat ini, khususnya kaum muslimin Palestina.
Apakah mereka saat ini berada dalam kondisi siap untuk berjihad atau dalam
kondisi lemah? Saya harap kita semua menjawabnya dengan penuh kejujuran tanpa
ada tendensi dan rasa sentimen. Dari sisi kemampuan yang pertama,... mari kita
lihat secara sekilas. Jika kita melihat dari rekaman televisi dan dari sajian
media-media yang lainnya, maka nampak oleh kita kehidupan mereka yang tidak
menjalankan Islam secara "sempurna". Dari parameter dhahir, (dan ini
saya yakin banyak ikhwah yang juga mengetahuinya)... kita lihat, banyak
diantara kaum muslimah Palestina yang tidak mengenakan jilbab syar’i atau
mengenakan jilbab namun masih terlihat auratnya. Adapun kaum laki-lakinya,
banyak diantara mereka yang mencukur jenggotnya dan tidak menunaikan shalat
berjama’ah di masjid. Atau jika kita mengatakan bahwa rezim Fattah itu rezim
korup, bukankah mereka itu juga merupakan salah satu proyeksi komunitas kaum
muslimin Palestina? Banyak kaum muslimin Palestina telah menyelisihi perintah
Allah dan Rasul-Nya shallallaahu ’alaihi wa sallam. Ketaatan pada syari’at
merupakan faktor terpenting dalam jihad untuk memperoleh kemenangan. Ibnu Jarir berkata ketika menjelaskan QS. Aali
’Imran: 165:
قلتم أنى هذا،
يعني: قلتم لما أصابتكم مصيبتكم بأحد "أنى هذا"، من أيِّ وجه هذا؟ ومن
أين أصابنا هذا الذي أصابنا، ونحن مسلمون وهم مشركون، وفينا نبي الله صلى الله
عليه وسلم يأتيه الوحي من السماء، وعدوُّنا أهل كفر بالله وشرك؟. "قل"
يا محمد للمؤمنين بك من أصحابك ="هو من عند أنفسكم"، يقول: قل لهم:
أصابكم هذا الذي أصابكم من عند أنفسكم، بخلافكم أمري وترككم طاعتي، لا من عند
غيركم، ولا من قبل أحد سواكم
"Firman Allah: Dari
mana datangnya (kekalahan) ini? – yaitu: Kalian berkata saat tertimpa musibah
(kekalahan) di medan Uhud: ’Dari mana datangnya (kekalahan) ini?’. Dari sisi
mana kekalahan ini timbul?. Dan dari mana kekalahan yang menimpa kami ini?
Padahal kami adalah orang-orang Islam sedangkan mereka orang yang menyekutukan
Allah. Di sisi kami ada Nabi Allah shallallaahu ’alaihi wa sallam yang turun
kepadanya wahyu dari langit, sedangkan musuh kami adalah orang yang kufur
terhadap Allah dan menyekutukan-Nya? Katakan wahai Muhammad kepada orang-orang
beriman dari kalangan shahabatmu yang bersamamu itu: ’Itu dari (kesalahan)
dirimu sendiri’. Allah berfirman: Katakanlah kepada mereka: ’Kekalahan yang
menimpa kalian ini berasal dari kalian sendiri karena menyelisihi perintahku
dan meninggalkan ketaatan kepadaku. (Kekalahan itu) bukan berasal dari selain
diri kalian dan bukan pula dari seorangpun dari selain kalian (yaitu dari
orang-orang musyrikin)" (Tafsir Ath-Thabariy, 7/371).
Kemudian,...dilihat dari
persatuan,... maka sudah menjadi rahasia umum – alias bukan rahasia lagi –
bahwa persatuan kaum muslimin di sana sedang terkoyak. Susah untuk menentukan
siapa sebenarnya pemimpin kaum muslimin Palestina saat ini. Masing-masing
mempunyai pemimpin yang mereka "patuhi". Satu kelompok tidak mengakui
yang lain. Oleh karena itu, terlalu berlebihan kiranya jika ada orang yang
mengatakan bahwa semua kaum muslimin Palestina mendukung HAMAS. Fatah punya
massa, Hamas pun punya massa. Masing-masing punya senjata. Masing-masing punya
kepentingan. Masing-masing berebut kekuasaan (walau mungkin masing-masing pihak
punya alasan bahwa dirinyalah yang lebih berada di atas kebenaran dibanding
yang lain). Ini kenyataan atau hanya igauan ya ikhwah? Saya hanya ingin
menekankan bahwa saat ini persatuan kaum muslimin di sana sedang terkoyak.
