Bolehkah Meminta Bantuan Kepada Orang Kafir (Non Islam)
Para ulama telah berbeda pendapat mengenai hukum meminta bantuan kepada orang kafir / non islam. Sebagian ulama melarangnya, dan sebagian yang lain membolehkannya.
Pendapat yang Melarangnya
Para ulama yang tergabung
dalam pendapat ini berpegang pada beberapa hadits, diantaranya adalah:
عن عائشة زوج
النبي صلى الله عليه وسلم أنها قالت خرج رسول الله صلى الله عليه وسلم قبل بدر
فلما كان بحرة الوبرة أدركه رجل قد كان يذكر منه جرأة ونجدة ففرح أصحاب رسول الله
صلى الله عليه وسلم حين رأوه فلما أدركه قال لرسول الله صلى الله عليه وسلم جئت
لأتبعك وأصيب معك قال له رسول الله صلى الله عليه وسلم تؤمن بالله ورسوله قال لا
قال فارجع فلن أستعين بمشرك قالت ثم مضى حتى إذا كنا بالشجرة أدركه الرجل فقال له
كما قال أول مرة فقال له النبي صلى الله عليه وسلم كما قال أول مرة قال فارجع فلن
أستعين بمشرك قال ثم رجع فأدركه بالبيداء فقال له كما قال أول مرة تؤمن بالله
ورسوله قال نعم فقال له رسول الله صلى الله عليه وسلم فانطلق
Dari ‘Aisyah istri Nabi shallallaahu ‘alaihi
wa sallam bahwasannya ia berkata: Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam
keluar menuju Perang Badar. Setelah sampai di Harratul-Wabarah (yaitu daerah
yang terletak 4 mil dari Madinah sebelum Dzul-Hulaifah) beliau ditemui oleh
seorang laki-laki yang terkenal pemberani. Maka para shahabat
Rasulullah merasa senang ketika melihat laki-laki itu. Setelah dia menemui
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, dia berkata kepada beliau: “Saya
datang untuk mengikuti Anda dan memenangkan perang di pihak Anda”. Rasulullah
bertanya: “Apakah kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya?”. Dia menjawab:
“Tidak”. Beliau berkata: “Kembalilah, karena aku tidak akan meminta bantuan
kepada orang musyrik”. Kemudian laki-laki itu menyingkir. Setelah sampai di
sebuah pohon, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam ditemui lagi oleh
laki-laki itu. Lalu, dia mengatakan seperti apa yang dikatakan sebelumnya. Maka
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bertanya seperti apa yang beliau
tanyakan sebelumnya. Kata beliau: “Kembalilah, karena aku tidak akan meminta
bantuan kepada orang musyrik”. Kemudian laki-laki itu menyingkir. Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam ditemui lagi oleh laki-laki itu di Baidaa’, lalu
beliau bertanya kepadanya sebagaimana pertanyaan beliau sebelumnya: “Apakah
kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya?”. Laki-laki itu menjawab: “Ya”. Maka
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada laki-laki itu:
“Pergilah turut berperang” (HR. Muslim
no. 1817).
عن خبيب بن عبد
الرحمن عن أبيه عن جده رضى الله تعالى عنه قال خرج رسول الله صلى الله عليه وسلم
في بعض غزواته فأتيته أنا ورجل قبل أن نسلم فقلنا إنا نستحيي أن يشهد قومنا مشهدا
فقال أأسلمتما قلنا لا قال فإنا لا نستعين بالمشركين على المشركين فأسلمنا وشهدنا
مع رسول الله صلى الله عليه وسلم
Dari Hubaib bin ’Abdirrahman dari ayahnya,
dari kakeknya radliyallaahu ta’ala ’anhu ia berkata: "Rasulullah
shallallaahu ’alaihi wa sallam keluar untuk sebuah peperangannya. Maka aku mendatangi
beliau bersama seorang laki-laki sebelum kami masuk Islam. Kami berkata (kepada
beliau): ”Sesungguhnya kami sangat malu ketika kaum kami menghadiri (ikut
serta) dalam peperangan sedangkan kami tidak ikut bersama mereka”. Maka beliau
menjawab: ”Apakah kalian berdua telah masuk Islam?”. Kami menjawab: ”Belum”.
Beliau bersabda: ”Sesungguhnya kami tidak meminta bantuan kepada orang-orang
musyrik untuk memerangi orang-orang musyrik”. Maka kami pun masuk Islam, dan
kemudian ikut serta dalam peperangan bersama Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa
sallam” (HR. Hakim no. 2563 dan Ahmad no. 15801; dla’if karena perawi yang
bernama ’Abdurrahman bin Khubaib – ia majhul ’ain – dan adanya inqitha’ antara
dia dengan ayahnya).
