Siapakah yang Dimaksud Ahlul Kitab ?
Pembahasan mengenai
Ahlul-Kitab sangatlah penting karena terdapat beberapa hukum Islam yang terkait
dengan mereka. Allah ta’ala telah memberikan satu kekhususan bagi mereka yang
tidak didapatkan oleh kaum yang lain, seperti: kebolehan menikahi wanita
mereka, kebolehan memakan sembelihan mereka, dan yang lainnya. Oleh karena itu,
di sini akan saya tuliskan beberapa point penting yang terkait dengan mereka.
#Ahlul-Kitab Termasuk
Orang-Orang Kafir
Meskipun Islam memberikan
beberapa kekhususan bagi mereka, namun hal itu tidak menjadikan mereka masuk
dalam lingkaran iman dan Islam. Bara’ah kita kepada mereka tetap berlaku
sebagaimana bara’ah itu juga berlaku kepada orang-orang kafir secara umum. Itu
harus menjadi keyakinan segenap orang yang mengaku Rabb-nya adalah Allah dan
Nabinya adalah Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
Allah ta’ala berfirman:
لَمْ يَكُنِ
الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ مُنْفَكِّينَ حَتَّى
تَأْتِيَهُمُ الْبَيِّنَةُ
“Orang-orang kafir yakni
ahli kitab dan orang-orang musyrik (mengatakan bahwa mereka) tidak akan
meninggalkan (agamanya) sebelum datang kepada mereka bukti yang nyata” (QS. Al-Bayyinah: 1)
مَا يَوَدُّ
الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَلا الْمُشْرِكِينَ أَنْ يُنَزَّلَ
عَلَيْكُمْ مِنْ خَيْرٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَاللَّهُ يَخْتَصُّ بِرَحْمَتِهِ مَنْ
يَشَاءُ وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ
“Orang-orang kafir dari
Ahli Kitab dan orang-orang musyrik tiada menginginkan diturunkannya sesuatu
kebaikan kepadamu dari Tuhanmu. Dan Allah menentukan siapa yang dikehendaki-Nya
(untuk diberi) rahmat-Nya (kenabian); dan Allah mempunyai karunia yang besar” (QS.
Al-Baqarah: 105)
#Yahudi dan Nashrani
Termasuk Ahlul-Kitaab
Tidak ada perbedaan
pendapat bahwa Yahudi dan Nashrani termasuk Ahlul-Kitaab.
Allah ta’ala berfirman:
الَّذِينَ
آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَعْرِفُونَهُ كَمَا يَعْرِفُونَ أَبْنَاءَهُمْ وَإِنَّ
فَرِيقًا مِنْهُمْ لَيَكْتُمُونَ الْحَقَّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
“Orang-orang (Yahudi dan
Nasrani) yang telah Kami beri Al-Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad
seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya sebahagian di
antara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui” (QS.
Al-Baqarah: 146)
Mengomentari ayat di
atas, Ibnu Jariir Ath-Thabariy rahimahullah berkata:
يقول جل ثناؤه:
وإنّ طائفةً من الذين أوتوا الكتاب -وهُمُ اليهود والنصارى. وكان مجاهد يقول: هم
أهل الكتاب.
