Sistem Demokrasi, Yang Mayoritas Yang Menang
Tanya:
Bagaimana pandangan Islam dalam memandang hukum mayoritas dalam Pemilu Raya (memilih
pemimpin) atau voting rapat (dalam menentukan keputusan) dimana suara mayoritas
merupakan keputusan final yang wajib untuk dipatuhi?
Jawab:
Allah telah menjelaskan bahwa manusia adalah satu-satunya makhluk Allah yang
menyatakan diri siap memikul amanah yang tidak mampu diemban oleh makhluk lain,
sebagaimana yang difirmankan oleh Allah:
إِنَّا عَرَضْنَا
الأمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ
يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الإنْسَانُ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا
جَهُولا
"Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat dhalim dan amat bodoh" (QS. Al-Ahzab: 72).
Allah telah mensifatkan
manusia pada ayat di atas dengan dhalim dan bodoh. Itulah sifat "asal" dari manusia dalam
mengemban amanah tersebut. Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’dy berkata:
يعظم تعالى شأن الأمانة،
التي ائتمن اللّه عليها المكلفين، التي هي امتثال الأوامر، واجتناب المحارم، في
حال السر والخفية، كحال العلانية، وأنه تعالى عرضها على المخلوقات العظيمة،
السماوات والأرض والجبال، عرض تخيير لا تحتيم، وأنك إن قمت بها وأدَّيتِهَا على
وجهها، فلك الثواب، وإن لم تقومي بها، (ولم تؤديها) فعليك العقاب. { فَأَبَيْنَ
أَنْ يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا } أي: خوفًا أن لا يقمن بما حُمِّلْنَ،
لا عصيانًا لربهن، ولا زهدًا في ثوابه، وعرضها اللّه على الإنسان، على ذلك الشرط
المذكور، فقبلها، وحملها مع ظلمه وجهله
"Allah ta’ala mengangkat permasalahan amanat
yang Dia amanatkan kepada para mukallifin (makhluk yang dibebani hukum
syari’at), yaitu amanat menjalankan segala yang diperintahkan dan menjauhi
segala yang diharamkan, baik dalam keadaan tampak maupun tidak tampak. Dia
tawarkan amanat itu kepada makhluk-makhluk besar; langit, bumi dan
gunung-gunung sebagai tawaran pilihan, bukan keharusan: "Bila engkau
menjalankan dan melaksanakannya niscaya ada dua pahala bagimu, dan bila tidak
niscaya kamu akan dihukum". "Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu
dan mereka khawatir akan mengkhianatinya" ; yaitu karena khawatir akan
mengkhianatinya, bukan karena menentang Rabb mereka dan bukan pula karena tidak
butuh terhadap pahala-Nya. Kemudian Allah tawarkan kepada manusia, maka ia pun
siap menerima amanat itu dan siap memikulnya dengan segala kedhaliman dan
kebodohan yang ada pada dirinya. Maka amanat berat itu pun akhirnya dipikul
olehnya" (Taisirul-Karimir-Rahman fii Tafsiiril-Kalaamil-Mannan - Maktabah
Al-Misykah).
Selain "sifat asal"
manusia yang disebutkan dalam ayat di atas, maka Allah pun telah menjelaskan
dalam beberapa ayat-Nya yang lain tentang sifat-sifat yang ada pada mayoritas
manusia yang hidup di muka bumi. Sifat-sifat tersebut antara lain:
1. Tidak beriman.
Allah ta’ala telah berfirman:
إِنَّهُ الْحَقُّ مِنْ
رَبِّكَ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لا يُؤْمِنُونَ
"Sesungguhnya (Al Qur'an) itu benar-benar dari
Tuhanmu, tetapi kebanyakan manusia tidak beriman" (QS. Huud: 17).
2. Tidak bersyukur.
Allah ta’ala telah berfirman:
إِنَّ اللَّهَ لَذُو
فَضْلٍ عَلَى النَّاسِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لا يَشْكُرُونَ
"Sesungguhnya Allah mempunyai karunia terhadap
manusia tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur" (QS. Al-Baqarah: 243).
3. Fasiq (keluar dari
ketaatan).
Allah ta’ala telah berfiman:
وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ
النَّاسِ لَفَاسِقُونَ
"Dan sesungguhnya kebanyakan
manusia adalah orang-orang yang fasik" (QS. Al-Maidah: 49).
4. Lalai dari ayat-ayat Allah.
Allah ta’ala telah berfirman:
وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ
النَّاسِ عَنْ آيَاتِنَا لَغَافِلُونَ
"Dan sesungguhnya
kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami" (QS. Yunus:
92).
5. Menyesatkan orang lain
dengan hawa nafsu mereka.
Allah ta’ala telah berfirman:
وَإِنَّ كَثِيرًا
لَيُضِلُّونَ بِأَهْوَائِهِمْ بِغَيْرِ عِلْمٍ
"Dan sesungguhnya
kebanyakan (dari manusia) benar-benar hendak menyesatkan (orang lain) dengan
hawa nafsu mereka tanpa pengetahuan" (QS. Al-An’am: 119).
6. Tidak mengetahui agama yang
lurus.
Allah ta’ala telah berfirman:
أَمَرَ أَلا
تَعْبُدُوا إِلا إِيَّاهُ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ
لا يَعْلَمُونَ
"Dia telah memerintahkan
agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui" (QS. Yusuf: 40).
