Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hukum Angkat Tangan Hormat Bendera

Sebelum memulai membaca artikel ini, hanya satu pesan kami:

Baca sampai selesai, cermati, teliti, fahami dan sikapi dengan bijak!

Semoga Allah menambah kebaikan untuk kita semua….

Pertanyaan:

Apakah boleh berdiri untuk lagu kebangsaan dan hormat kepada bendera?

Pertanyaan ini sering diajukan oleh kaum muslimin, terutama di Indonesia yang memiliki tata cara penghormatan kepada bendera dengan cara berdiri menghadap bendera dan mengangkat tangan. Muncul beberapa pertanyaan, apakah bentuk penghormatan seperti ini boleh? Apakah dilarang dalam agama Islam? Bahkan ada juga yang bertanya apakah hal ini sampai pada tahap kesyirikan?

Jawab:

Hukum angkat tangan hormat bendera diperselisihkan oleh para ulama (Ahli Ilmu), ada ulama yang melarang secara mutlak dan ada ulama yang memperbolehkan.

 

Pertama akan kami sampaikan artikel pendapat yang mengatakan TIDAK BOLEH bagi seorang muslim berdiri untuk memberi hormat kepada bendera dan lagu kebangsaan:

Tidak boleh bagi seorang muslim berdiri untuk memberi hormat kepada bendera dan lagu kebangsaan. Ini termasuk perbuatan bid’ah yang harus diingkari dan tidak pernah dilakukan pada masa Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam ataupun masa Al-Khulafaaur-Raasyiduun radliyallaahu ’anhum. Ia juga bertentangan dengan tauhid yang wajib sempurna dan keikhlasan di dalam mengagungkan hanya kepada Allah semata serta merupakan sarana menuju kesyirikan. Di samping itu, ia merupakan bentuk penyerupaan terhadap orang-orang kafir, mentaqlidi tradisi mereka yang jelek, serta menyamai mereka dalam sikap berlebih-lebihan terhadap para pemimpin dan protokoler-protokoler resmi. Padahal, Nabi shallallaahu ’alaihi wa sallam telah melarang kita berlaku sama seperti mereka atau menyerupai mereka.[1]

Wabillaahit-taufiq, washallallaahu ’alaih Nabiyyinaa Muhammad wa Aalihi wa shahbihi wa sallam.

(Jawaban diatas diambiil dari Fataawa Al-Lajnah Ad-Daaimah lil-Buhuts wal-Ifta’ hal. 149 melalui kitab Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah fil-Masaailil-’Ashriyyah min Fatawa ’Ulama Al-Baladil-Haram oleh Khalid Al-Juraisy – repro dari sumber yang telah bertebaran)

Berikut catatan kecil dari Ustadz Dony Arif Wibowo yang memilih pendapat ini:

Mereka yang menjawab (yang terkumpul dalam Fataawa Al-Lajnah Ad-Daaimah lil-Buhuts wal-Ifta’) adalah para ulama besar resmi yang ditunjuk oleh kerajaan Saudi Arabia. Jawaban dan Fatwa ini tidak ada kaitannya sama sekali dengan ’nasionalisme’ dan semisalnya sebagaimana dikatakan sebagian kalangan.

Ada yang mengatakan bahwa fatwa ini adalah fatwa sesat yang tidak punya sandaran. Berhati-hatilah wahai saudaraku, pelan-pelanlah dalam berbicara, renungkanlah sejenak apa yang hendak saya sampaikan.

Allah ta’ala berfirman tentang manusia:

وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلا

“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” (QS. Al-Israa’: 70)

لَقَدْ خَلَقْنَا الإنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” (QS. At-Tiin: 4)

Melalui dua ayat ini Allah ta’ala ingin menjelaskan pada kita bahwa kita, manusia, adalah makhluk Allah yang kedudukan yang sangat mulia. Ia lebih mulia daripada dunia dan seisinya. Terlebih lagi mereka yang beriman kepada Allah ta’ala.