“Allah yang Maha Agung dan Terpuji berfirman:
‘Dan sesungguhnya golongan yang telah diberikan Al-Kitaab’ – mereka adalah
Yahudi dan Nashrani. Mujaahid berkata: ‘Mereka (Yahudi dan Nashrani) adalah
Ahlul-Kitaab” (Tafsir Ath-Thabariy, 3/188, tahqiq: Ahmad Syaakir; Muassasah
Ar-Risaalah, Cet. 1/1420)
Ibnu Qudaamah rahimahullah berkata:
وأهل الكتاب
الذين هذا حكمهم، هم أهل التوراة والإنجيل. قال الله تعالى: (أَنْ تَقُولُوا
إِنَّمَا أُنْزِلَ الْكِتَابُ عَلَى طَائِفَتَيْنِ مِنْ قَبْلِنَا) فأهل التوراة
اليهود والسامرة، وأهل الإنجيل النصارى، ومن وافقهم في أصل دينهم من الإِفْرِنْج
والأَرْمَن وغيرهم
“Dan yang dimaksud dengan Ahlul-Kitab adalah
ahlut-taurah dan ahlul-injiil. Allah ta’ala berfirman: ‘(Kami turunkan Al
Qur'an itu) agar kamu (tidak) mengatakan: Bahwa kitab itu hanya diturunkan
kepada dua golongan saja sebelum kami’ (QS. Al-An’aam: 156) Maka, ahlut-taurah
adalah Yahudi dan Saamirah, sedangkan ahlul-injiil adalah Nashaara dan yang
berkesesuaian dengan pokok agama mereka, seperti kelompok Ifrij, Arman, dan yang
lainnya” (Al-Mugniy, 9/546, tahqiq: Dr. ‘Abdullah bin ‘Abdul-Muhsin At-Turkiy
& Dr. ‘Abdul-Fattaah bin Muhammad Al-Huluw; Daar ‘Aalamil-Kutub, 3/1417)
#Apakah Majusi Termasuk
Ahlul-Kitaab ?
Para ulama berbeda
pendapat mengenai mereka. Jumhur ulama mengatakan mereka bukan termasuk
Ahlul-Kitaab. Ibnu Qudaamah rahimahullah kembali
berkata:
وليس للمجوس
كتاب، ولا تحل ذبائحهم، ولا نكاح نسائهم. نص عليه أحمد. وهو قول عامة العلماء، إلا
أبا ثور، فإنه أباح ذلك؛ لقول النبي صلى الله عليه وسلم: ((سُنُّوا بِهِمْ سُنَّةَ
أَهْلِ الْكِتَابِ)) ولأنه يُرْوى أن حذيفة تزوج مجوسية. ولأنهم يقرون بالجزية.
فأشبهوا اليهود والنصارى. ولنا، قول الله تعالى: (وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ)
وقوله: (وَلَا تُمْسِكُوا بِعِصَمِ الْكَوَافِرِ) فرخص من ذلك في أهل الكتاب...
“Orang-orang Majusi tidaklah mempunyai Kitaab
(sehingga bisa disebut Ahlul-Kitaab) Tidak halal sembelihan dan wanita mereka.
Hal itu telah dikatakan oleh Ahmad, dan itulah pendapat jumhur ulama – kecuali
Abu Tsaur. Ia (Abu Tsaur) telah membolehkan hal itu berdasarkan sabda Nabi
shallallaahu ‘alaihi wa sallam: ‘Perlakukanlah mereka sebagaimana perlakuan
(aturan) yang diterapkan pada Ahlul-Kitaab’. Juga karena telah
diriwayatkan bahwasannya Hudzaifah pernah menikahi wanita Majusi. Juga karena
telah ditetapkan pungutan jizyah pada mereka dimana hal ini menyerupai Yahudi
dan Nashrani. Adapun kami, (berdalil dengan) firman Allah ta’ala: ‘Janganlah
kalian menikahi wanita-wanita musyrik’ dan juga firman-Nya: ‘Dan janganlah kamu
tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir’. Maka
Allah memberikan keringanan atas hal itu pada wanita Ahlul-Kitaab ….” (Al-Mughniy,
9/547)
Yang raajih dalam hal ini
adalah pendapat jumhur ulama.
Hadits yang dimaksudkan
oleh Abu Tsaur adalah sebagai berikut:
أَنَّ عُمَرَ
بْنَ الْخَطَّابِ ذَكَرَ الْمَجُوسَ فَقَالَ مَا أَدْرِي كَيْفَ أَصْنَعُ فِي
أَمْرِهِمْ فَقَالَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ أَشْهَدُ لَسَمِعْتُ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ سُنُّوا بِهِمْ سُنَّةَ أَهْلِ
الْكِتَابِ
Bahwasannya ‘Umar bin
Al-Khaththaab menyebut-nyebut tentang orang Majusi. Ia berkata: "Aku tidak
tahu apa yang harus aku lakukan terhadap mereka". Lantas ‘Abdurrahmaan bin
‘Auf berkata: "Aku bersaksi bahwa aku mendengar Rasulullah shallallaahu
'alaihi wa sallam bersabda: ‘Perlakukanlah mereka sebagaimana perlakuan
(aturan) yang diterapkan pada Ahlul-Kitaab".