Allah ta’ala berfirman:
وَاعْتَصِمُوا
بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلا تَفَرَّقُوا
"Dan berpeganglah
kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai- berai"
(QS. Aali ’Imraan: 103).
Kemudian menginjak pada
kemampuan yang kedua,... apakah kaum muslimin – Hamas pada khususnya – mempunyai
jumlah pasukan dan persenjataan yang memadai dibandingkan musuh?
عن عقبة بن عامر
يقول سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم وهو على المنبر يقول { وأعدوا لهم ما
استطعتم من قوة } ألا إن القوة الرمي ألا إن القوة الرمي ألا إن القوة الرمي
Dari ’Uqbah bin ’Aamir ia berkata: Aku
mendengar Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam bersabda di atas mimbar: "Dan
siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi"
(QS. Al-Anfaal: 60). Ketahuilah, sesungguhnya kekuatan itu adalah melempar,
sesungguhnya kekuatan itu adalah melempar" (Diriwayatkan oleh Muslim no.
1917).
Dalam strategi perang
manapun, faktor ini pasti menjadi pertimbangan sebagaimana ditekankan oleh
Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam di atas. Kita – saya khususnya –
mungkin berusaha menghibur diri bahwa kaum muslimin Palestina mempunyai
senjata-senjata "canggih" yang tidak kalah dengan kepunyaan negeri
Yahudi itu sebagaimana tertulis di beberapa media (yaitu tentang beberapa jenis
roket yang dikembangkan kaum muslimin Palestina/Hamas). Namun
sepandai-pandainya kita menghibur diri, tetap saja kita harus bersedih dan
mengakui bahwa secara totally kita kalah jumlah dan kecanggihan dalam hal
personel tentara dan senjata. Bolehlah sesekali waktu kita memberitakan untuk memberikan
semangat pada kaum muslimin bahwa beberapa tank Yahudi telah dihancurkan oleh
kaum muslimin dengan senjata-senjata mereka... Namun jika kita balik bertanya: "Seberapa
banyak kerugian yang dialami oleh kaum muslimin – baik harta ataupun nyawa –
yang diakibatkan oleh serangan tank-tank tersebut? Seberapa banyak materi yang
telah dihancurkan oleh persenjataan Yahudi?". Mungkin kita harus bertanya
pada diri kita sendiri – jika tidak mampu bertanya pada orang lain -: "Apakah
dengan kerugian yang diakibatkan oleh perlawanan Hamas dengan senjata-senjata
mereka itu sebanding dengan agresi Yahudi yang juga dengan senjata-senjata
mereka itu?". Saya sama sekali tidak menafikkan apa yang telah diperbuat
dan diusahakan oleh kaum muslimin/Hamas di sana. Namun – sekali lagi – saya
hanya ingin melihat realitas yang lebih komprehensif lagi tentang hal ini.
Ikhwah,... saya yakin
kita semua mengakui – walau mungkin sebagian diantara kita enggan untuk
mengatakannya - bahwa kaum muslimin di Palestina dalam keadaan lemah. Lemah
dalam segala-galanya. Baik dari hal keimanan dan ketaqwaan, persatuan, maupun
pasukan dan persenjataan. Oleh karena itu, dalam keadaan ini, tidak bijaksana
kiranya jika kita memaksakan diri untuk berperang/berjihad melawan orang-orang
Yahudi. Kita belum siap untuk mengobarkan panji-panji jihad dalam keadaan yang
penuh dengan kelemahan. Keadaan ini adalah keadaan seperti ketika Rasulullah
shallallaahu ’alaihi wasallam masih berada di Makkah dan awal-awal beliau ada
di Madinah. Perang/jihad tidaklah disyari’atkan karena kaum muslimin masih
lemah. Berkata Ibnu Katsir rahimahullah ketika menafsirkan QS. An-Nisaa’ ayat 77:
كان المؤمنون في
ابتداء الإسلام وهم بمكة مأمورين بالصلاة والزكاة, وإن لم تكن ذات النصب, وكانوا
مأمورين بمواساة الفقراء منهم وكانوا مأمورين بالصفح والعفو عن المشركين والصبر
