Komunis Benci Agama Tapi Anehnya Mendukung Pancasila
Dalam sidang-sidang
Konstituante, tokoh-tokoh Partai Komunis Indonesia (PKI) menyatakan dukungannya
kepada Pancasila. Karena itu, tokoh-tokoh Islam yang ada di Konstituante
mengkritisi pandangan dan sikap PKI terhadap Pancasila.
Dalam pidatonya di Majelis Konstituante tanggal 13 November 1957, tokoh Islam yang juga Pahlawan Nasional, Kasman Singodimedjo secara khusus mengkritisi pandangan dan sikap PKI terhadap Pancasila. Kasman menilai PKI hanya membonceng Pancasila untuk kemudian diubah sesuai paham dan ideologinya.
Ketika itu PKI bermaksud
mengubah sila Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi ”kebebasan beragama”. Termasuk
dalam ”kebebasan beragama” adalah ”kebebasan untuk tidak beragama.” Kasman
mengingatkan: ”Saudara ketua, sama-sama tokh kita mengetahui bahwa soko guru
dari Pancasila itu adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, dan sama-sama kita
mengetahui bahwa Tuhan Yang Maha Esa itu justru telah mempunyai
peraturan-peraturan yang tentu-tentu bagi umat manusia yang lazimnya dinamakan
agama. Saudara ketua, sama-sama kita tahu, bahwa PKI dan komunis pada umumnya
dan pada dasarnya justru anti Tuhan dan anti-Agama!.” (Lihat buku Hidup Itu
Berjuang, Kasman Singodimedjo 75 Tahun, hal. 480-481).
Keberatan dan kecurigaan
Kasman Singodimedjo dan para tokoh Islam lainnya di Majelis Konstitante dengan
masuknya komunis ke kubu pendukung Pancasila, memiliki alasan yang sangat masuk
akal. Sebab, berbagai ungkapan Karl Marx dan Lenin memang menunjukkan kebencian
komunis kepada agama.
Dalam buku kecil berjudul
Tiga Dusta Raksasa Palu Arit Indonesia: Jejak Sebuah Ideologi Bangkrut di
Pentas Jagad Raya, (Jakarta: Titik Infinitum, 2007), sastrawan Taufiq Ismail
mengutip sejumlah ungkapan Karl Marx dan Lenin tentang agama, seperti: “Agama
adalah madat (candu) bagi masyarakat. Menghujat agama adalah syarat utama semua
hujatan…” Juga, ungkapannya: “Agama harus dihancurkan, karena agama mengilusi
rakyat dalam memperoleh kebahagiaan sejati…”
Lenin juga berkata:
“Setiap ide tentang Tuhan adalah semacam infeksi berbau busuk.” Juga, katanya,
“Penyebaran pandangan anti-Tuhan adalah tugas utama kita. Kita harus
memperlakukan agama dengan bengis. Kita harus memerangi agama. Inilah ABC
materialisme dan juga ABC Marxisme.”
Karena benci agama, maka
bisa dipahami jika kekejaman Komunis terhadap umat manusia pun sangat luat
biasa. Dalam kurun 1917-1991 kaum komunis membantai 120 juta orang. (Itu sama
dg pembunuhan terhadap 187 nyawa/ jam, atau satu nyawa/ 20 detik. Itu dilakukan
selama ¾ abad (sekitar 75 tahun) di 76 negara. Karl Marx (1818-1883) berkata:
“Bila waktu kita tiba, kita tak akan menutup-nutupi terorisme kita.”
Vladimir Ilich Ullyanov
Lenin (1870-1924) juga menyatakan: “Saya suka mendengarkan musik yang merdu,
tapi di tengah revolusi sekarang ini, yang perlu adalah membelah tengkorak,
menjalankan keganasan dan berjalan dalam lautan darah.” Satu lagi tulisannya:
“Tidak jadi soal bila ¾ penduduk dunia habis, asal yang tinggal ¼ itu komunis.
Untuk melaksanakan komunisme, kita tidak gentar berjalan di atas mayat 30 juta
orang.”
Lenin, semasa berkuasa
(1917-1923) membantai setengah juta bangsanya sendiri. Dilanjutkan Joseph
Stalin (1925-1953) yang menjagal 46 juta orang; ditiru Mao Tse Tung (RRC) 50
juta (1947-1976); Pol Pot (Kamboja) 2,5 juta jiwa (1975-1979) dan Najibullah
(Afghanistan) 1,5 juta nyawa (1978-1987).
Dalam bukunya,
"Negara Pancasila", Mantan Wakil Kepala BIN, As’ad Said Ali, menulis,
bahwa munculnya semangat para tokoh Islam ketika itu untuk memperjuangkan Islam
sebagai dasar negara, juga didorong oleh masuknya kekuatan komunis ke dalam
blok pendukung Pancasila.
”Kalangan Islam langsung
curiga. Muncul kekhawatiran Pancasila akan dipolitisasi oleh kelompok-kelompok
komunis untuk selanjutnya diminimalisasi dimensi religiusitasnya. Kekhawatiran
tersebut semakin mengkristal karena adanya peluang perubahan konstitusi
sehubungan UUDS mengamanatkan perlunya dibentuk Majelis Konstituante yang
bertugas merumuskan UUD yang definitif,” tulis As’ad dalam bukunya.
Jadi, para tokoh Islam
menilai, bahwa dukungan PKI kepada Pancasila hanyalah sebagai upaya membelokkan
Pancasila dari prinsip dasar Ketuhanan Yang Maha Esa. Sebagai contoh, pada 20
Mei 1957, tokoh PKI Sakirman mendukung pandangan Fraksi Katolik yang
menyatakan, bahwa ”Rakyat Indonesia terdiri dari berbagai-bagai golongan dengan
berbagai-bagai kepercayaan atau keyakinan masing-masing bersifat universal.”
Karena itu ia menyeru
kepada golongan Islam: ”[B]etapa pun universal, praktis dan objektifnya Islam,
tetapi karena Islam hanya merupakan salah satu dari sekian banyak kepercayaan
dan keyakinan, yang hidup dalam masyarakat Indonesia, maka Pancasila sebagai
apa yang dinamakan oleh Partai Kristen Indonesia (Parkindo) suatu ”grootste
gemene deler” yang mempertemukan keyakinan dan kepercayaan kita semua, akan
tetapi lebih praktis lebih objektif dan lebih universal daripada Islam.” (Lihat,
buku Adnan Buyung Nasution berjudul, Aspirasi Pemerintahan Konstitusional di
Indonesia…, hal. 73).
Jadi, sejarah
membuktikan, meskipun sangat benci agama, tetapi PKI menyatakan dukungannya
terhadap Pancasila. Tentu saja itu sangat aneh. Logisnya, tindakan PKI yang
mendukung Pancasila, bisa diartikan sebagai satu cara membonceng Pancasila,
untuk kemudian merusak agama di Indonesia.
Semoga umat Islam dan
bangsa Indonesia memahami substansi ajaran komunisme yang bersifat sekuler dan
anti-agama. Wallahu A’lam bish-shawab. (Depok, 24 September 2021).
Oleh: Dr. Adian Husaini
Posting Komentar untuk "Komunis Benci Agama Tapi Anehnya Mendukung Pancasila"
Sebelumnya kami ucapkan Jazakumullahu Khairan atas tegur sapa antum semua di web Kabeldakwah.com ini.
==> Komentar Anda akan ditanggapi oleh Admin saat Aktif.