Hadits ini hasan
li-ghairihi.(1) Akan tetapi, yang dimaksudkan di sini adalah khusus perlakuan
dalam pemungutan jizyah – bukan selainnya.
حَدَّثَنَا
عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَنْبَأَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ أَخْبَرَنِي عَمْرُو بْنُ دِينَارٍ
عَنْ بَجَالَةَ التَّمِيمِيِّ قَالَ لَمْ يُرِدْ عُمَرُ أَنْ يَأْخُذَ الْجِزْيَةَ
مِنْ الْمَجُوسِ حَتَّى شَهِدَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ أَنَّ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخَذَهَا مِنْ مَجُوسِ هَجَرَ
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrazzaaq:
Telah memberitakan kepada kami Ibnu Juraij: Telah mengkhabarkan kepadaku ‘Amru
bin Diinaar, dari Bajaalah At-Tamiimiy, ia berkata: “’Umar tidak ingin memungut
jizyah dari orang-orang Majusi, hingga ‘Abdurrahman bin 'Auf bersaksi bahwa
Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam telah memungut jizyah dari
orang-orang Majusi Hajar” (Diriwayatkan oleh Ahmad 1/194; shahih)(2)
Terdapat riwayat mursal shahih bahwa Nabi
shallallaahu ‘alaihi wa sallam memungut jizyah dari orang Majusi Hajar, namun
melarang untuk menikahi wanita mereka dan memakan sembelihan mereka.(3)
Al-Baihaqiy rahimahullah berkata:
هذا مرسل وإجماع
أكثر المسلمين عليه يؤكده ولا يصح ما روى عن حذيفة في نكاح مجوسية.
“Hadits ini mursal, dan ijma’ kebanyakan kaum
muslimin terhadapnya (haramnya memakan sembelihan dan menikahi wanita-wanita
Majusi) menguatkannya. Tidak shahih riwayat pernikahan Hudzaifah dengan wanita
Majusi” (As-Sunan Al-Kubraa, 9/192)
Ini menunjukkan
orang-orang Majusi bukan termasuk golongan Ahlul-Kitaab.
Perhatikan pula riwayat berikut:
حَدَّثَنَا
أَحْمَدُ بْنُ سِنَانٍ الْوَاسِطِيُّ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بِلَالٍ عَنْ
عِمْرَانَ الْقَطَّانِ عَنْ أَبِي جَمْرَةَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ إِنَّ
أَهْلَ فَارِسَ لَمَّا مَاتَ نَبِيُّهُمْ كَتَبَ لَهُمْ إِبْلِيسُ الْمَجُوسِيَّةَ
Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin
Sinaan Al-Waasithiy: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Bilaal, dari
‘Imraan Al-Qaththaan, dari Abu Jamrah, dari Ibnu ‘Abbaas, ia berkata:
“Sesungguhnya penduduk Persia ketika nabi mereka wafat, maka Iblis menuliskan
untuk mereka agama Majusi” (Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 3042; dihasankan
oleh Al-Albaaniy)(4)
Atsar Ibnu ‘Abbaas di atas menunjukkan bahwa
agama Majusiy bukan agama samawiy yang turun melalui perantara seorang Nabi dan
Rasul.
Mengenai pernikahan Hudzaifah dengan wanita
Majusiy, Ibnu Qudaamah berkata:
ولم يثبت أن
حذيفة تزوج مجوسية، وضعف أحمد رواية من روى عن حذيفة أنه تزوج مجوسية. وقال: أبو
وائل يقول: تزوج يهودية. وهو أوثق ممن روى عنه أنه تزوج مجوسية. وقال ابن سيرين:
كانت امرأة حذيفة نصرانية. ومع تعارض الروايات لا يثبت حكم إحداهن إلا بترجيح، على
أنه لو يثبت ذلك عن حذيفة، فلا يجوز الاحتجاج به مع مخالفته الكتاب وقول سائر
العلماء.