إلى حين, وكانوا يتحرقون ويودون لو أمروا بالقتال ليشتفوا من أعدائهم ولم يكن
الحال إذ ذاك مناسباً لأسباب كثيرة منها: قلة عددهم بالنسبة إلى كثرة عدد عدوهم,
ومنها: كونهم كانوا في بلدهم, وهو بلد حرام, أشرف بقاع الأرض, فلم يكن الأمر
بالقتال فيه ابتداء كما يقال, فلهذا لم يؤمر بالجهاد إلا بالمدينة لما صارت لهم
دار ومنعة وأنصار, ومع هذا لما أمروا بما كانوا يودونه, جزع بعضهم منه, وخافوا
مواجهة الناس خوفاً شديداً {وقالوا ربنا لم كتبت علينا القتال لولا أخرتنا إلى أجل
قريب} أي لولا أخرت فرضه إلى مدة أخرى, فإن فيه سفك الدماء, ويتم الأولاد, وتأيم
النساء
"Dahulu kaum mukminin di masa permulaan
Islam saat di kota Makkah diperintahkan untuk shalat dan zakat, walaupun tanpa
batasan tertentu. Mereka diperintahkan untuk melindungi orang-orang faqir,
diperintahkan untuk memaafkan, dan membiarkan kaum musyrikin, serta sabar (atas
kedhaliman mereka) hingga batas waktu yang ditentukan. Padahal semangat mereka
sangat membara dan senang seandainya mereka diperintahkan berperang melawan musuh-musuh
mereka. Akan tetapi, kondisi saat itu tidak memungkinkan karena beberapa sebab.
Diantaranya adalah: minimnya jumlah mereka dibandingkan banyaknya jumlah
musuh-musuh mereka, serta keberadaan mereka yang masih berada di kota mereka
sendiri, yaitu tanah haram dan tempatyang paling mulia. Sehingga belum pernah
terjadi peperangan sebelumnya di tempat itu, sebagaimana dikatakan: ’Oleh
karena itu, tidak diperintahkan jihad kecuali di Madinah ketika mereka memiliki
negeri, benteng, dan dukungan’..." (Tafsir Ibnu Katsir , hal. 90 – Free
Program from islamspirit - dikutip seperlunya).
Perhatikan ya ikhwah,...
ketika kita dalam keadaan lemah, maka kita tidak di-masyru’-kan untuk
berperang. Kita benahi dulu keadaan kita. Membenahi kelemahan kita di segala
bidang. Setelah keadaan memungkinkan, baru bendera siap dikumandangkan.
Janganlah kita terburu-buru berbuat sesuatu sementara keadaan kita memang belum
mungkin untuk melakukannya.
Al-Imam Al-Bukhari
meriwayatkan:
عن خباب بن
الأرت قال شكونا إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم وهو متوسد بردة له في ظل الكعبة
قلنا له ألا تستنصر لنا ألا تدعو الله لنا قال كان الرجل فيمن قبلكم يحفر له في
الأرض فيجعل فيه فيجاء بالمنشار فيوضع على رأسه فيشق باثنتين وما يصده ذلك عن دينه
ويمشط بأمشاط الحديد ما دون لحمه من عظم أو عصب وما يصده ذلك عن دينه والله ليتمن
هذا الأمر حتى يسير الراكب من صنعاء إلى حضرموت لا يخاف إلا الله أو الذئب على
غنمه ولكنكم تستعجلون
Dari Khabbab bin ’Arat radliyallaahu ‘anhu:
Bahwa pada suatu hari kami mengadu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam dimana beliau sedang berbaring di bawah naungan Ka’bah berbantalkan
selimutnya. Kami pun berkata kepada beliau: “Tidakkah engkau memohonkan pertolongan
untuk kami? Tidakkah engkau berdoa kepada Allah untuk kami?" Maka beliau
shallallaahu ’alaihi wasallam menjawab: “Dahulu pada umat sebelum kalian ada
orang yang ditimbun dalam tanah, kemudian didatangkan gergaji, lalu diletakkan
di atas kepalanya hingga terbelah menjadi dua. Siksa itu tidaklah menjadikan ia
berpaling dari agamanya. Dan ada yang disisir dengan sisir besi, hingga
terkelupas daging, dan nampaklah tulang atau ototnya, akan tetapi hal itu
tidaklah menjadikan ia berpaling dari agamanya. Sungguh demi Allah, urusan ini
akan menjadi sempurna, sehingga akan ada penunggang kendaraan dari Shan’aa
hingga ke Hadramaut, sedangkan ia tidaklah merasa takut kecuali kepada Allah
atau serigala atas dombanya. Akan tetapi kalian adalah orang-orang yang
terburu-buru" .
