Hukum Menikah atau Kawin dengan Jin Menurut Syariat Islam
Tanya: Apa hukumnya menikah
dengan jin? Apakah ini diperbolehkan menurut Islam?
Jawab: Para ulama telah berbeda
pendapat mengenai hal ini. Sebagian ulama membolehkannya, namun sebagian yang
lain mengharamkannya. Masing-masing membawakan argumentasinya yang menurut
mereka kuat. Akan tetapi, yang raajih dalam permasalahan ini – wallaahu a’lam –
adalah pendapat yang mengharamkannya.
Di antara dalil yang
melandasinya adalah sebagai berikut:
1. Al-Qur’an
Allah ta’ala telah
berfirman:
وَمِنْ آيَاتِهِ
أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ
بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ
يَتَفَكَّرُونَ
“Dan di antara
tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari
jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir" (QS.
Ar-Ruum: 21).
فَاطِرُ
السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ جَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا وَمِنَ
الأنْعَامِ أَزْوَاجًا يَذْرَؤُكُمْ فِيهِ
“(Dia) Pencipta langit
dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan
dan dari jenis binatang ternak pasangan-pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu
berkembang biak dengan jalan itu" (QS. Asy-Syuuraa: 11).
Makna dari kalimat “dari
jenis kamu sendiri" adalah dari jenis manusia. Bukan dari jenis jin,
apalagi hewan. Berkata Al-Haafidh Ibnu Katsiir rahimahullah saat menjelaskan
QS. Ruum: 21 dalam Tafsir-nya (11/20):
ولو أنه جعل بني
آدم كلهم ذكورا وجعل إناثهم من جنس آخر إما من جان أو حيوان لما حصل هذا الإئتلاف
بينهم وبين الأزواج بل كانت تحصل نفرة لو كانت الأزواج من غير الجنس ثم من تمام
رحمته ببني آدم أن جعل أزواجهم من جنسهم
“Seandainya saja seluruh Allah ta’ala menjadikan seluruh anak Adam laki-laki, dan menjadikan perempuannya dari jenis yang lain, baik dari jenis jin ataupun hewan, maka tidak akan dapat mewujudkan rasa kasih-sayang antara mereka dan pasangannya. Bahkan yang terjadi keengganan jika saja pasangannya itu bukan berasal dari jenisnya. Termasuk dari kesempurnan rahmat-Nya kepada anak Adam adalah menjadikan pasangannya berasal dari jenis mereka sendiri" (selesai).
Rasa kasih sayang antara
suami istri sayang tidak akan terwujud jika dua pihak (yang menikah) berasal
dari jenis yang berbeda. Al-Imam
Asy-Syaukaaniy rahimahullah berkata:
أي: تألفوها
وتميلوا إليها، فإن الجنسين المختلفين لا يسكن أحدهما إلى الآخر ولا يميل قلبه
إليه
“Yaitu, agar kalian
berkasih-sayang dan cenderung kepadanya. Apabila pasangan itu berasal dari
jenis yang berbeda, maka tidak akan ada kasih-sayang satu dengan yang lainnya
dan tidak pula akan condong kepadanya" (Fathul-Qadiir, 4/219).
Allah ta’ala juga berfirman:
انْكِحُوا مَا
طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ.....
“Maka kawinilah
wanita-wanita (lain) yang kamu senangi...." (QS.
An-Nisaa’: 3).
الرِّجَالُ
قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ
"Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi
kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki)
atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah
menafkahkan sebagian dari harta mereka" (QS. An-Nisaa’: 34).
Sisi pendalilan dari dua ayat ini adalah bahwa
Allah ta’ala memerintahkan seseorang untuk menikahi seorang wanita (an-nisaa’ -
اَلنِّسَاءُ). Lafadh an-nisaa’ dalam bahasa ’Arab
hanya dipakai untuk menyebut wanita keturunan anak Adam (manusia). Penguasaan, pengendalian,
dan kepemimpinan seorang laki-laki hanya terwujud apabila pasangannya (istri)
berasal dari jenisnya (manusia). Ia tidak akan bisa melakukannya jika
pasangannya berasal dari jin perempuan yang kadang nampak olehnya, kadang pula
tidak nampak olehnya. Karena pada asalnya, jin adalah makhluk yang ghaib.