“Tidak shahih riwayat Hudzaifah menikahi
wanita Majusi. Ahmad telah mendla’ifkan riwayat dari Hudzaifah bahwasannya ia menikahi
wanita Majusi. Ia (Ahmad) berkata: Abu Waail berkata: ‘(Hudzaifah) menikahi
wanita Yahudi’. Riwayat ini lebih shahih dari orang yang meriwayatkan darinya
menikahi wanita Majusi’. Ibnu Siiriin berkata: ‘Istri Hudzaifah adalah seorang
wanita Nashrani’. Dengan adanya pertentangan beberapa riwayat hal ini, maka
tidak sah hukum salah satu di antaranya kecuali dengan jalan tarjih. Seandainya
saja pernikahan dengan wanita Majusi itu shahih dari Hudzaifah, tetap tidak
boleh berhujjah dengan karena menyelisihi Al-Qur’an dan perkataan seluruh
ulama” (Al-Mughniy, 9/548)
Telah lewat perkataan Al-Baihaqiy atas
kelemahan riwayat pernikahan Hudzaifah dengan wanita Majusi. Adapun riwayat
pernikahannya dengan wanita Yahudi, maka ini shahih.
حدثنا عبد الله
بن إدريس عن الصلت بن بهرام عن شقيق قال: تزوج حذيفة يهودية فكتب إليه عمر أن خل
سبيلها ، فكتب إليه: إن كانت حراما خليت سبيلها ، فكتب إليه: إني لا أزعم أنها
حرام ولكني أخاف أن يعاطوا المومسات منهن
.
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin
Idriis, dari Ash-Shalt bin Bahraam, dari Syaqiiq, ia berkata: Hudzaifah pernah
menikahi wanita Yahudi. (Mengetahui hal tersebut), ‘Umar menuliskan surat
kepadanya agar ia menceraikannya. Hudzaifah membalas suratnya dengan berkata:
‘Apabila hal itu diharamkan, aku pasti akan menceraikannya’. ‘Umar kembali
membalasnya: ‘Sesungguhnya aku tidak mengatakan hal itu diharamkan. Akan tetapi
aku khawatir engkau akan wanita pelacur di antara mereka’ (Diriwayatkan oleh
Ibnu Abi Syaibah, 9/85 no. 16417; sanadnya shahih)(5)
#Apakah Shaabi’uun Termasuk Ahlul-Kitaab ?
Para ulama pun berbeda
pendapat mengenai mereka. Ibnu
Qudaamah rahimahullaah berkata:
وأما الصابئون،
فاختلف فيهم السلف كثيرا، فَرُوِيَ عن أحمد أنهم جنس من النصارى، ونص عليه
الشافعي، وعلق القول فيهم موضع آخر. وعن أحمد أنه قال: بلغني أنهم يسبتون، فهؤلاء
إذا يشبهون اليهود. الصحيح فيهم أنهم إن كانوا يوافقون النصارى أو اليهود في أصل
دينهم، ويخالفون في فروعه، فهم ممن وافقوه، وإن خالفوهم في أصل الدين، فليس هم
منهم. والله أعلم.
“Adapun golongan Shaabi’uun, salaf banyak
berselisih pendapat tentangnya. Diriwayatkan dari Ahmad bahwasannya mereka
termasuk golongan Nashara. Hal itu tegaskan oleh Asy-Syaafi’iy, dan ia memberikan
komentar tentang mereka di tempat yang lain. Dari Ahmad bahwasannya ia berkata:
‘Telah sampai kepadaku mereka merayakan hari Sabtu. Jika demikian, maka mereka
serupa dengan orang-orang Yahudi’. Yang benar, jika mereka berkesesuaian dengan
Nashrani atau Yahudi dalam pokok (ushul) agama mereka namun menyelisihi dalam
cabang (furu’), maka mereka termasuk golongan yang berkesesuaian dengannya
(Yahudi atau Nashrani) Akan tetapi jika mereka menyelisihi Yahudi dan Nashrani
dalam pokok agama mereka, maka bukan termasuk mereka, wallaahu a’lam” (Al-Mughniy,
9/547)
As-Suddiy menguatkan
mereka termasuk Ahlul-Kitaab (Tafsir Ath-Thabariy, 2/147) Namun Mujaahid,
Al-Hasan, Abu Najiih, dan Ibnu Zaid berpendapat mereka bukan termasuk Yahudi,
Nashrani, ataupun Ahlul-Kitaab. (idem, 2/146) Pendapat terakhir inilah yang
lebih kuat, sebab tidak ada nash yang shahih dan sharih menyatakan mereka
termasuk golongan yang diberikan Al-Kitab. Wallaahu
a’lam.
