Hukum Shalat Gerhana Bulan atau Matahari Saat Tidak Terlihat Karena Terhalang Oleh Awan atau Lainnya
Sebelum membahas bagaimana hukum sholat gerhana yang terhalang oleh awan atau yang lainnya, kami sebutkan terlebih dahulu beberapa hikmah terjadinya Gerhana.
Daftar Isi:
Hukum Shalat Gerhana
Bulan dan Matahari dan Tatacara Pelaksanaannya
Tatacara pelaksanaan
Sholat Gerhana:
Hukum Shalat Gerhana
Jika Bulan/ Matahari Terhalang oleh Mendungnya Awan atau Lainnya
Hikmah Gerhana
1. Untuk mengingat
kebesaaran dan keagungan Allah ﷻ, Dialah yang Mahakuasa atas
segala alam semesta
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أنَّ رسول الله ﷺ قال: «إِنَّ
الشَّمْسَ وَالقَمَرَ لاَ يَخْسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ،
وَلَكِنَّهُمَا آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ يُرِيهِمَا عِبَادَهُ، فَإِذَا
رَأَيْتُمْ ذَلِكَ، فَافْزَعُوا إِلَى الصَّلاَةِ» متفق عليه
2. Gerhana merupakan
peringatan Allah kepada hamba-Nya agar mereka takut keada-Nya
عَنْ أَبِي بَكْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: «إِنَّ الشَّمْسَ
وَالقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ، لاَ يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ
وَلاَ لِحَيَاتِهِ، وَلَكِنَّ اللَّهَ تَعَالَى يُخَوِّفُ بِهَا عِبَادَهُ» رواه
البخاري
3. Pengingat Hari
Penghakiman
فَإِذَا بَرِقَ الْبَصَرُ (7) وَخَسَفَ الْقَمَرُ (8) وَجُمِعَ الشَّمْسُ
وَالْقَمَرُ (9) يَقُولُ الْإِنْسَانُ يَوْمَئِذٍ أَيْنَ الْمَفَرُّ (10)
(القيامة: 7-10)
Berdasarkan dalil-dalil
di atas, bagi seorang muslim, selayaknya momen gerhana dapat menimbulkan rasa
takut, menjadikannya berfikir akan besarnya azab Allah ﷻ bagi yang lalai dari ibadah
kepada-Nya. Hal itu dapat menyadarkan dirinya untuk segera bertaubat,
beristighfar serta memohon ampunan Allah ﷻ, atas dosa-dosanya.
Gerhana bukan ajang untuk hiburan, berpesta ria dengan berfoto-foto atau lainnya, fenomena gerhana bukanlah sebagai arena tontonan, dan bukan sebatas fenomena alam biasa.
Hukum Shalat Gerhana Bulan
dan Matahari dan Tatacara Pelaksanaannya
Telah menjadi kesepakatan
para ulama bahwa hukum shalat gerhana bagi laki-laki dan wanita adalah Sunnah
Mu’akkadah[1].
Lebih afdhal dilaksanakan
secara berjama’ah, baik di masjid atau lainnya, dianjurkan untuk mengumumkannya
agar banyak orang yang bisa melaksanakannya.
Tatacara pelaksanaan Sholat
Gerhana:
1. Metode pelaksanaan
shalat gerhana bulan dan matahari adalah sama. Sayyid Sabiq berkata dalam
kitabnya fikih sunnah[2]:
وصلاة خسوف القمر مثل صلاة كسوف الشمس. قال الحسن البصري: خسف القمر، وابن
عباس أمير على البصرة، فخرج فصلى بنا ركعتين في كل ركعة ركعتين، ثم ركب وقال:
(إنما صلّيت كما رأيت النبي ﷺ). رواه الشافعي في المسند
2. Dalam mazhab Jumhur
ulama (Maliki, Syafi’ī, Hambali) shalat gerhana bulan atau matahari
dilaksanakan dalam 2 raka’at, di setiap raka’at ada dua kali ruku dan dua kali
membaca al-fatihah.
Hal ini berdasarkan hadis
shahih yang diriwayatkan dari jalur Aisyah, Jabir bin Abdillah, Abdullah bin
Abbas, Ubai Bin Ka’b Abdullah bin Amr bin Al-Ash, Abu Musa Al-Asy’ari
3. Setelah melaksanakan
shalat, dianjurkan untuk menyampaikan khutbah untuk memberi peringatan kepada
ummat akan keagungan Allah ﷻ, membersihkan keyakinan-keyakinan keliru tentang gerhana, serta
menasihati ummat agar bertaubat dari dosanya dan kembali ke jalan Allah ﷻ.