2. As-Sunnah
Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam
bersabda:
إن بالمدينة جنا
قد أسلموا فإذا رأيتم منهم شيئا فآذنوه ثلاثة أيام فإن بدا لكم بعد ذلك فاقتلوه
فإنما هو شيطان
"Sesungguhnya di Madinah terdapat
sekelompok jin yangtelah masuk Islam. Apabila kalian melihat mereka menampakkan diri pada
kalian, maka berilah ia peringatan selama tiga hari. Jika mereka masih
menampakkan diri kepada kalian setelah (tiga hari) itu, maka bunuhlah, karena
ia adalah syaithan" (Diriwayatkan oleh Muslim no. 2236).
Sisi pendalilannya adalah
bahwa jika menampakkan diri lebih dari 3 hari saja Rasulullah shallallaahu
’alaihi wa sallam memerintahkan untuk membunuhnya, lantas bagaimana mereka
menjadi pasangan hidup yang mewajibkannya pendampingan sepanjang waktu?
3. Akal sehat
Akal sehat melarang kita
untuk menikah dengan bangsa jin. Sebagaimana diketahui bahwa jin tidaklah dapat
dinikahi kecuali jika ia menjelma menjadi sosok manusia juga. Jadi, wujud
penjelmaan manusia itu bukanlah wujud aslinya, sebab wujud asli jin tidak dapat
dilihat oleh manusia. Ini merupakan satu bentuk penipuan. Di lain sisi,
bagaimana bisa seorang laki-laki – misalnya – bisa membedakan penjelmaan jin
satu dengan yang lainnya, karena barangkali ada jin perempuan lain yang bisa
menjelma dalam wujud manusia seperti penjelmaan jin perempuan istrinya; yang
dengan itu dua jin perempuan itu bersekutu dalam hubungannya dengan si suami.
Jelas ini merupakan perzinahan yang diharankan dalam Islam.
Terlarangnya pernikahan
antara manusia dengan jin merupakan madzhab jumhur ulama.
Syaikhul-Islam Ibnu
Taimiyyah rahimahullah berkata:
وكره أكثر
العلماء مناكحة الجن
"Kebanyakan ulama
membenci pernikahan dengan jin" (Majmuu’ Al-Fataawaa, 19/39-40).
Al-Haafidh Ibnul-Qayyim
rahimahullah berkata:
وقد تكلم في
نكاح الجن للإنس الإمام أحمد وغيره، والكلام فيه في أمرين: في وقوعه وحكمه.
فأما حكمه فمنع
منه أحمد، ذكره القاضي أبو يعلى
"Al-Imam Ahmad dan yang lainnya telah
membicarakan/membahas pernikahan manusia dengan jin. Pembicaraan itu ada dua
perkara, yaitu (1) kemungkinan terjadinya, dan (2) hukumnya. Adapun hukum
pernikahan tersebut, maka Ahmad telah melarangnya, sebagaimana disebutkan oleh
Al-Qaadliy Abu Ya’laa" (Tahdziibus-Sunan, 10/14).
Dan Al-Haafidh As-Suyuthiy rahimahullah
mempunyai perkataan menarik tentang hal ini:
ويقويه أيضا أنه
نهى عن إنزاء الحمر على الخيل، وعلة ذلك اختلاف الجنس، وكون المتولد منها يخرج عن
جنس الخيل، فيلزم منه قلتها... وإذا تقرر المنع فالمنع من نكاح الجني الإنسية أولى
وأحرى
"(Larangan pernikahan antara manusia
dengan jin) dikuatkan juga bahwasannya beliau shallallaahu ’alaihi wa sallam
melarang mengawinkan keledai dengan kuda.(1) Alasannya adalah perbedaan jenis. Juga karena akan yang
dilahirkan nanti bukan dari jenis kuda, sehingga berkonsekuensi menurunkan
populasi kuda..... Jika larangan ini berlaku, maka larangan menikahnya jin
dengan manusia lebih kuat dan lebih pantas" (Al-Asybah wan-Nadhaair, hal.