Hadits di atas – selain
memberi pelajaran bagi kita agar tetap istiqamah dalam agama – memberikan satu
pelajaran agar kita tidak tergesa-gesa (isti’jal) melakukan sesuatu padahal
syari’at belum memperbolehkannya. Kita harus yakin bahwa Allah akan memberikan
kemenangan pada Islam dan kaum muslimin atas musuh-musuh mereka – termasuk
Yahudi – jika mereka (kaum muslimin) menempuh jalan sebagaimana mestinya. Dalam
hal jihad, jika memang kita belum mampu melakukannya, maka tidak ada aib bagi
kita untuk bersabar dan menahan diri untuk memerangi mereka sementara waktu.
Ingat ikhwah, hadits di atas diucapkan Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam
ketika masih berada di Makkah, dimana waktu itu kaum muslimin masih dalam
keadaan lemah. Memerangi mereka pada saat keadaan kaum muslimin lemah dan
keadaan mereka (musuh) kuat; hanya akan menimbulkan mafsadat yang lebih besar
daripada maslahat yang ingin diperoleh. Contoh nyata adalah sebagaimana yang
terjadi di bumi Syam yang mulia saat sekelompok kaum muslimin melakukan
ofensifitas kepada orang-orang Yahudi... sehingga akhirnya ... (teruskan
sendiri). Ikhwah, perhatikan perkataan Ibnu Taimiyyah berikut:
فمن كان من
المؤمنين بأرض هو فيها مستضعف أو في وقت هو فيه مستضعف فليعمل بآية الصبر والصفح
عمن يؤذي الله ورسوله من الذين أوتوا الكتاب والمشركين وأما أهل القوة فإنما
يعملون بآية قتال أئمة الكفر الذين يطعنون في الدين وبآية قتال الذين أوتوا الكتاب
حتى يعطوا الجزية عن يد وهم صاغرون.
"Barangsiapa dari kalangan orang-orang
yang beriman (mukminin) yang tinggal di bumi dimana mereka dalam keadaan lemah
atau dalam satu waktu dimana kondisi mereka lemah, maka hendaklah ia
mengamalkan ayat-ayat sabar dan menahan diri dari orang-orang yang memusuhi
Allah dan Rasul-Nya dari kalangan Ahli Kitab dan kaum musyrikin. Adapun bagi
mereka yang mempunyai kekuatan, maka hendaknya ia mengamalkan ayat-ayat (yang
memerintahkan) berperang melawan pentolan-pentolan orang-orang kafir dan Ahli
Kitab yang menghina agama (Islam) hingga mereka membayar jizyah dengan penuh
ketundukan dan kerendahan" (Ash-Shaarimul-Maslul ’alaa Syaatimir-Rasuul,
hal. 221 – tahqiq Muhammad Muhyiddin ’Abdil-Hamid).
أن الأمر بقتال
الطائفة الباغية مشروط بالقدرة والإمكان؛ إذ ليس قتالهم بأولى من قتال المشركين
والكفار، ومعلوم أن ذلك مشروط بالقدرة والإمكان، فقد تكون المصلحة المشروعة أحيانا
هي تألف بالمال، والمسالمة والمعاهدة، كما فعله النبي صلى الله عليه وسلم غير مرة،
والإمام إذا عتقد وجود القدرة، ولم تكن حاصلة كان الترك في نفس الأمر أصلح.
"Sesungguhnya perintah untuk memerangi
kelompok pemberontak disyaratkan adanya kemampuan/kekuatan dan kemungkinan
(untuk menang). Dimana memerangi mereka tidaklah lebih diutamakan daripada memerangi kaum
musyrik dan kuffar. Telah diketahui bersama bahwa hal itu disyaratkan adanya
kekuatan dan kemungkinan. Adakalanya maslahat syar’iy itu diperoleh melalui
melembutkan hati dengan (pemberian) harta, perdamaian, dan perjanjian (untuk
tidak saling berperang) sebagaimana telah dilakukan oleh Nabi shallallaahu
’alaihi wa sallam beberapa kali" (Majmu’ Al-Fataawaa, 4/442).