Al-Albaaniy berkata:
لا نعلم أهل
الكتاب إلا اليهود والنصارى
“Kami tidak mengetahui tentang Ahlul-Kitaab
kecuali Yahudi dan Nashrani” (Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Muyassarah oleh
Husain bin ‘Audah, 5/108; Al-Maktabah Al-Islaamiyyah, Cet. 1/1425)
Pendapat ini sangat kuat
karena sejalan dengan firman Allah ta’ala:
وَهَذَا كِتَابٌ
أَنْزَلْنَاهُ مُبَارَكٌ فَاتَّبِعُوهُ وَاتَّقُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ * أَنْ
تَقُولُوا إِنَّمَا أُنْزِلَ الْكِتَابُ عَلَى طَائِفَتَيْنِ مِنْ قَبْلِنَا
وَإِنْ كُنَّا عَنْ دِرَاسَتِهِمْ لَغَافِلِينَ
“Dan Al-Qur'an itu adalah kitab yang Kami
turunkan yang diberkati, maka ikutilah dia dan bertakwalah agar kamu diberi
rahmat, (Kami turunkan Al Qur'an itu) agar kamu (tidak) mengatakan: ‘Bahwa
kitab itu hanya diturunkan kepada dua golongan saja sebelum kami, dan
sesungguhnya kami tidak memperhatikan apa yang mereka baca" (QS. Al-An’aam: 155-156)
#Hindu, Budha, Konghucu,
dan yang Lainnya Termasuk Ahlul-Kitaab ?
Agama-agama tersebut
merupakan agama buatan manusia yang Allah ta’ala tidak pernah memberikan
keterangan tentangnya. Allah ta’ala tidak pernah memberikan Kitab kepada
mereka. Bahkan, mereka menyembah berhala dengan terang-terangan. Seandainya
mereka termasuk Ahlul-Kitaab, niscaya Allah dan Rasul-Nya shallallaahu ‘alaihi
wa sallam telah menurunkan keterangan tentangnya.
Pendapat yang menyatakan
mereka termasuk Ahlul-Kitaab adalah pendapat yang baathil.
Wallaahu a’lam
bish-shawwaab.
Footnote:
(1) Diriwayatkan oleh
Maalik 2/669-670 no. 669, Asy-Syaafi’iy dalam Al-Musnad no. 1773, Al-Baghawiy
dalam Syarhus-Sunnah 11/169 no. 2751, ‘Abdurazzaaq no. 10025, Abu Ya’laa no.
862, Al-Baihaqiy 9/189-190, dan Ibnu ‘Asaakir dalam At-Taariikh 54/269; dari
jalan Ja’far bin Muhammad, dari ayahnya, dari ‘Umar bin Al-Khaththaab. Sanad
hadits ini munqathi’ karena Muhammad bin ‘Aliy tidak pernah bertemu ‘Umar dan
juga ‘Abdurrahman bin ‘Auf (lihat: At-Tamhiid, 2/114)
Diriwayatkan juga oleh
Al-Bazzaar dalam Al-Musnad 3/264-265 no. 1056 dari jalan ‘Amru bin ‘Aliy, ia
berkata: Telah memberitakan kepada kami Abu ‘Aliy Al-Hanafiy, ia berkata: Telah
mengkhabarkan kepada kami Maalik bin Anas, dari Ja’far bin Muhammad bin ‘Aliy,
dari ayahnya, dari kakeknya, dari ‘Umar. Abu ‘Aliy Al-Hanafiy ini adalah:
‘Ubaidullah bin ‘Abdil-Majiid Al-Hanafiy, seorang yang tsiqah. Sanad hadits ini
ma’lul. Ad-Daaruquthniy berkata: “Diriwayatkan oleh Maalik; dari riwayat Abu
‘Aliy ‘Ubaidullah bin ‘Abdil-Majiid Al-Hanafiy darinya (Maalik bin Anas), dari
Ja’far bin Muhammad, dari ayahnya, dari kakeknya ‘Aliy bin Al-Husain. Ia telah
diselisihi jama’ah ashhaabu Maalik dimana mereka tidak menyebutkan (dalam
rantai sanadnya): ‘dari kakeknya’. Begitu juga yang diriwayatkan oleh
Ats-Tsauriy, Sulaimaan bin Bilaal, ‘Abdullah bin Idriis, Hafsh bin Ghiyaats,
Anas bin ‘Iyaadl, dan Abu ‘Aashim An-Nabiil; dari Ja’far bin Muhammad - Abu
‘Aashim tidak mendengar dari Ja’far bin Muhammad selain hadits tersebut.
