Jual Beli atau Transaksi Kredit Yang Boleh Dan Yang Terlarang
Syaikh Abdul Aziz bin Baz menjelaskan bahwa transaksi kredit itu asalnya boleh. Beliau pernah ditanya, “seseorang membeli mobil GMC dari orang lain, harganya 40.000 real. Pemilik mobil berkata: saya jual kepadamu 70.000 real dengan cara kredit. Bolehkah hal ini?”.
Syaikh Abdul Aziz bin Baz menjawab,
لا حرج في ذلك،
فقد باع أصحاب بريرة رضي الله عنها بريرة نفسها، باعوها إياها على أقساط؛ في كل
عام أوقية – وهي أربعون درهماً – تسعة أقساط، في عهد النبي صلى الله عليه وسلم فلم
ينكر ذلك النبي صلى الله عليه وسلم.
فالتقسيط إذا
كان معلوم الكمية والصفة والأجل، فلا بأس به؛ للحديث المذكور، ولعموم الأدلة، مثل
قوله سبحانه: وَأَحَلَّ اللّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا.
فإذا اشتريت
سيارة بأربعين ألفاً، أو ثلاثين ألفاً، أو أقل أو أكثر، إلى أجل معلوم؛ كل سنة
خمسة آلاف، أو كل سنة ثمانية آلاف، أو كل شهر ألف، فلا شيء في ذلك.
“hal itu tidak mengapa. Pemilik Barirah
radhiallahu’anhu pernah menjual Barirah secara kredit. Setiap tahun membayar 1
auqiyah (40 dirham) dibayar sembilan kali. Itu terjadi di zaman Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam dan beliau tidak mengingkarinya.
Transaksi kredit jika
jelas jumlahnya, sifatnya dan temponya, maka tidak mengapa berdasarkan hadits
yang saya sebutkan. Dan juga berdasarkan keumuman firman Allah Ta’ala: ‘dan
Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba‘ (QS. Al Baqarah:
275).
Maka jika anda membeli
mobil seharga 40.000 real atau 30.000 real, atau dibawah itu, atau di atas itu,
dengan tempo pembayaran yang diketahui, misalnya setiap tahun membayar 5.000
real atau setiap tahun membayar 8.000 real, atau setiap bulan membayar 1.000
real, ini tidak mengapa” (Sumber: http://binbaz.org.sa/fatawa/3845).
Kemudian beliau
menjelaskan bahwa transaksi kredit yang terlarang adalah yang termasuk
jual-beli ‘inah. Beliau
mengatakan,
إذا اشترى
الإنسان شيئاً مؤجلاً بأقساط، ثم باعه نقداً على من اشتراه منه، فهذا يسمى بيع
العينة، وهو لا يجوز، لكن إذا باعه على غيره فلا بأس؛ كأن يشتري سيارة بالتقسيط ثم
يبيعها على آخر نقداً؛ ليتزوج، أو ليوفي دينه، أو لشراء سكن، فلا بأس في ذلك.
أما كونه يشتري
السيارة أو غيرها بالتقسيط، ثم يبيعها بالنقد على صاحبها، فهذا يسمى العينة؛ لأنها
حيلة لأخذ دراهم نقدا بدراهم أكثر منها مؤجلة
“Jika seseorang membeli
sesuatu dari si Fulan secara kredit, lalu ia menjual kembali kepada si Fulan
tersebut secara tunai, maka ini adalah jual beli ‘inah. Ini tidak
diperbolehkan. Namun jika ia menjualnya kembali kepada orang lain, maka tidak
mengapa. Seperti misalnya ia membeli mobil dari seseorang secara kredit lalu
menjual kepada orang lain secara tunai, untuk modal nikah, atau untuk membayar
hutang, atau untuk membeli rumah, maka tidak mengapa.
