Hukum Bermain Catur Menurut Al Qur'an dan Sunnah
Tanya:
Apa hukum bermain catur?
Jawab:
Pada asalnya, semua permainan adalah mubah
(boleh) selama tidak melalaikan. Fenomena orang yang bermain catur pada umumnya akan
tergambar hal-hal sebagai berikut:
1. Menghabiskan waktu
dengan sia-sia (dan ini yang utama).
2. Mengundur-undur waktu
shalat
3. Mengeluarkan
perkataan-perkataan yang kurang terpuji (terutama ketika mengalami kekalahan).
4. (Kadang) disertai
dengan judi.
Dari gambaran tersebut,
maka dapat diketahui bahwa sebenarnya catur bukanlah merupakan sesuatu yang
bermanfaat bagi jiwa ataupun badan. Atas dasar itu, banyak ulama terdahulu yang
sangat membenci permainan catur. Diantaranya adalah sebagaimana dijelaskan oleh
Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah:
وإذا قدر خلوها
من ذلك كله (يريد الشغل عن الواجبات وفعل المحرمات) فالمنقول عن الصحابة المنع
من ذلك وصح عن علي بن أبي طالب رضي الله عنه أنه مر بقوم يلعبون بالشطرنج فقال:
(ما هذه التماثيل التي أنتم لها عاكفون) شبههم بالعاكفين على الأصنام كما في
المسند عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال: (شارب الخمر كعابد وثن) والخمر
والميسر قرينان في كتاب الله تعالى وكذلك النهي عنها معروف عن ابن عمر وغيره من
الصحابة. والمنقول عن أبي حنيفة وأصحابه وأحمد وأصحابه تحريمها. وأما الشافعي
فإنه قال: أكره اللعب بها للخبر واللعب بالشطرنج والحمام بغير قمار وإن كرهناه
أخف حالا من النرد ......
“Misalnya kita tetapkan bahwa permainan catur itu bebas dari itu semua – maksudnya tidak melalaikan kewajiban dan tidak akan melakukan hal yang haram – maka larangan perbuatan itu ditetapkan oleh shahabat. Sebagaimana yang shahih dari Ali bin Abi Thalib radliyallaahu ‘anhu, bahwa beliau pernah menjumpai kaum yang sedang bermain catur. Lalu beliau mengatakan: “Mengapa kamu beri’tikaf berdiam merenungi patung-patung ini?”. Ali bin Abi Thalib radliyallaahu ‘anhu menyamakan mereka itu seperti orang yang ber-i’tikaf kepada patung, sebagaimana Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Syaaribul-khamru ka-‘aabidi watsan” (= Peminum khamr itu seperti penyembah patung). Padahal khamr dan judi itu selalu bergandengan disebut di dalam Al-Qur’an. Demikian itu juga larangan itu dinyatakan oleh Ibnu ‘Umar dan yang lain. Begitu pula yang ternukil dari Abu Hanifah serta shahabatnya, dan Imam Ahmad bersama shahabatnya yang mengharamkan permainan catur. Adapun Asy-Syafi’i beliau pernah berkata: “Permainan yang paling kubenci yaitu obrolan, permainan catur, dan permainan burung dara sekalipun tanpa perjudian. Sekalipun kebencian kami kepada permainan itu lebih ringan daripada permainan dadu….”
Selanjutnya beliau mengatakan:
والبيهقي أعلم أصحاب الشافعي بالحديث ذكر
إجماع الصحابة على المنع منه - أي الشطرنج - ولم يحك عن الصحابة في ذلك نزاعا ومن
نقل عن أحد من الصحابة أنه رخص فيه فهو غالط).
“Dan Al-Baihaqi adalah
orang yang paling tahu tentang hadits di antara para pengikut Asy-Syafi’iy.
Beliau menyebutkan bahwa para shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam telah
sepakat mengharamkan permainan catur ini. Tidak ada seorang pun yang menentang
pendapatnya dalam hal ini. Siapa yang mengatakan bahwa ada salah seorang
shahabat membolehkan permainan ini, maka itu adalah salah” (Lihat selengkapnya
dalam Majmu’ Fatawaa Ibni Taimiyyah 32/216–245).