Diriwayatkan juga oleh ‘Abdul-Wahhaab Ats-Tsaqafiy, Al-Qaasim bin Ma’n, Ibnu
Juraij, ‘Aliy Ghiraab, dan yang lainnya; dari Ja’far, dari ayahnya secara
mursal dari ‘Abdurrahmaan bin ‘Auf tanpa menyebutkan dalam sanadnya ‘Aliy bin
Al-Husain. Inilah yang benar” (Al-‘Ilal, 4/299, tahqiq: Dr. Mahfudhur-Rahmaan
As-Salafiy; Daaruth-Thayyibah, Cet. 1/1406) Selain itu, ‘Aliy bin Al-Husain
juga tidak pernah mendengar dari ‘Umar dan ‘Abdurahman bin ‘Auf radliyallaahu
‘anhumaa sebagaimana dikatakan Ibnu ‘Abdil-Barr dan Ibnu Hajar.
Hadits ini mempunyai
syaahid. Diriwayatkan oleh Ath-Thabaraaniy dalam Al-Ausath (3/375 no. 3442), ia
berkata: Telah menceritakan kepada kami Al-Hasan bin Sahl: Telah mengkhabarkan
kepada kami Ibraahiim Al-Hajjaaj: Telah menceritakan kepada kami Abu Rajaa’,
dari Al-A’masy, dari Zaid bin Wahb: Bahwasannya ‘Umar pernah bertanya tentang
status orang-orang Majusi. Lalu ‘Abdurrahmaan bin ‘Auf berkata: Aku bersaksi
bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
المجوس طائفة من
أهل الكتاب، فاحملواهم على ما تحملون عليه أهل الكتاب
“Majusi adalah golongan
dari Ahlul-Kitaab. Maka perlakukanlah/bebanilah mereka apa yang kalian
perlakukan dengannya pada Ahlul-Kitaab (yaitu dalam penarikan jizyah)”.
Al-Hasan bin Sahl
mempunyai mutaba’ah dari Ibnu Abi ‘Aashim dan Al-Hasan bin ‘Abdil-‘Aziiz
Al-Mujawwin: Telah menceritakan kepada kami Ibraahiim bin Al-Hajjaaj;
selanjutnya seperti sanad di atas (lihat: Lisaanul-Miizaan, 3/487 dan
Ma’rifatush-Shahaabah oleh Abu Nu’aim hal. 128 no. 497)
Sanad hadits ini dla’iif.
Abu Rajaa’ adalah Rauh
bin Al-Musayyib At-Tamiimiy. Ibnu Ma’iin berkata: “Shuwailih”. Abu Haatim berkata:
“Shaalih, tidak kuat” (Al-Jarh wat-Ta’diil, 3/496 no. 2247) Al-‘Ijliy berkata:
“Orang Bashrah yang tsiqah”. Abu Daawud berkata: “Tidak mengapa dengannya” (Al-Jaami’
fil-Jarh wat-Ta’diil, 1/251 no. 1282) Ibnu Syaahiin memasukkannya dalam Ats-Tsiqaat
(hal. 129 no. 350) Ibnu Hibbaan berkata: “Meriwayatkan dari orang-orang tsiqah
hadits palsu, membolak-balikkan sanad, memarfu’kan sanad mauquf,… tidak halal
riwayat yang berasal darinya” (Al-Majruuhiin, 1/370 no. 342) Ibnu ‘Adiy berkata:
“Meriwayatkan dari Tsaabit dan Yaziid Ar-Raqqaasiy hadits-hadits yang tidak
mahfuudh” (Al-Kaamil, 4/58 no. 664) Al-Bazzaar berkata: “Tsiqah” (Lisaanul-Miizaan,
3/486-487 no. 3175) Ibnul-Jauziy memasukkannya dalam jajaran perawi dla’iif (Adl-Dlu’afaa’
wal-Matruukuun, 1/289 no. 1251) Begitu juga dengan Adz-Dzahabiy (Al-Mughniy
1/358 no. 2149 dan Ad-Diiwaan hal. 140 no. 1436) Kesimpulannya: Ia seorang yang
tidak kuat haditsnya, terutama jika bersendirian dalam periwayatan. Wallaahu
a’lam.