Adapun jika ia membeli
mobil atau barang lainnya secara kredit, lalu menjualnya kembali kepada pemilik
sebelumnya secara tunai, maka ini dinamakan jual-beli ‘inah. Karena itu adalah
hiilah (tipu-daya) untuk mengambil uang lebih banyak dari pembayaran
bertemponya” (Sumber: http://binbaz.org.sa/fatawa/3845).
Beliau juga menjelaskan
bahwa diantara bentuk kredit yang terlarang adalah kredit segitiga dimana pihak
perantara tidak benar-benar membeli barang dari pemilik barang ketika
menjualkannya ke pembeli. Beliau pernah ditanya, “sebagian ikhwah menanyakan
tentang menjualkan mobil secara kredit (usaha leasing). Penjual mengatakan:
kami menjualkan mobil dengan pembayaran kredit bulanan, dan telah ada
kesepakatan harga antara orang yang ingin membeli dengan orang yang memiliki
mobil (termasuk juga masalah kelebihan harganya). Bagaimana hukumnya?”.
Syaikh Abdul Aziz bin Baz menjawab,
إذا كان بيع
السيارة ونحوها على راغب الشراء بعدما ملكها البائع، وقيدت باسمه وحازها فلا بأس،
أما قبل ذلك فلا يجوز؛ لقول النبي صلى الله عليه وسلم لحكيم بن حزام: ((لا تبع ما
ليس عندك))، ولقوله صلى الله عليه وسلم: ((لا يحل سلف وبيع، ولا بيع ما ليس عندك)).
“jika mobil atau semacamnya dijual kepada
orang yang ingin membelinya setelah penjual ini memiliki secara penuh mobil
tersebut, telah tertulis (dalam surat-surat) atas nama si penjual, dan telah ia
kuasai, maka tidak mengapa. Adapun jika belum demikian maka tidak boleh.
Berdasarkan sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam: ‘janganlah engkau menjual
yang bukan milikmu‘ (HR. Ahmad 14887, At Tirmidzi 1232, Ibnu Majah 2187). Dan
berdasarkan sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam: ‘tidak halal menggabungkan
salaf dan jual-beli, dan tidak boleh menjual apa yang tidak kamu miliki‘ (HR.
Ahmad 6633, At Tirmidzi 1234, An Nasa-i 4611)” (Sumber:
http://binbaz.org.sa/fatawa/3850).
Dalam fatwanya yang lain
beliau juga mengatakan,
أن شراء الشقة
من البنك بالتقسيط لا مانع منه، بشرط أن لا يتم التعاقد مع البنك على شراء الشقة،
إلا بعد أن يشتريها البنك من مالكها الأول، فإذا اشتراها وأصبحت ملكاً له، جاز
شراؤها منه نقداً أو مؤجلاً.
“membeli apartemen dari bank secara kredit itu
tidak mengapa, namun dengan syarat akad-akad pembelian apartemen dari bank
haruslah setelah bank telah membelinya secara sempurna dari pemilik pertamanya.
Jika bank memang telah membelinya dan bank telah resmi menjadi pemilik
apartemen tersebut, maka boleh membeli dari bank baik secara tunai ataupun
kredit” (Sumber: http://binbaz.org.sa/fatawa/3843).
Namun pada kenyataan yang kita lihat, bank
atau pihak leasing tidak benar-benar membeli mobil atau rumah atau barang yang
dijual-belikan, mereka hanya bertindak sebagai penyedia dana atau pemberi
hutang. Sehingga transaksi kredit yang demikian adalah transaksi bai’ maa laa yamlik
(menjual yang bukan milikinya) dan juga riba karena adanya bunga dalam
hutang-piutang.
Wallahu a’lam.
Oleh: Ustadz Yulian
Purnama
Posting Komentar untuk "Jual Beli atau Transaksi Kredit Yang Boleh Dan Yang Terlarang"
Sebelumnya kami ucapkan Jazakumullahu Khairan atas tegur sapa antum semua di web Kabeldakwah.com ini.
==> Komentar Anda akan ditanggapi oleh Admin saat Aktif.