4. Dianjurkan
memperbanyak zikir, takbir, istighfar, dan do’a. berdasarkan hadis:
عن عائشة أنّ النبي ﷺ قال: (إن الشمس والقمر آيتان من آيات الله لا يخسفان
لموت أحد ولا لحياته، فإذا رأيتم ذلك فادعوا الله وكبروا وتصدقوا وصلوا) رواه
البخاري ومسلم
وعن أبي موسى قال: خسفت الشمس فقام النبي ﷺ فصلى وقال: (إذا رأيتم شيئا من ذلك
فافزعوا إلى ذكر الله ودعائه واستغفاره)
Hukum Shalat Gerhana Jika
Bulan atau Matahari Terhalang oleh Mendungnya Awan atau Lainnya
Termasuk dari karunia
besar yang Allah ﷻ anugerahkan kepada manusia di masa ini adalah perkembangan
teknologi, khususnya di bidang astronomi. Prediksi-prediksi ilmiah yang
dilakukan oleh para astronom dilakukan dengan metode-metode perhitungan ilmiah
yang dapat dipertanggungjawabkan.
Oleh karena itu, penulis
melihat bahwa ada perbedaan antara المنجمون (al-munajjimūn: dalam istilah para ulama klasik), dengan ahli astronomi di
zaman ini. Perbedaan itu dapat dilihat dari metode perhitungan pergerakan
benda-benda langit, dan hasil yang didapatkan.
Dalam beberapa
kitab-kitab klasik, para ulama melarang pelaksanaan shalat gerhana tanpa
melihat gerhana itu secara langsung, hanya berdasarkan prediksi para
al-munajjimūn.
ولا يلتفت إلى قول المنجمين في حصول الكسوف قبل رؤيته، قال النووي في المجموع:
قال الدارمي وغيره: ولا يعمل في الكسوف بقول المنجمين) اهـ[3]
وفي الفروع لابن المفلح الحنبلي أثناء كلامه على الكسوف: ولا عبرة بقول
المنجمين ولا يعمل به. اهـ
Berdasarkan data di atas,
penulis berkesimpulan bahwa larangan para ulama klasik dari pelaksanaan shalat
gerhana tanpa melihat gerhana itu secara langsung, itu disebabkan karena adanya
informasi bohong dari al-munajjimūn, dan juga keterbatasan teknologi, informasi
di zaman itu.
Adapun di zaman ini,
bolehkah melaksanakan shalat gerhana saat bulan/ matahari terhalang oleh awan
atau lainnya, hanya berdasarkan prediksi ahli astronomi di badan-badan resmi
dalam satu Negara? Seperti (BMKG) di Indonesia?
Sebatas pengetahuan
penulis, ada dua pendapat dalam hal ini:
Pendapat pertama: tidak
melaksanakan shalat gerhana jika cahaya gerhana bulan atau matahari itu tidak
terlihat, baik itu karena terhalang oleh awan atau lainnya. Alasannya sebagai
berikut:
a. Dalam hadis, syarat
melaksanakan shalat gerhana adalah “melihat” (رَأَيْتُمُوهُمَا), sehingga jika gerhana tidak
terlihat, maka shalat gerhana tidak boleh dilaksanakan:
عن عائشة رضي الله عنها أنّ النبي ﷺ قال:«هُمَا آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ،
لاَ يَخْسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ، فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا
فَافْزَعُوا إِلَى الصَّلاَةِ» رواه البخاري ومسلم
b. Syaikh Muhammad bin
Shalih al-Usaimin ditanya dalam Majmu’ fatawanya tentang bolehkah shalat
gerhana dengan berpatokan pada berita ahli astronomi?
سئل فضيلة الشيخ رحمه الله تعالى: ما الحكم لو كانت الشمس عليها غمام ونشر في
الصحف قبل ذلك بأنه سوف يحصل كسوف بإذن الله تعالى في ساعة كذا وكذا فهل تصلى صلاة
الكسوف ولو لم ير؟
فأجاب فضيلته بقوله: لا يجوز أن يصلي اعتماداً على ما ينشر في الجرائد، أو
يذكر بعض الفلكيين، إذا كانت السماء غيماً ولم ير الكسوف؛ لأن النبي ﷺ علق الحكم
بالرؤية، فقال ﷺ: «فإذا رأيتموهما فافزعوا إلى الصلاة»، ومن الجائز أن الله تعالى
يخفي هذا الكسوف عن قوم دون آخرين لحكمة يريدها. اهـ[4]
Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin pernah ditanya, “Apa hukum jika gerhana matahari tertutup awam mendung, namun sudah dinyatakan di berbagai surat kabar sebelum itu bahwa nanti akan terjadi gerhana dengan izin Allah pada jam sekian dan sekian. Apakah shala gerhana tetap dilaksanakan walau tidak terlihat gerhana?”
Syaikh rahimahullah menjawab, “Tidak boleh berpatokan pada berbagai berita yang tersebar atau berpatokan semata-mata dengan berita dari para astronom. Jika langit itu mendung, maka tidak ada shalat gerhana karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengaitkan hukum dengan penglihatan (rukyat). Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika kalian melihat terjadinya gerhana, maka segeralah shalat.” Suatu hal yang mungkin, Allah menyembunyikan penglihatan gerhana pada satu daerah, lalu menampakkannya pada daerah lain. Ada hikmah di balik itu semua.” (Sumber: Saaid.Net)
Di momen yang lain,
Syaikh Usaimin menegaskan, bahwa jika gerhana hanya bisa dipantau dengan alat
(teleskop), maka shalat gerhana tidak dilaksanakan, karena yang menjadi ukuran
adalah jelas terlihatnya gerhana sehingga dapat disaksikan dengan mata kepala.