Satu hari Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam pernah memandang Ka’bah, kiblat kaum muslimin, dengan rasa takjub. Lalu beliau shallallaahu ’alaihi wa sallam bersabda:

مَرْحَبًا بِكِ مِنْ بَيْتٍ مَا أَعْظَمَكِ، وَأَعْظَمَ حُرْمَتَكِ، وَلَلْمُؤْمِنُ أَعْظَمُ عِنْدَ اللَّهِ حُرْمَةً مِنْكِ

“Selamat datang wahai Ka’bah, betapa agungnya engkau dan betapa agung kehormatanmu. Akan tetapi orang mukmin lebih agung di sisi Allah daripadamu.” (Diriwayatkan oleh Al-Baihaqiy dalam Syu’abul-Iimaan, no. 4014; shahih)

Bahkan beliau shallallaahu ’alaihi wa sallam bersabda:

لَزَوَالُ الدُّنْيَا أَهْوَنُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ قَتْلِ رَجُلٍ مُسْلِمٍ "

“Lenyapnya/hancurnya dunia lebih rendah kedudukannya di sisi Allah daripada terbunuhnya seorang muslim.” (Diriwayatkan oleh An-Nasaa’iy no. 3987; shahih)

Artinya, dunia, betapapun hebat dan tergantungnya manusia kepadanya, tidak akan mampu mengalahkan kemuliaan seorang yang beriman di mata Allah ta’ala, Rabb yang menciptakan kita. Dan di antara manusia ciptaan Allah tersebut, adalah Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam yang menduduki puncak martabat kemuliaan. Beliau shallallaahu ’alaihi wa sallam bersabda:

أَنَا سَيِّدُ وَلَدِ آدَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَأَوَّلُ مَنْ يَنْشَقُّ عَنْهُ الْقَبْرُ، وَأَوَّلُ شَافِعٍ، وَأَوَّلُ مُشَفَّعٍ

“Aku adalah pemimpin anak Adam pada hari kiamat kelak. Aku adalah orang yang muncul (dibangkitkan) lebih dahulu dari kuburan, paling dahulu memberi syafa'at, paling dahulu dibenarkan memberi syafa'at.” (Diriwayatkan oleh Muslim no. 2278)

Akan tetapi, dengan segala kemuliaan beliau di mata kita, beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah ridlaa jika ada shahabatnya berdiri menghormati beliau. Beliau shallallaahu ’alaihi wa sallam memberikan peringatan:

مَنْ أَحَبَّ أَنْ يَمْثُلَ لَهُ الرِّجَالُ قِيَامًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ

“Barangsiapa yang suka dihormati manusia dengan cara berdiri, hendaklah ia persiapkan tempat duduknya di neraka.” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy dalam Al-Adab no. 977, Abu Dawud no. 5226; dan lain-lain – shahih)

Anas bin Malik pun melaporkan bagaimana keadaan para shahabat berkaitan dengannya:

لَمْ يَكُنْ شَخْصٌ أَحَبَّ إِلَيْهِمْ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: وَكَانُوا إِذَا رَأَوْهُ لَمْ يَقُومُوا لِمَا يَعْلَمُونَ مِنْ كَرَاهِيَتِهِ لِذَلِكَ

“Tidak ada seorangpun yang lebih dicintai oleh para shahabat daripada Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam. Akan tetapi, bila mereka melihat Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam (hadir), mereka tidak berdiri untuk beliau, sebab mereka mengetahui bahwa beliau membenci hal tersebut.” (Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy no. 2754; shahih)

Dengan melihat contoh dari beliau shallallaahu ’alaihi wa sallam di atas – dan beliau adalah sebaik-baik contoh – apakah boleh kita meng-iya-kan seandainya ada orang yang menyuruh kita menghormati orang lain dengan berdiri, betapapun tinggi pangkat dan kedudukannya di mata manusia? – sementara para shahabat saja tidak pernah melakukannya kepada pemimpin Bani Adam? Atau dengan bahasa lain: Bolehkah kita menolak permintaan tersebut wahai saudaraku?

Seandainya jawabanmu seperti jawabanku.... lantas bagaimana keadaannya jika hal itu diberikan kepada benda mati?

Saudaraku.... sungguh hati ini sangat ingin seandainya engkau bersama kami dalam alasan ini. Namun seandainya engkau tidak bersama kami,... kami mohon, dengan menyebut nama Allah ta’ala yang telah menciptakan kita, minimal engkau dapat memahami dan tidak memaksakan sesuatu yang tidak kami maui karena Allah ta’ala.

Kami enggan bukan karena kami ingin menjadi pahlawan. Kami enggan bukan karena kami ingin menjadi pemberontak. Kami enggan bukan karena kami tidak cinta. Kami enggan bukan pula karena kami tidak hormat. Namun kami enggan karena syari’at agama yang sangat kami cintai melarangnya.

Mohon dimaafkan apabila ada yang tidak sopan dalam tutur kata kalimatnya.