Selain itu, Al-A’masy telah
membawakan dengan ‘an’anah sedangkan ia seorang mudallis.
Catatan: Lafadh: ‘Majusi
adalah golongan dari Ahlul-Kitaab’ bukan termasuk lafadh yang dikuatkan oleh
hadits sebelumnya, sehingga hukumnya tetap dla’iif.
(2) Riwayat Bajaalah
At-Tamiimiy dari ‘Umar bin Al-Khaththaab melalui perantaraan surat ‘Umar yang
datang kepadanya saat ia (Bajaalah) menjabat sekretaris Jaza’ bin Mu’aawiyyah.
(3) Diriwayatkan oleh
Ibnu Abi Syaibah, ia berkata:
حدثنا وكيع عن
سفيان عن قيس بن مسلم عن الحسن بن محمد أن النبي صلى الله عليه وسلم كتب إلى مجوس
أهل هجر يعرض عليهم الاسلام فمن أسلم قبل منه ومن لم يسلم ضرب عليه الجزية غير
ناكحي نسائهم ولا آكلي ذبائحهم
Telah menceritakan kepada kami Wakii’, dari
Sufyaan, dari Qais bin Muslim, dari Al-Hasan bin Muhammad: Bahwasannya Nabi
shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah menulis kepada orang-orang Majusi Hajar
menawarkan pada mereka Islam. Barangsiapa yang masuk Islam, maka diterima. Dan
barangsiapa yang tidak mau, maka dikenakan kewajiban membayar jizyah, kecuali
jangan menikahi wanita-wanita mereka dan memakan sembelihan-sembelihan mereka” (Al-Mushannaf,
9/118-119 no. 16581 – tahqiq: Muhammad ‘Awwaamah)
Diriwayatkan juga oleh ‘Abdurrazzaaq no.
10028, Abu ‘Ubaid dalam Al-Amwaal no. 76, Al-Haarits bin Abi Usaamah dalam Zawaaid-nya
no. 675, dan Al-Baihaqiy 9/284-285; semuanya dari jalan Sufyaan Ats-Tsauriy,
dari Qais bin Muslim, selanjutnya seperti hadits di atas.
Para perawinya adalah tsiqaat, akan tetapi
Al-Hasan bin Muhammad bin ‘Aliy bin Abi Thaalib tidak pernah bertemu dengan
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, sehingga mursal.
(4) Ahmad bin Sinaan Al-Waasithiy adalah
seorang yang tsiqah lagi haafidh.
Muhammad bin Bilaal
Al-Kindiy, ia diperselisihkan para ulama. Abu Daawud berkata: “Tidaklah aku
mendengar (tentangnya) kecuali kebaikan”. Ibnu Hibbaan memasukkannya dalam
Ats-Tsiqaat. Ibnu ‘Adiy berkata: “Haditsnya tidak banyak, aku mengharap tidak
mengapa dengannya”. Al-‘Uqailiy berkata: “Orang Bashrah, banyak keliru dalam
haditsnya”. Adz-Dzahabiy mengomentarinya: “Shaduuq, keliru dalam hadits
sebagaimana lumrahnya orang-orang berbuat keliru”. Kesimpulan yang benar atas
dirinya adalah shaduuq hasanul-hadiits.
