Hukum Oral Seks dalam Pandangan Syariat Islam
Tanya: Apa dan Bagaimanakah
hukum oral seks dalam pandangan Syariat Islam?
Jawab:
Ini adalah pertanyaan yang umum dilontarkan dari banyak negara akhir-akhir ini, yaitu Saudara kita ini menanyakan apakah hukum oral seks? Hal itu bermakna: Menggunakan mulutnya untuk (mencumbui) organ pribadi (farji) dari istrinya. Jawaban dari hal ini, pertama-tama aku tidak mengetahui bukti/keterangan adanya larangan mengenai perbuatan itu, walaupun perbuatan itu seperti perbuatan seekor anjing. Seekor anjing jantan melakukannya dengan anjing betina saat menginginkannya, dan dasar bagi seorang hamba Allah adalah memuliakan dirinya atas hal-hal seperti itu.
Allah telah
mengkaruniakan nafsu kepada makhluk dalam rangka untuk menjaga
kelestarian/keberlangsungan jenisnya. Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam
menyebutkan dalam sebuah hadits: “Segala macam hiburan adalah baathil kecuali
tiga macam: seorang laki-laki yang bermain dan bersendau-gurau dengan istrinya,
melatih kudanya, dan berlatih memanah”. Nabi telah mengatakan bahwa segala
jenis hiburan adalah baathil kecuali tiga jenis ini dimana merupakan hal-hal
penting yang dipertimbangkan (untuk dilakukan). Jadi, ketika seorang laki-laki
bermain-main/mencumbui istrinya untuk menghasilkan anak yang shalih serta
berlatih menunggang kuda dan memanah untuk memperkuat badannya atau
mempersiapkan diri untuk berjihad di jalan Allah (maka ini tidak mengapa). Nabi
shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengatakan bahwa segala jenis hiburan itu bathil
kecuali hal-hal yang memang membawa faedah. Dan seorang laki-laki dalam hal ini
hanya dapat memenuhi kebutuhan nafsunya dari istrinya melalui jalan jima’. Oleh
karena itu, kita mengetahui dari hal tersebut ada satu faedah fiqhiyyah yang
mengatakan: Jika perbuatan jima’ diperbolehkan, maka segala hal yang lebih
rendah dari perbuatan tersebut adalah diperbolehkan. Dari sini didapatkan satu
keterangan bahwa oral seks diperbolehkan. Terdapat pula keterangan dari Al-Imam
Al-Qurthubi dalam Tafsir-nya bahwa jika perbuatan jima’ diperbolehkan, maka
segala sesuatu yang lebih rendah dari itu juga diperbolehkan, dan kemudian ia
menyebutkan permasalahan ini (oral seks). Permasalahan ini beliau sebutkan
dalam tafsir Surat Al-Ahzaab[1]
dengan menyebutkan perkataan dari Al-Ashbagh, salah satu shahabat dari Al-Imam
Malik., mengenai seorang laki-laki yang menjilat farji (vagina) istrinya.
Ashbagh berkata: “Aku tidak memandang terdapat satu masalah mengenai hal itu”.
Perkataan ini dapat ditemukan dalam Tafsir Al-Imam Al-Qurthubi. Al-Imam
Al-Qurthubi juga menyebutkan satu pertanyaan: ‘Apakah berbicara hal-hal yang
porno dengan istri diperbolehkan?’. Al-Qurthubi menyatakan bahwa jika perbuatan
jima’ diperbolehkan, maka hal yang lebih rendah dari itu juga diperbolehkan.
Wallaahu a’lam.[2]
(terjemahan bebas dari
rekaman penjelasan Asy-Syaikh Masyhur bin Hasan Alu Salmaan hafidhahullah
tanggal 8 Maret 2008 – www.mashhoor.net)
Oleh: Abul Jauzaa’ Dony Arif Wibowo
[1] Yang benar adalah QS. Al-An-Nuur ayat 31.
Al-Qurthubi menyebutkan:
قال
ابن العربي. وقد قال أصبغ من علمائنا: يجوز له أن يلحسه بلسانه
“Telah berkata Ibnul-‘Arabiy: Berkata Ashbagh
dari kalangan ulama kita (Malikiyyah): ‘Diperbolehkan untuk menjilatnya
(farji/vagina) dengan lidahnya” (Tafsir Al-Qurthubiy, 12/232)
[2] ‘Alaudiin Al-Mardawiy Al-Hanbaliy
rahimahullah dalam kitab Al-Inshaaf mengatakan:
قال
القاضي في الجامع: يجوز تقبيل فرج المرأة قبل الجماع، ويكره بعده.
“Telah berkata Al-Qaadliy dalam Al-Jaami’:
‘Diperbolehkan untuk mencium farji (vagina) istri sebelum melakukan jima’,
namun dibenci jika melakukannya setelah jima’ (Al-Inshaaf, 8/33).
Adapun di antara ulama kontemporer yang
membolehkan adalah Asy-Syaikh Asy-Syinqithiy rahimahullah. Beliau menyatakan
hukumnya mubah secara mutlak, karena asal dari segala cara dalam hubungan seks
adalah halal. Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah mengatakan bahwa perilaku tersebut
kurang bagus, namun hukumnya boleh-boleh saja. Adapun Asy-Syaikh As-Saami
Ash-Shuqair (murid utama Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin) menjelaskan bila sampai
menjilat najis, yaitu madzi, maka hukumnya haram. Tetapi bila tidak, maka
hukumnya boleh (lihat selengkapnya penjelasan Al-Ustadz Abu ‘Umar Basyiir dalam
buku Sutra Ungu hal. 143-148; Penerbit Rumah Dzikir)
Posting Komentar untuk "Hukum Oral Seks dalam Pandangan Syariat Islam"
Sebelumnya kami ucapkan Jazakumullahu Khairan atas tegur sapa antum semua di web Kabeldakwah.com ini.
==> Komentar Anda akan ditanggapi oleh Admin saat Aktif.