 

Kedua akan kami sampaikan pula artikel pendapat yang MEMBOLEHKAN dalam masalah ini:

Adapun ulama yang membolehkan diantaranya adalah Syaikh ‘Abdul Muhsin Al-‘Ubaikan, beliau menyatakan bahwa hormat bendera tidak sampai pada tahap ibadah dan bendera di zaman ini hanya sebagai syiar (lambang negara), tidak sampai pada tahap pengagungan yang bernilai ibadah. Orang yang hormat bendera tidak ada dalam hatinya pengagungan ibadah seperti ini. Berikut penjelasan beliau,

فإن من النوازل التي تحتاج إلى فقه دقيق هي ما ظهر في هذا الزمن من مسألة تتعلق باحترام الدولة ونظامها وتعظيم رمزها ألا وهي تحية العلم , والمقصود القيام تعظيماً للعلم وقد تكلم البعض في هذه المسألة من غير تأصيل ولا تكييف فقهي فأصدروا أحكاماً لها لا تتوافق مع الواقع المحسوس ولا مع ما يقصده من يأتي بالتحية وإذا نظرنا إلى أن العلم أو اللواء في الأصل هو ما تلتف حوله الجيوش وتخاض تحته الحروب فكان رمزاً للقيادة وبسقوطه تحصل الهزيمة , وفي هذا الزمن أصبح العلم هو شعار الدولة فيرفع في المناسبات ويحصل بتعظيمه تعظيم القيادة , وإذا نظرنا إلى حال الذين يقومون بتحية العلم وجدنا أنهم لا يعظمون نوع القماش الذي صنع منه العلم وإنما يعظمون ما هو شعار له, فمن قال من العلماء إن تحية العلم بدعة فإنه يلزم من حكمه أن يكون المحيي للعلم متعبداً لله عز وجل بهذه الوسيلة التي هي تحية العلم وهذا معنى البدعة في الشريعة ولا نجد أحداً يقصد بالتحية هذا المعنى , ولو قال قائل إنه بهذه التحية يعظم نفس العلم تعظيم عبادة فهذا ولا شك شرك بالله عز وجل لا نعلم أحداً فعله, وبتحقيق المناط يتضح جلياً أن الذي يحيي العلم لا يقصد ما تقدم ذكره وإنما يقصد تعظيم الدولة ورمزها

“Permasalahan kontemporer membutuhkan pemahaman yang dalam/detail yaitu fakta di zaman ini mengenai masalah yang terkait dengan menghormati negara, aturan dan menghormati lambangnya, yaitu hormat bendera. Maksud dari berdiri untuk menghormati bendera telah dibahas oleh sebagian orang dengan tanpa dasar Fakta dan penggambaran Kasus yang valid. Mereka mengeluarkan hukum yang tidak sesuai dengan fakta (waqi’), tidak pula sesuai dengan maksud orang yang menghormati bendera.

Apabila kita perhatikan, bendera itu asalnya adalah untuk menyatukan pasukan di bawah satu komando dalam peperangan dan menjadi lambang kepemimpinan, apabila bendera jatuh maka bermakna kekalahan. Apabila kita melihat orang yang berdiri dan menghormati bendea, kita dapati mereka tidaklah mengagungkan bendera itu, akan tetapi menghormati sebagai syiar/lambang saja. Apabila ada ulama yang mengatakan bahwa hormat bendera adalah bid’ah dalam syariat, maka ini berkonsekuensi bahwa orang yang hormat bendera sedang beribadah kepada Allah dengan wasilah bendera. Maksud dari bid’ah ini, tidaklah kita dapati pada seorang pun yang melakukan hormat bendera dengan makna ini.

Apabila ada seseorang yang mengatakan bahwa menghormati bendera ini untuk tujuan pengagungan ibadah, maka ini tidak diragukan lagi adalah kesyirikan. Tidak kita dapati seorang pun melakukan/bermaksud seperti ini. Dengan menekankan poin ini, maka jelaslah bahwa orang yang menghormati bendera tidak bermaksud demikian, mereka bermaksud menghormati negara dan lambangnya.” (Sumber Artikel: Web Majelis Elukah)

Terkait dengan pendapat yang mengatakan bahwa ”hormat bendera adalah kesyirikan”, maka ini adalah pendapat yang tidak tepat. Berikut penjelasan syaik Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin:

: أما تحية العَلَم فلا نسلِّم أنها شرك تحية العَلَم ليست بشرك هل سجد له ؟ هل ركع له؟ هل ذبح له؟ حتى التعظيم بالسلام هل هو شرك؟ ليس بشرك

“Adapun hormat bendera, kami tidak setuju apabila dikatakan kesyirikan, hormat bendera bukanlah kesyirikan. Apakah dia sujud kepada bendera? Apakah dia ruku’ kepada bendera? Apakah dia menyembelih untuk bendera? Bahkan apakah menghormati dengan salam apakah kesyirikan? Ini bukanlah termasuk kesyirikan.” (Sumber: Youtube)

 

Aturan Boleh “TIDAK ANGKAT TANGAN” untuk Hormat Bendera Secara Hukum Indonesia

Ternyata hukum di Indonesia tidak mengharuskan atau mewajibkan orang yang hormat bendera dengan mengangkat tangan dan meletakkan di pelipis sebagaimana gerakan hormat bendera. Cukup dengan berdiri dengan meluruskan kedua tangan ke bawah.

