Dilema Ustadz - Suara Hati Seorang Da'i
Salah satu untaian kata yang ditulis oleh salah seorang da'i, beliau ust. DR. Firanda Andirja, Lc. MA. Untaian kalimat ini seolah-olah benar-benar menggambarkan bagaimana perasaan yang dialami oleh seorang da'i sekaligus menjadi nasehat bagi para da'i yang sedang mengemban amanah ilmu untuk disampaikan kepada umat. Mudah-mudahan kalimat ini dapat menjadi motivasi bagi para penerus perjuangan Para Nabi. Berikut untaian kalimat suara hati seorang da'i:
Ia berkata: Aku bahagia
menjadi pewaris para Nabi...
Aku bahagia bisa ikut
mengemban tugas para Nabi...
Aku bersyukur mengikuti
derap langkah para sahabat...
Akan tetapi...
sungguh begitu berat
tugas dakwah ini,
Demi Allah, sungguh berat
rasanya,
serasa sedang mendaki
gunung yang terjal...
Aku selalu menasihati orang lain...
yang seharusnya aku
adalah orang yang pertama mengerjakannya,
Akan tetapi....
betapa sering aku
terlambat mengerjakannya...
Bahkan kadang aku tidak
mengerjakannya...
bahkan yang lebih parah,
kadang aku menyelisihinya!!!...
Sungguh besar pahala dakwah yang ingin kuraih....
Akan tetapi,
sungguh besar pula
kemurkaan Allah pada orang yang tidak mengerjakan apa yang ia nasihatkan...
Betapa ngeri nasib
seorang dai yang melanggar nasehatnya sendiri,
usus perutnya terjulur
keluar,
ia berputar seperti alat
penggiling gandum,
dipermalukan dihadapan
khalayak !!...
Meskipun ancaman begitu
ngeri,
aku harus tetap
menyampaikan agama ini...
Aku dituntut tuk bisa
menghiasi kata-kataku, ceramah, dan tulisanku,
agar bisa menarik dan
mudah diterima masyarakat....
Akan tetapi,
aku juga diperintahkan
untuk ikhlas dalam berdakwah,
tidak ujub terhadap
dakwahku,
apalagi mengharap pujian
dan sanjungan manusia...
Sungguh terasa hina
hatiku tatkala harus menerima upah / amplop dari dakwahku,
(meskipun aku tidak
pernah memasang tarif sebagaimana para dai selebriti yang bertarif setinggi
langit),
Akan tetapi,
aku tetap menerima upah
tersebut...
aku bukanlah dai yang
sudah memiliki penghasilan sendiri...
Aku tidak pernah
menjadikan upah sebagai tujuanku,
apalagi untuk menjadi
orang konglomerat dengan upah tersebut,
Akan tetapi,
upah tersebut hanyalah
sebagai penyambung hidupku dan anak istriku,
dan agar aku tetap bisa
terus berdakwah...
Ingin rasanya kuhabiskan
waktuku untuk bekerja mencari dunia,
agar aku tidak lagi
menerima upah,
Akan tetapi,
waktuku telah banyak
tersita untuk belajar dan menambah ilmuku...
Aku tentu tidak mau
menjadi dai yang asbun (asal bunyi -pen) tanpa ilmu,
dan menyesatkan
masyarakat...
Aku dituntut untuk
menjadi tauladan,
Pandangan masyarakat
seakan-akan menuntutku bahwa aku tidak boleh bersalah...
Akan tetapi,
aku hanyalah manusia
biasa yang tidak luput dari kesalahan,
Meskipun aku berusaha
menyembunyikan aibku,
toh suatu saat, ada saja
yang tercium oleh masyarakat...
Yang sangat menyedihkan,
jika aku sekali bersalah,
terkadang masyarakat
mencap buruk kepadaku....
Lantas apakah aku harus
merubah profesiku sebagaimana orang lain,
menjadi pedagang yang
taat,
atau pegawai yang
amanah??...
Ataukah aku tetap
bertahan menjadi seorang dai dengan penuh kekurangan?...
Sungguh aku hanya
mengharapkan ampunan Allah dan kasih sayangNya,
Kuhibur diriku dengan
firmanNya (Bertakwalah semampu kalian), (Allah tidak membebani jiwa kecuali
yang dimampuinya),
(Dan Allah mengampuni
banyak kesalahan)...
Allah Maha Tahu bahwa aku
telah berusaha maksimal untuk ikhlash,
telah berusaha menjauhkan
dunia dari hatiku...
Akan tetapi sekali lagi,
aku hanyalah manusia
biasa yang juga bisa tergoda cinta akan pujian dan manisnya dunia...
Yaa Allah,
ampunilah hambaMu yang
lemah ini...,
Tutuplah aib-aibku...
janganlah Kau hinakan aku
di akhirat kelak....
Āmīin...
Oleh: Ust. DR. Firanda
Andirja, Lc, MA.
Posting Komentar untuk "Dilema Ustadz - Suara Hati Seorang Da'i"
Sebelumnya kami ucapkan Jazakumullahu Khairan atas tegur sapa antum semua di web Kabeldakwah.com ini.
==> Komentar Anda akan ditanggapi oleh Admin saat Aktif.