Apakah Warna Pakaian Wanita Harus HITAM ?
ð
Beberapa
waktu lalu, hp Nokia saya berbunyi: Tet-tet...tet-tet. Setelah saya lihat,
ternyata isinya adalah sebuah sebuah pesan pendek (SMS) dari seorang teman yang
isinya secara ringkas kurang lebih demikian: "Akhwat.... sudah lama
ngaji...tapi jilbabnya masih berwarna". SMS ini merupakan jawaban SMS
saya sebelumnya yang misinya adalah permintaan bantuan nyariin seorang akhwat
(buat dijadiin istri) untuk seorang teman yang lain. Dalam benak saya, ada
yang "aneh" atas jawaban yang disampaikan teman saya tersebut.
Keanehannya terletak pada kalimat: "Tapi jilbabnya masih berwarna".
Ada apa dengan kalimat ini?
Telah jamak beredar di sebagian ikhwan dan akhawat (salafiyyun pada khususnya) bahwa warna pakaian yang mesti dikenakan (bagi akhawat) adalah warna hitam atau gelap. Mereka menganggap, memakai pakaian selain warna tersebut merupakan satu tindakan tabarruj. Ini adalah pandangan yang keliru. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini saya akan sedikit menyampaikan apa yang saya ketahui terkait dengan permasalahan.
Dalam beberapa hadits
atau atsar telah tetap bahwa sebagian kaum wanita shahabiyyat memakai pakaian
berwarna selain warna hitam. Di antara hadits atau atsar tersebut adalah:
1. Warna hijau.
عن عكرمة أن رفاعة
طلق امرأته فتزوجها عبد الرحمن بن الزبير القرظي قالت عائشة وعليها خمار أخضر فشكت
إليها وأرتها خضرة بجلدها فلما جاء رسول الله صلى الله عليه وسلم والنساء ينصر
بعضهن بعضا قالت عائشة ما رأيت مثل ما يلقى المؤمنات لجلدها أشد خضرة من ثوبها
Dari ’Ikrimah: Bahwasannya Rifa’ah menceraikan
istrinya yang kemudian dinikahi oleh ’Abdurrahman bin Az-Zubair Al-Quradhy.
’Aisyah berkata: "Dia memakai khimar yang berwarna hijau, akan tetapi ia
mengeluh sambil memperlihatkan warna hijau pada kulitnya". Ketika
Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam tiba - dan para wanita menolong satu
kepada yang lainnya - maka ’Aisyah berkata: "Aku tidak pernah melihat
kondisi yang terjadi pada wanita-wanita beriman, warna kulit mereka lebih hijau
daripada bajunya (karena kelunturan)" (HR. Al-Bukhari no. 5487).
2. Motif
kecil-kecil warna hitam, hijau, dan kuning.
عن أم خالد بنت
خالد أتى النبي صلى الله عليه وسلم بثياب فيها خميصة سوداء صغيرة فقال من ترون أن
نكسو هذه فسكت القوم فقال ائتوني بأم خالد فأتي بها تحمل فأخذ الخميصة بيده فألبسها
وقال أبلي واخلقي وكان فيها علم أخضر أو أصفر
Dari Ummu Khaalid binti Khaalid: "Nabi
shallallaahu ’alaihi wa sallam datang dengan membawa beberapa helai pakaian
yang bermotif kecil warna hitam. Beliau berkata: "Menurut kalian, siapa yang pantas
untuk memakai baju ini ?". Semua diam. Beliau kemudian berkata: "Panggil
Ummu Khaalid". Maka Ummu Khaalid pun datang dengan dipapah. Nabi
shallallaahu ’alaihi wa sallam mengambil pakain tersebut dengan tanggannya dan
kemudian memakaikannya kepada Ummu Khaalid seraya berkata: "Pakailah ini
sampai rusak". Pakaian tersebut dihiasi dengan motif lain berwarna hijau
atau kuning" (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 5485).
3. Warna
kuning
ولبست عائشة رضى
الله تعالى عنها الثياب المعصفرة وهي محرمة
"Aisyah radliyallaahu ’anhaa memakai
pakaian yang berwarna kuning ketika sedang ihram" (Diriwayatkan oleh
Al-Bukhari secara mu’allaq yang kemudian di-maushul-kan oleh Sa’iid bin
Manshuur dengan sanad shahih; lihat Mukhtashar Shahih Al-Bukhari 1/457 oleh
Al-Albani. Hal yang serupa juga diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam
Al-Mushannaf, Kitaabul-Libaas waz-Ziinah 8/372 dengan sanad shahih).
4. Warna
merah
عن إبراهيم
وهوالنخعي أنه كان يدخل مع علقمة والأسود على أزواج النبي صلى الله عليه وسلم
فيراهن في اللحف الحمر
"Dari Ibrahim (An-Nakha’i) bahwasannya ia
bersama ’Alqamah dan Al-Aswad masuk menemui istri-istri Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam. Maka ia melihat mereka mengenakan mantel berwarna merah"
(Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf, Kitaabul-Libaas waz-Ziinah
8/371).
Dari beberapa riwayat di atas nyatalah bagi
kita bahwa pakaian seorang wanita tidaklah harus berwarna hitam atau gelap.
Tidaklah mengandung satu konsekuensi logis bahwa seorang wanita yang telah lama
ngaji "diharuskan" untuk berpakaian warna hitam atau gelap. Akan
tetapi, bukan pula saya hendak mengingkari jika ada orang yang mengatakan bahwa
pakaian berwarna hitam atau gelap lebih baik dan lebih melindungi aurat seorang
wanita. Bahkan, warna hitam atau gelaplah – menurut saya – warna yang paling
baik di antara semua warna yang dipakai oleh wanita (jika kita hendak
menghubungkan dengan kesempurnaan persyaratan pakaian seorang wanita muslimah).
Warna itulah yang
banyak dipakai oleh para shahabiyyat, sebagaimana tergambar dalam riwayat:
عن أم سلمة قالت:
لما نزلت يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلابِيبِهِنَّ خرج نساء الأنصار كأن على
رؤوسهن الغربان من الأكسية
Dari Ummu Salamah radliyallaahu ‘anhaa ia
berkata: "Ketika turun ayat ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke
seluruh tubuh mereka’ (QS. Al-Ahzaab: 59), maka keluarlah wanita-wanita Anshar
(dari rumah mereka) dimana seakan-akan di atas kepala mereka terdapat burung
gagak dari pakaian (warna hitam) yang mereka kenakan" (HR. Abu Dawud no.
4101; shahih).
Perlu pula kami sampaikan, walaupun Islam
tidak mengatur warna pakaian bagi wanita, ia tetap dilarang memakai pakaian
syuhrah (kemasyhuran). Seorang wanita dilarang untuk memakai pakaian (dan
segala atributnya, termasuk warna) yang dengan itu ia menjadi bahan perhatian
bagi masyarakat di tempat ia tinggal.
Semoga apa yang
dituliskan di atas dapat bermanfaat bagi kita semua. Hanya kepada Allah lah
kita mohon perlindungan dari akhir yang buruk atas ilmu dan amal kita.
Oleh: Abul Jauzaa' Doni Arif Wibowo
Posting Komentar untuk "Apakah Warna Pakaian Wanita Harus HITAM ?"
Sebelumnya kami ucapkan Jazakumullahu Khairan atas tegur sapa antum semua di web Kabeldakwah.com ini.
==> Komentar Anda akan ditanggapi oleh Admin saat Aktif.