Para ulama yang memegang
pendapat ini adalah Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Malik bin Anas, Ibnul-Mundzir,
Al-Juazajani, dan yang lainnya.
Pendapat yang
Membolehkannya (dalam Keadaan Diperlukan/Dlarurat)
Para ulama yang berpegang
pada hadits ini berpegang pada banyak nash, diantaranya:
Firman Allah ta’ala:
وَقَدْ فَصّلَ
لَكُمْ مّا حَرّمَ عَلَيْكُمْ إِلاّ مَا اضْطُرِرْتُمْ إِلَيْهِ
“Sungguh telah dijelaskan untuk kalian semua
perkara yang diharamkan atas kalian, kecuali hal-hal yang kamu dalam keadaan
terpaksa (darurat)” (QS. Al-An’am: 119)
عن ذي مخبر رجل
من أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم قال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول
ستصالحون الروم صلحا آمنا فتغزون أنتم وهم عدوا من ورائكم فتنصرون وتغنمون وتسلمون
ثم ترجعون حتى تنزلوا بمرج ذي تلول فيرفع رجل من أهل النصرانية الصليب فيقول غلب
الصليب فيغضب رجل من المسلمين فيدقه فعند ذلك تغدر الروم وتجمع للملحمة
Dari Dzu Mihbar, seorang laki-laki dari
kalangan shahabat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata: Aku
mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Kalian pasti
akan melakukan perdamaian dengan Romawi dengan aman. Kalian bersama mereka
akan memerangi satu musuh dikemudian hari. Kemudian kalian akan ditolong dan
berhasil mendapatkan ghanimah (memenangkan pertempuran) serta selamat. Kemudian
kalian kembali pulang hingga kalian singgah di sebuah daerah yang tinggi.
Tiba-tiba seorang laki-laki dari kaum Nashrani mengangkat salib seraya berkata:
‘Telah menang salib’. Hingga marahlah seorang dari kaum muslimin dan
mendorongnya. Maka ketika itu mulailah tentara Romawi berkhianat serta
menyiapkan pasukannya untuk pertempuran besar” (HR. Abu Dawud no. 4292; dishahihkan oleh Syaikh
Al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud no. 2767).
عن أبي هريرة
قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم وإن الله يؤيد هذا الدين بالرجل الفاجر
Dari Abi Hurairah radliyallaahu ‘anhu ia
berkata: Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam:
“Sesungguhnya Allah (bisa jadi) menolong agama ini melalui perantaraan orang
fajir” (HR. Bukhari no. 2897 dan Muslim no. 111).
Al-Hafidh Ibnu Hajar berkata:
والذي يظهر أن
المراد بالفاجر أعم من أن يكون كافرا أو فاسقا
“Yang nampak adalah bahwa maksud dari kata
Al-Faajir lebih umum daripada sekedar makna kafir dan fasiq saja” (Fathul-Baari
juz 7 no. 3970).
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam juga
pernah meminjam baju besi kepada Shafwan bin Umayyah ketika ia masih kafir
sebagaimana riwayat:
عن صفوان بن
أمية أن رسول الله صلى الله عليه وسلم استعار منه أدراعا يوم حنين فقال أغصب يا
محمد فقال لا بل عارية مضمونة
Dari Shofwan bin Umayyah: Bahwasannya Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah meminjam darinya beberapa baju besi
sewaktu perang Hunain. Ia bertanya: “Apakah ia rampasan ya Muhammad?”. Maka
beliau menjawab: “Tidak, ia pinjaman yang ditanggung” (HR. Abu Dawud no. 3562;
dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Silsilah Ash-Shahiihah no. 631).
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam
pernah meminta bantuan kepada Bani Tsaqif yang masih kafir ketika tekanan dari
kaum kafir Quraisy semakin menjadi-jadi setelah meninggalnya Abu Thalib yang
senantiasa melindungi beliau (walaupun akhirnya beliau tidak mendapatkan
bantuan sebagaimana yang diharapkan).
Dan yang lebih jelas adalah ketika Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wasallam bersepakat dengan Kaibilah Khuza’ah (dari
kalangan musyrikin) untuk saling tolong menolong ketika peristiwa Perjanjian
Hudaibiyyah.
Dan lain-lain hadits yang
menunjukkan bahwa beliau pernah meminta tolong kepada kaum musyrikin.
Ulama yang berpegang pada
pendapat ini diantaranya adalah Imam Asy-Syafi’i, Imam Abu Hanifah, Al-Hafidh
Ibnu Hajar, Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah, Ibnul-Qayyim, Ash-Shan’ani dan
lain-lain.