‘Imraan bin Daawar
Al-‘Ammiy, ia diperselisihkan para ulama. ‘Abdurrahman bin Mahdiy meriwayatkan
darinya dimana ini sama dengan pentautsiqan darinya. Yahyaa Al-Qaththaan
memujinya. Ahmad berkata: “Aku berharap ia seorang yang shaalihul-hadiits”. Di
riwayat lain: “Laisa bi-dzaaka”. Di riwayat lain: “Syaikh”. Ad-Daaruquthniy
berkata: “Banyak kekeliruan dan penyelisihan”. Ibnu Ma’iin berkata: “Tidak
kuat”. Al-Aajurriy berkata: “Yahyaa bin Sa’iid tidak meriwayatkan darinya, ia
tidak ada apa-apanya”. Abu Daawud berkata: “Aku tidak mendengar (tentangnya)
kecuali kebaikan”. Di riwayat lain ia berkata: “Lemah. Ia telah berfatwa di
jaman Ibraahiim bin ‘Abdillah bin Hasan dengan satu fatwa yang keras yang
padanya terdapat penumpahan darah”. An-Nasaa’iy berkata: “Dla’iif”. Di riwayat
lain: “Tidak kuat”. Ibnu ‘Adiy berkata: “Ia termasuk orang yang ditulis
haditsnya”. Al-Bukhaariy berkata: “Shaduuq yahimu”. Ia (Al-Bukhaariy)
meriwayatkan haditsnya secara mu’allaq dalam Shahih-nya. Al-‘Ijliy berkata:
“Orang Bashrah, tsiqah”. As-Saajiy berkata: “Shaduuq”. ‘Affaan telah
mentsiqahkannya. Al-Haakim berkata: “Shaduuq”. Ibnu Hajar berkata: “Shaduuq
yahimu”. Al-Haitsamiy berkata: “Telah ditsiqahkan”. Al-Albaaniy berkata:
“Terdapat sedikit perbincangan padanya, dan haditsnya tidak turun dari
tingkatan hasan”. Sebagian ulama menuduh ‘Imraan mempunyai pemikiran yang
condong pada Khawarij, namun sebagian yang lain menolaknya (seperti Ibnu Hajar)
Abu Jamrah adalah Nashr
bin ‘Imraan bin ‘Ishaam; seorang yang tsiqah lagi tsabt.
(5) ‘Abdullah bin Idriis
bin Yaziid bin ‘Abdirrahman Al-Aswad, seorang yang tsiqah, faqiih, lagi ahli
ibadah.
Shalt bin Bahraam
Al-Kuufiy At-Taimiy, seorang yang tsiqah. Al-Bukhaariy berkata: “Ia mendengar
riwayat dari Abu Waail (Syaqiiq), shaduuq fil-hadiits”. Abu Zur’ah
menyebutkannya dalam Asaamiyyudl-Dlu’afaa’. Abu Daawud berkata: “Tsiqah”.
Ad-Daaruquthniy berkata: “Tidak mengapa dengannya”. Ibnu Hibbaan berkata:
“Orang Kufah, kuat haditsnya (‘aziizul-hadiits)”. Ibnu ‘Uyainah berkata: “Orang
yang paling jujur dari penduduk Kuffah”. Ahmad bin Hanbal berkata: “Orang
Kuffah, tsiqah”. Yahyaa bin Ma’iin berkata: “Tsiqah”. Abu Haatim berkata:
“Shaduuq, ia tidak mempunyai ‘aib, kecuali pemahaman irjaa’” (Al-Jarh
wat-Ta’diil, 4/438-439 no. 1920, Al-Jaami’ fil-Jarh wat-Ta’diil 1/400 no. 1904,
dan Ats-Tsiqaat 6/no. 8637)
Syaqiiq bin Salamah
Al-Asadiy, Abu Waail; seorang yang tsiqah.
Oleh: Abul Jauzaa’ Doni Arif Wibowo
Posting Komentar untuk "Siapakah yang Dimaksud Ahlul Kitab ?"
Sebelumnya kami ucapkan Jazakumullahu Khairan atas tegur sapa antum semua di web Kabeldakwah.com ini.
==> Komentar Anda akan ditanggapi oleh Admin saat Aktif.