Al-Imam Al-Qurthubi dalam
Tafsir-nya (8/339) berkata:
قال ابن العربي
المالكي في قبسه (وأسندوا إلى قوم من الصحابة والتابعين أنهم لعبوا بها - أي
الشطرنج - وما كان ذلك قط وتالله ما مستها يد تقي. ويقولون إنها تشحذ الذهن
والعيان يكذبهم ما تبحر فيها قط رجل له ذهن
“Ibnul-‘Araby berkata:
Mereka itu beralasan dengan perkataan shahabat dan tabi’in bahwa mereka bermain
catur. Padahal sama sekali tidak (yaitu para shahabat tidak pernah
melakukannya). Demi Allah, tidak akan bermain catur orang yang bertaqwa kepada
Allah. Memang mereka juga mengatakan bahwa permainan catur dapat mengasah otak,
padahal menurut kenyataan tidak demikian. Sama sekali tidak menambah kecerdasan
seseorang” (selesai)
Ibnu Muflih berkata:
“Catur yang dalam bahasa Arab disebut asy-syathranj (الشطرنج), adalah perjudian bangsa asing,
hukumnya haram sebagaimana dikatakan oleh shahabat Ali bin Abi Thalib, Abu
Musa, Abu Sa’id, dan Ibnu ‘Umar. Permainan catur ini lebih keras bahayanya
daripada dadu” (Lihat Al-Mubdi’ bi-Syarhil-Muqni’ 10/223).
عن علي أنه مر
بقوم يلعبون بالشطرنج فقال: (ما هذه التماثيل التي أنتم لها عاكفون) لأن يمس
أحدكم جمرا حتى يطفأ خير له من أن يمسها
Dari ‘Ali radliyallaahu ‘anhu bahwasannya
beliau melewati satu kaum yang sedang bermain catur. Maka ia berkata: “Mengapa
kamu beri’tikaf merenungi patung-patung ini?. Sungguh, jika salah seorang di
antara kalian menggenggam bara api sampai padam itu lebih baik daripada
memegang catur” (Diriwayatkan oleh Baihaqi dalam Ash-Shughra no. 4312).
عن ابن عباس ،
أنه قال: من ولي مال يتيم فأحرقها
Dari Ibnu ‘Abbas ia berkata: “Barangsiapa yang
mengurus harta anak yatim, maka bakarlah catur (jika itu termasuk bagian dari
harta itu)” (Diriwayatkan oleh Al-Baihaqiy dalam Ash-Shughraa no. 4315 dan Ibnu
Abi Syaibah 6/192).
عن أبي موسى أنه
قال: لاَ يلعب بالشطرنج إِلاَّ خاطئ
Dari Abu Musa ia berkata: “Tidaklah bermain
catur kecuali seorang yang berdosa” (Diriwayatkan oleh Al-Baihaqiy dalam
Ash-Shughra no. 4316).
Pengharaman – atau minimal makruh – permainan
catur merupakan madzhab Ibnu ‘Umar, Abu Sa’id Al-Khudriy, ‘Aisyah, dan
sekelompok tabi’in. Namun diriwayatkan pula dari sebagian salaf yang memberikan
rukhshah (keringanan) – jika tidak disertai judi dan tidak sampai melalaikan –
seperti Sa’id bin Jubair, Asy-Sya’biy, dan Al-Hasan (idem, no. 4317). Ada juga
yang berpendapat bahwa bermain catur itu diperbolehkan/dimaafkan jika dilakukan
sesekali dengan keluarganya di rumah tanpa memperlihatkan di muka umum. Namun
jika ia melakukannya di muka umum, akan berpengaruh pada muru’ah-nya,
keadilannya, hingga kesaksiannya dapat ditolak (lihat Tafsir Al-Qurthubiy,
8/337). Dan yang lainnya dari pendapat-pendapat yang ada.
‘Alaa kulli haal, tidak selayaknya bagi
seorang penuntut ilmu masih sempat meluangkan waktunya untuk menghibur diri
dengan sesuatu yang tidak bermanfaat bagi agama dan dunianya seperti bermain
catur. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
من حسن إسلام
المرء تركه ما لا يعنيه
“Termasuk tanda kebaikan keislaman seseorang
adalah meninggalkan apa-apa yang tidak bermanfaat baginya” (Diriwayatkan oleh
At-Tirmidzi no. 2317 dan Ibnu Majah no. 3976; hasan lighairihi).
Masih banyak hal
bermanfaat yang dapat dilakukan.
Pendapat yang menyatakan
keharamannya, atau minimal kemakruhannya, adalah pendapat yang lebih
menentramkan hati. Wallaahu a’lam.
Oleh: Abul Jauzaa’ Dony Arif Wibowo
Posting Komentar untuk "Hukum Bermain Catur Menurut Al Qur'an dan Sunnah"
Sebelumnya kami ucapkan Jazakumullahu Khairan atas tegur sapa antum semua di web Kabeldakwah.com ini.
==> Komentar Anda akan ditanggapi oleh Admin saat Aktif.