Berikut berita mengenai mantan wakil presiden Indonesia yaitu Jusuf Kalla yang tidak angkat tangan untuk hormat untuk hormat bendera. Hal ini tidak menyalahi aturan secara hukum. Kami nukilkan beritanya:

“Mereka yang tidak berpakaian seragam memberi hormat dengan meluruskan lengan ke bawah dan melekatkan tapak tangan dengan jari-jari rapat pada paha, sedang semua jenis penutup kepala harus dibuka, kecuali kopiah, ikat kepala, sorban dan kudung atau topi-wanita yang dipakai menurut agama atau adat-kebiasaan.”

Khusus penjelasan mengenai tutup kepala telah dijelaskan sebelumnya dalam penjelasan pasal 20.

Sehingga jika merujuk aturan, seorang Jusuf Kalla tidak melanggar aturan yang ada, karena penghormatan dengan mengangkat tangan dan menempatkannya di pelipis tidak pernah masuk dalam sebuah aturan untuk penaikan dan penurunan bendera pusaka. “Beri Hormat” seperti gerakan pada umumnya, merupakan budaya atau aturan yang dilakukan dalam sebuah organisasi dengan aturan tersendiri. (Sumber: cnnindonesia.com)

Wakil presiden pertama Indonesia Moh Hatta juga tidak mengangkat tangan untuk hormat bendera, sebagaimana digambar dan berita berikut: jogja.tribunnews.com.


Kesimpulan:

1.      Terdapat perbedaan pendapat ulama mengenai hukum hormat bendera, ada yang melarang karena dianggap bid’ah dan ada yang membolehkan karena hormat bendera tidak sampai pada tahap ibadah dan bendera di zaman ini hanya sebagai syiar / lambang negara, tidak sampai pada tahap pengagungan ibadah.

2.      Menurut kami Hormat bendera bukan termasuk kesyirikan.

3.      Secara hukum di indonesa memang boleh untuk tidak angkat tangan hormat bendera, dan apabila ada rakyat yang melakukan hal ini, maka hendaknya tidak langsung dituduh “anti-NKRI”, tidak cinta terhadap Indonesia, Aliran Ekstrim, Radikal, Kaku, aliran Keras atau yang lain-lain.

4.      Kami (Admin Kabeldakwah.com) cenderung kepada pendapat ulama yang membolehkan karena orang yang hormat bendera tidak ada dalam hatinya pengagungan ibadah terhadap bendera, dan kami tidak menyalahkan pendapat yang mengatakan tidak boleh angkat tangan untuk hormat bendera.

5.      Kami menyarankan bagi yang memilih pendapat tidak boleh angkat tangan untuk hormat bendera agar ketika berada pada suatu lingkungan atau lembaga yang jika tidak angkat tangan untuk hormat bendera adalah suatu yang tabu atau menimbulkan fitnah yang lebih besar, maka menghilangkan mudhorot (fitnah) lebih didahulukan.

6.      Tidak boleh saling menyalahkan terhadap satu pendapat kepada pendapat yang lain karena masing-masing memiliki landasan hujjah.

Referensi:

Fataawa Al-Lajnah Ad-Daaimah lil-Buhuts wal-Ifta’ 

Muslim.or.id

Abul-jauzaa.blogspot.com

Majles.alukah.net

Cnnindonesia.com

Jogja.tribunnews.com

Al Qur'an Al Kareem


Penyusun: Ahmadi Assambasy

Cilacap, 28 Oktober 2022



[1] Rasululah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ومن تشبه بقوم فهو منهم

“Dan barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongannya” (Diriwayatkan oleh Ahmad 2/50 no. 5114, Al-Hakim 1/375, dan lainnya; shahih – takhrij selengkapnya di sini)

KabeL DakwaH
KabeL DakwaH Owner Gudang Software Ryzen Store

Posting Komentar untuk "Hukum Angkat Tangan Hormat Bendera"