257).
Asy-Syaikh Al-Albaaniy
rahimahullah berkata:
ولكن أين الدليل
الشرعي والعقلي على التوالد أولا، وعلى التزاوج الشرعي ثانياً؟ هيهات هيهات
"Akan tetapi, mana dalil syar’iy dan
’aqliy yang melandasi akan dihasilkannya keturunan (dari pernikahan antara
manusia dengan jin), dan (dalil disebutkannya pernikahan tersebut adalah)
pernikahan yang syar’iy? Sungguh sangat jauh..." (Silsilah Adl-Dla’iifah,
12/608).
Terakhir, mari kita simak apa yang diceritakan
oleh Al-Imam Adz-Dzahabiy rahimahullah:
ونقل رفيقنا أبو
الفتح اليعمري وكان متثبثاً قال سمعت الإمام تقي الدين ابن دقيق العيد يقول: سمعت
شيخنا أبا محمد بن عبد السلام السلمي يقول: وجرى ذكر أبي عبد الله بن العربي
الطائي فقال: هو شيعي سوء كذاب، فقلت له: وكذاب أيضا؟ قال: نعم تذاكرنا بدمشق
التزويج بالجن فقال: هذا محال لأن الإنس جسم كثيف والجن روح لطيف، ولن يعلق الجسم
الكثيف الروح اللطيف، ثم بعد قليل رأيته وبه شجة فقال: تزوجت جنية فرزقت منها
ثلاثة أولاد فاتفق يوما أن أغضبتها فضربتني بعظم حصلت منه هذه الشجة وانصرفت فلم
أرها بعد هذا، أو معناه.
"Teman kami Abul-Fath Al-Ya’muriy – ia
seorang yang kuat hapalannya – menukil, ia berkata: Aku mendengar Al-Imam
Taqiyyuddin bin Daqiiqil-’Ied berkata: Aku mendengar syaikh kami Abu Muhammad
bin ’Abdis-Salaam As-Sulamiy berkata bahwa ia pernah terlibat pembicaraan
tentang diri Abu ’Abdillah bin Al-’Arabiy Ath-Thaa’iy, lalu berkata: ’Ia
seorang Syi’iy (penganut Syi’ah) yang jelek lagi pendusta’. Aku (Inu Daqiiqil-’Ied)
berkata kepadanya: ’Pendusta jugakah ia?’. Ia menjawab: ’Benar. Kami pernah
berdiskusi di Damaskus sekitar permasalahan pernikahan dengan jin. Lalu ia
berkata: ’Ini sesuatu yang mustahil, karena manusia adalah jasmani yang padat,
sedangkan jin adalah ruh yang halus. Jasmani yang padat dengan ruh yang halus
tidak dapat berhubungan’. Setelah itu, tiba-tiba aku melihatnya terluka. Ia
berkata: ’Aku pernah menikah dengan jin perempuan hingga dikaruniai tiga orang
anak. Hingga satu hari aku membuatnya marah, sehingga ia memukulku dengan
tulang sampai membekas luka ini. Lalu jin perempuan itu kabur dan aku tidak
pernah melihatnya lagi setelah itu’. Atau ucapan yang semakna dengan ini" (Miizaanul-I’tidaal,
3/659).
Dari cerita tersebut
dapat kita simak, seandainya pernikahan itu terjadi, maka jin lah yang lebih
mengendalikan manusia, hingga ketika ia berbuat aniaya, suaminya tidak bisa
berbuat apa-apa.