Bila keadaan mayoritas manusia
adalah sebagaimana di atas, bagaimana bisa satu keputusan ditentukan oleh
mayoritas manusia? Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan (anggota Haiah Kibaaril-’Ulama
Saudi Arabia) menjelaskan:
من مسائل الجاهلية:
أنهم يستدلون بالأكثرين على الحق، ويستدلون بالأقلين على غير الحق، فما كان عليه
الأكثر عندهم فهو الحق، وما كان عليه الأقل فهو غير حق، هذا هو الميزان عندهم في
معرفة الحق من الباطل. وهذا خطأ؛ لأن الله جل وعلا يقول: {وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ
مَنْ فِي الْأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا
الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلَّا يَخْرُصُونَ} (الأنعام:116)، ويقول سبحانه وتعالى:
{وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لا يَعْلَمُونَْ} (لأعراف: 187)، ويقول سبحانه
وتعالى: {وَمَا وَجَدْنَا لِأَكْثَرِهِمْ مِنْ عَهْدٍ وَإِنْ وَجَدْنَا
أَكْثَرَهُمْ لَفَاسِقِينَ} (الأعراف:102)، إلى غير ذلك.
"Di antara perkara-perkara Jahiliyyah adalah:
Mereka menilai suatu kebenaran dengan jumlah mayoritas, dan menilai kesalahan
dengan jumlah minoritas, sehingga sesuatu yang diikuti oleh kebanyakan orang
berarti benar, sedangkan yang diikuti oleh segelintir orang berarti salah. Inilah patokan yang ada pada
diri mereka di dalam menilai yang benar dan yang salah. Padahal patokan ini
tidak benar, karena Allah jalla wa ’alaa berfirman: "Dan jika kamu
menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan
menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti
persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah)"
(QS. Al-An’am: 116). "Akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui"
(QS. Al-A’raf: 187). "Dan Kami tidak mendapati kebanyakan mereka memenuhi
janji. Sesungguhnya Kami mendapati kebanyakan mereka orang-orang yang fasik"
(QS. Al-A’raf: 102). Dan
yang lainya" (lihat kitab Syarh Masaailil-Jahiliyah hal. 60 - Free Program
from Islamspirit).
Dalam hukum mayoritas, suara seorang Imam
Asy-Syafi’i (misalnya) bisa jadi kalah oleh sekumpulan orang-orang jahil hanya
karena menang dalam jumlah orang. Islam memandang bahwa seorang ’alim tetap lebih
diunggulkan/menang daripada seribu orang jahil. Menyamakan orang ’alim dengan
orang jahil merupakan satu kedhaliman yang nyata !!
أَمَّنْ هُوَ قَانِتٌ
آنَاءَ اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ الآخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ
رَبِّهِ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لا يَعْلَمُونَ
إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الألْبَابِ
(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih
beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan
berdiri, sedang ia takut kepada (adzab) akhirat dan mengharapkan rahmat
Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan
orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah
yang dapat menerima pelajaran. (QS. Az-Zumar: 9).
Islam telah menjelaskan bahwa
hanyalah orang-orang berilmu saja saja yang berhak membicarakan kemaslahatan
dan kemudlaratan umat; baik dalam urusan dunia, apalagi urusan akhirat – yaitu
dengan cara musyawarah (syuuraa)(1). Jika diperlukan satu keputusan dalam
masalah perekonomian negara misalnya, maka yang berhak berbicara dan memutuskan
adalah para ahli ekonomi syari’ah. Jika ia telah memberikan satu pertimbangan,
maka apa yang dikatakannya tetap lebih dikedepankan walaupun ia seorang diri.
Tidak dipandang satu penyelisihan dari perkataan tukang bangunan walaupun ia
berjumlah ratusan atau bahkan ribuan. Tidak lain karena jumlah ratusan atau
ribuan itu hanyalah merupakan kumpulan orang yang tidak kompeten di bidang
ekonomi. Ini dalam masalah muamalah keduniaan. Lantas bagaimana jika
permasalahannya termasuk urusan agama? Tentu hal ini lebih serius lagi; karena
kesalahan dalam urusan dunia hanyalah merusak sebatas urusan dunia tersebut,
sedangkan kesalahan dalam urusan agama akan merusak dunia sekaligus akhirat.
Kesimpulan: Penentuan
keputusan dengan menggunakan sistem mayoritas adalah bathil. Sistem ini
merupakan salah satu asas dibangunnya demokrasi yang notabene berasal dari kaum
kafir barat (yang tragisnya diadopsi oleh sebagian kaum muslimin). Wallaahu
a’lam.
Footnote:
(1) Musyawarah hanya dilakukan
pada masalah-masalah ijtihadiyyah. Musyawarah tidaklah dilakukan dalam hal-hal
yang telah jelas nashnya dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. (Misalnya: ) Kita tidak
perlu lagi bermusyawarah hanya untuk menentukan boleh tidaknya dijual miras
(khamr) di suatu daerah. Hal itu dikarenakan Allah telah menjelaskan kedudukan
permasalahan (yaitu tentang keharamannya):
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالأنْصَابُ وَالأزْلامُ
رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya
(meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan
panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah
perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan". (QS. Al-Maidah:
90).
عن بن عمر يقول قال
رسول الله صلى الله عليه وسلم: لعن الله الخمر وشاربها وساقيها وبائعها ومبتاعها
وعاصرها ومعتصرها وحاملها والمحمولة إليه
Dari Ibnu ’Umar radliyallaahu ’anhuma ia berkata:
Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam: "Allah telah
melaknat khamr, peminumnya, yang menuangkannya, penjualnya, pembelinya,
pembuatnya, yang menyuruh membuatnya, pengantarnya, dan yang menerima antara
tadi" (HR. Abu Dawud no. 3674; shahih).
Oleh: Abul Jauzaa' Doni Arif Wibowo
Posting Komentar untuk "Sistem Demokrasi, Yang Mayoritas Yang Menang "
Sebelumnya kami ucapkan Jazakumullahu Khairan atas tegur sapa antum semua di web Kabeldakwah.com ini.
==> Komentar Anda akan ditanggapi oleh Admin saat Aktif.