Akhir yang ingin
disampaikan adalah perlawanan yang dilakukan oleh sebagian kaum muslimin
Palestina (baca: Hamas) saat ini adalah tidaklah masyru’. Perlawanan mereka di
saat lemahnya kaum muslimin hanya menimbulkan kemudlaratan yang lebih besar
daripada maslahat yang ingin diraih. Akibat perlawanan mereka, kaum Yahudi
menjadi semakin leluasa menjajah, menindas, membunuh, dan menghancurkan bumi
Palestina. Kekejaman mereka semakin menjadi-jadi. Kaidah Dar-ul-Mafaasid
Muqaddamun ’alaa Jalbil-Mashaalih (Menolak Mafsadah Lebih Didahulukan daripada
Mencari Maslahat) adalah kaidah fiqhiyyah yang sangat agung. Bukan seperti yang
dikatakan sebagian orang yang tergesa-gesa bahwa ini hanyalah logika-logika
semata dari para pendengki HAMAS.
Satu contoh kasus yang
diberikan para ulama adalah kita wajib menahan diri untuk tidak memberontak
penguasa kafir yang dhalim ketika kita tidak mempunyai kemampuan untuk
melawannya. Pada asalnya, melawan dan memberontak pada penguasa yang telah
kafir adalah disyari’atkan. Namun jika kita belum mampu atau kita masih dalam
keadaan lemah, maka perlawanan kita justru akan menghancurkan diri kita
sendiri. Jika mampu, kita berhijrah dari bumi kafir itu. Jika tidak mampu, maka
kita bersabar dan menahan tangan-tangan kita untuk tidak melawannya untuk
sementara waktu, sampai datang satu keadaan yang memungkinkan untuk melawannya.
Tulisan ini bukan berarti
mendukung terjajahnya Palestina oleh Yahudi – sebagaimana sebagian komentator
yang sudah pasang kuda-kuda sentimen dan kontra dengan setiap orang yang tidak
sehaluan dengan HAMAS. Tidak. Saya pikir kita semua masih waras untuk tidak
berpikiran seperti itu. Kita semua cinta Palestina dan kaum muslimin yang ada
di sana.
Jika sebagian ikhwah
tanya "solusi", sebenarnya apa yang dituliskan di atas sudah
berbicara tentang hal itu. Yaitu bersabar dan menahan diri untuk tidak
mengobarkan peperangan dengan mereka (Yahudi) untuk sementara waktu serta
memenuhi perjanjian damai dengan mereka (walau kita tahu bahwa karakter Yahudi
itu suka berkhianat). Ini hal yang sifatnya darurat ketika kita dalam keadaan
lemah. Juga, membina ’aqidah dan persatuan, serta terus mempersiapkan
bekal-bekal fisik yang dipergunakan untuk melawan Yahudi.
Kecuali,... jika ikhwah
semua sudah berpikiran bahwa mengorbankan peperangan (jihad) adalah solusi
satu-satunya yang harus dilakukan – dengan sedikit menutup mata kondisi yang
ada pada kaum muslimin saat ini. Bagi saya, ini merupakan ajakan kolosal bagi
kaum muslimin yang tinggal jauh dari bumi Palestina (termasuk kita yang ada di
bumi Indonesia tercinta) untuk menyaksikan dan membaca berita-berita kekejaman
yang telah dilakukan oleh Yahudi terhadap kaum muslimin. Mengajak kita semua
menghitung jumlah korban – baik yang mati ataupun luka-luka - yang jatuh dari
kaum muslimin. Mengajak kita menyimak berita-berita mereka diisolasi oleh
Yahudi sehingga mereka kekurangan makanan dan obat-obatan yang dengan itu
mereka akan mati pelan-pelan. Dan seterusnya dan seterusnya... Ironisnya –
sekali lagi – itu dianggap sebagai satu ’mafsadat kecil’ dari maslahat melawan
dan memerangi Yahudi. Bila kita bertanya: "Mana hasil dari maslahat nyata
yang diperoleh?".
Posting Komentar untuk "Jihad Palestina di Gaza Bumi Syam"
Sebelumnya kami ucapkan Jazakumullahu Khairan atas tegur sapa antum semua di web Kabeldakwah.com ini.
==> Komentar Anda akan ditanggapi oleh Admin saat Aktif.