Terakhir, Asy-Syaikh Ibnu
Jibriin rahimahullah memberikan nasihat:
إن بعض الجن
يتصور للإنسي في صورة امرأة ثم يجامعها الإنسي، وكذا يتصور الجني بصورة رجل ويجامع
المرأة من الإنس تجامع الرجل للمرأة وعلاج ذلك التحفظ منهم ذكوراً وإناثاً
بالأدعية والأوراد المأثورة وقراءة الآيات التي تشتمل على الحفظ والحراسة منهم
بإذن الله
"Sebagian jin (perempuan) menjelma di
hdapan manusia menjadi seorang wanita, kemudian jin itu digauli oleh manusia.
Demikian juga, ada jin yang menjelma menjadi seorang laki-laki yang kemudian
menggauli wanita, seperti halnya seorang laki-laki menggauli istrinya. Obat
dari hal itu adalah menjaga diri dari mereka – baik laki-laki maupun perempuan
– dengan doa-doa dan wirid-wirid yang ma’tsur, serta membaca ayat-ayat
(Al-Qur’an) yang mengandung penjagaan dan perlindungan dari mereka, dengan ijin
Allah" (Al-Fataawaa Adz-Dzahabiyyah, hal. 196).
Demikianlah jawaban kami,
semoga ada manfaatnya.
Wallaahu a’lam
bish-shawwaab.
Oleh: Abul Jauzaa' Dony Arif Wibowo
(Banyak mengambil dari
buku Al-Burhaan ’alaa Tahriimit-Tanaakuhi bainal-Insi wal-Jaan oleh
Fadliilatusy-Syaikh Muhammad bin ’Abdillah Al-Imam – bisa di-download dari
mauqi’ beliau)
Footnote:
(1) Berdasarkan hadits:
عَنْ عَبْدِ
اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ قَالَ وَاللَّهِ مَا خَصَّنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِشَيْءٍ دُونَ النَّاسِ إِلَّا بِثَلَاثَةِ أَشْيَاءَ
فَإِنَّهُ أَمَرَنَا أَنْ نُسْبِغَ الْوُضُوءَ وَلَا نَأْكُلَ الصَّدَقَةَ وَلَا
نُنْزِيَ الْحُمُرَ عَلَى الْخَيْلِ
Dari ‘Abdullah bin ‘Abbaas, ia berkata: “Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam tidak mengkhususkan sesuatupun bagi kita (ahlul-bait) kecuali dalam tiga hal, yaitu: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan kita untuk menyempurnakan wudlu, tidak makan shadaqah, dan tidak mengawinkan keledai dengan kuda" (Diriwayatkan oleh An-Nasaa’iy no. 141; shahih)
Ikuti terus sosial media
Tim Kabel Dakwah:
Youtube: Kabel Dakwah
Twitter: Kabel Dakwah Official
Facebook: Kabel Dakwah Official
Instagram: Kabel Dakwah
Website: Kabeldakwah.com
Kami Juga melayani:
1. Jasa Pembuatan Website
Wordpress / Blogger
2. Iklan Publikasi di Website
Kabeldakwah.com
3. Instal Ulang Windows
4. Penjualan Theme Blogger
5. Instal Ulang Software
Aplikasi
6. Pembuatan Jersey
7. Pemesanan Snack
(Khusus Area Cilacap Kota)
8. Pemesanan Aplikasi
Raport
9. Indexing Website
10. Privat Mengaji
(Online), Dan Lain-Lain.
Hubungi Kami Di Sini
Dukung Kabeldakwah.com dengan menjadi SPONSOR dan
DONATUR.
SARAN / MASUKAN, Konfirmasi SPONSOR & DONASI hubungi:
089673617156
Kirim Sponsor dan Donasi Anda ke Rek Berikut:
BSI 7055429997 a.n. Nurul Azizah
Posting Komentar untuk "Hukum Menikah atau Kawin dengan Jin Menurut Syariat Islam"
Sebelumnya kami ucapkan Jazakumullahu Khairan atas tegur sapa antum semua di web Kabeldakwah.com ini.
==> Komentar Anda akan ditanggapi oleh Admin saat Aktif.