Tarjih:
Yang kuat dengan melihat
keseluruhan dalil yang ada adalah pendapat yang mengatakan boleh meminta
bantuan kepada kaum musyirikin dalam kondisi yang dibutuhkan. Pendapat yang
mengatakan tidak boleh ber-isti’anah kepada orang musyrik kafir secara mutlak
adalah tertolak karena pada kenyataannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam dalam banyak riwayat pernah ber-isti’anah kepada mereka. Oleh karena
itu, para ulama berusaha menggabungkan beberapa pemahaman dari hadits-hadits
tersebut di atas (antara hadits yang melarang dan membolehkan). Al-Hafidh Ibnu Hajar berkata:
ويجمع بينه وبين
الذي قبله بأوجه ذكرها المصنف منها وذكره البيهقي عن نص الشافعي أن النبي صلى الله
عليه وسلم تفرس فيه الرغبة في الإسلام فرده رجاء أن يسلم فصدق ظنه وفيه نظر من جهة
التنكير في سياق النفي ومنها أن الأمر فيه إلى رأي الإمام وفيه النظر بعينه ومنها
أن الاستعانة كانت ممنوعة ثم رخص فيها وهذا أقربها وعليه نص الشافعي
“Dipadukan antara keduanya – yaitu hadits
‘Aisyah yang mengandung pelarangan dan hadits Shafwan bin Umayyah yang
mengandung pembolehan serta hadits mursal Az-Zuhri – dengan beberapa bentuk
pemaduan yang disebutkan oleh Penulis. Diantaranya adalah sebagaimana yang
disebutkan oleh Al-Baihaqi dari pernyataan Asy-Syafi’i bahwasannya Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam berharap di balik penolakan tersebut agar orang
tersebut mau masuk Islam. Dan ternyata perkiraan beliau tersebut adalah benar.
Diantara bentuk pemaduan yang beliau sebutkan pula adalah: Bahwasannya
penentuan perkara tersebut adalah kembali pada kebijakan imam/penguasa. Bentuk
pemaduan yang ketiga adalah: Bahwasannya Al-Isti’anah (meminta pertolongan
kepada orang musyrik/kafir) pada awalnya dilarang, kemudian akhirnya diijinkan.
Kemungkinan (yang terakhir) inilah yang saya (Ibnu Hajar) dukung, dan atas
pendapat inilah Asy-Syafi’i menegaskan” (At-Talkhiisul-Habiir juz 4 no. 1856).
Al-Imam An-Nawawi berkata:
وَقَالَ
الشَّافِعِيّ وَآخَرُونَ: إِنْ كَانَ الْكَافِر حَسَن الرَّأْي فِي الْمُسْلِمِينَ
, وَدَعَتْ الْحَاجَة إِلَى الِاسْتِعَانَة بِهِ اُسْتُعِينَ بِهِ , وَإِلَّا
فَيُكْرَه
”Asy-Syafi’i dan yang lainnya telah berkata:
’Apabila orang kafir tersebut mempunyai pandangan bagus terhadap kaum muslimin
(bisa dipercaya) dan kondisi sangat membutuhkan pada pertolongan orang kafir
tersebut, maka diperbolehkan meminta pertolongan kepadanya. Jika tidak, maka hal itu
dibenci” (Syarah Shahih Muslim lin-Nawawi).
Maka atas dasar pendapat-pendapat terbimbing
dari para ulama atas keseluruhan dalil yang ada, maka pembolehan ber-isti’anah
kepada kaum musyrik/kafir itu tergantung ijtihad imam/waliyyul-amri untuk
kemaslahatan terhadap apa-apa yang dipimpinnya. Yang demikian ini tidak
mengapa selama tidak menimbulkan mudlarat yang lebih besar terhadap kaum
muslimin. Bahkan, hukum beristi’anah kepada musyrikin/kafirin ini bisa menjadi
wajib jika memang kondisi darurat mengharuskan demikian untuk menghindarkan
diri dari kebinasaan atas kedhaliman/kejahatan musuh, sementara kaum muslimin
dalam keadaan lemah. Namun jika pertolongan mereka malah menimbulkan
kemudlaratan serta makar yang lebih besar pada kaum muslimin, maka hukumnya
menjadi haram. Semoga Allah memberikan bimbingan kepada para pemimpin kaum
muslimin agar mereka selalu berada di atas petunjuk-Nya. Amien. Wallaahu a’lam.
Oleh: Abul Jauzaa' Doni Arif Wibowo
Posting Komentar untuk "Bolehkah Meminta Bantuan Kepada Orang Kafir (Non Islam)"
Sebelumnya kami ucapkan Jazakumullahu Khairan atas tegur sapa antum semua di web Kabeldakwah.com ini.
==> Komentar Anda akan ditanggapi oleh Admin saat Aktif.