وقال في موطن آخر: لو كان الكسوف جزئيا في الشمس ولا يرى إلا بالمنطار فإنه لا
يصلى لأننا لم نرها كاسفة، والعبرة برؤية العين لا بالمنطار ولا بالحساب. اهـ[5]
Pendapat kedua: Bolehnya
melaksanakan shalat gerhana, walaupun gerhana tidak terlihat langsung dengan
mata kepala, entah karena terhalang oleh awan atau lainnya.
Dengan Syarat:
è Jika gerhana sudah
diyakini telah terjadi atau berlangsung, dengan adanya informasi yang valid
dari satu badan Astronomi yang resmi dalam Negara (seperti BMKG) yang mustahil
seluruh anggotanya sepakat untuk berdusta, lalu hal itu dikuatkan dengan
informasi orang Siqah yang tinggal di daerah yang sama bahwa gerhana terlihat
di tempat mereka.
Pendapat ini dikuatkan
oleh Syaikh Abdul Aziz al-Tharīfī, dalam satu wawancaranya di TV Saudi,
ia ditanya:
إذا كان هناك غبار أو غيوم يتعذر معه رؤية الكسوف والخسوف بالعين المجردة فهل
نصلي بناء على ما قاله أهل الحساب؟
فأجاب الشيخ عبد العزيز الطريفي: إذا حال بين الإنسان والكسوف سحاب، أو كان
الإنسان حبيسا في السجن ولا يستطيع أن يرى السماء، فنقول: إذا رأى الكسوف والخسوف
أناس من أهل البلد ولو قلّة، فإنه يتعلق الحكم بالجميع (أي الجميع يؤدون صلاة
الكسوف)، كالسجين الذي لا يرى شروق الشمس ولا غروبها، ولكن عليه أن يصلي الصلوات
الخمسة في أوقاتها،
أما إذا كان لا يراه أحد، أو يكون الغيم على البلد كلِّها، وحُجِبتْ الرؤية عن
جميع الناس فنقول: حينئذ لا يتعلق به الحكم على صلاة الكسوف فلا تصلى حينئذ، والله
أعلم.
Penulis memandang,
pendapat kedua lebih baik untuk diamalkan, karena:
a. Fenomena gerhana
merupakan fenomena alam yang besar, yang dapat memberikan kesadaran bagi
orang-orang yang lalai dari ibadah kepada Allah ﷻ. Jika shalat gerhana dilaksanakan
(walaupun terhalangi oleh awan), akan banyak orang yang mendapat pelajaran
b. Sebagaimana orang buta
atau orang dipenjara, yang tidak bisa melihat peredaran matahari, sehingga ia
tidak mengetahui waktu-waktu shalat, namun ia tetap wajib melaksanakannya
dengan berpatokan pada orang lain yang memberitahu padanya, maka demikian pula
shalat gerhana disaat bulan/ matahari terhalang oleh awan atau lainnya
c. Kevalidan perhitungan
ilmu astronomi di zaman ini dapat dikatakan sangat akurat dengan kemudahan ilmu
pengetahuan yang Allah ﷻ berikan. Oleh karena itu jika telah ada berita yang valid dari
badan Astronomi yang resmi, didukung dengan data-data yang terpercaya, serta
dikuatkan dengan kabar dari orang-orang Siqah yang tinggal di daerah yang sama,
maka hal itu sudah bisa mencapai derajat Al-Yaqīn.
Allahua’alam…
Hamba Allah
[1] Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, (Libanon: Daar Al Kitab Al
Arabi, 1397 H, 1977 M), Jilid 1 hlm 213
[2] Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, (Libanon: Daar Al Kitab Al
Arabi, 1397 H, 1977 M), Jilid 1 hlm 215
[3] Yahya bin Syaraf An Nawawi, Al Majmu’ Syarhu
Al Muhadzab, (Cet. Daar Al Fikri), Jilid 5 hlm 54
[4] Fahd bin
Nashir bin Ibrahim Al Sulaiman, Majmu’ Al Fatawa wa Rasaail Al Utsaimin, (Cet.
Daar Al Wathan, 1413 H) Jilid 16 hlm 310
[5] Https://www.islamweb.net/amp/ar/fatwa/147813/
Posting Komentar untuk "Hukum Shalat Gerhana Bulan atau Matahari Saat Tidak Terlihat Karena Terhalang Oleh Awan atau Lainnya"
Sebelumnya kami ucapkan Jazakumullahu Khairan atas tegur sapa antum semua di web Kabeldakwah.com ini.
==> Komentar Anda akan ditanggapi oleh Admin saat Aktif.