Wanita yang Sementara Waktu Haram di Nikahi (Al-Muharramât Tahrîman Mu-aqqatan)
Wanita yang sementara
haram di nikahi yaitu:
1. Menghimpun dua wanita
yang bersaudara.
Maksudnya menikahi dua
wanita yang dilahirkan oleh seorang ibu, atau kakak-beradik.
Berdasarkan firman Allah:
... وأن
تجمعوا بين الأختين إلا ما قد سلف ....
“... Dan (diharamkan) mengumpulkan (dalam
pernikahan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa
lampau...” (QS. An-Nisâ' (4): 23)
2. Menghimpun antara
wanita dan bibi dari pihak ayah atau bibi dari pihak ibu.
Berdasarkan riwayat dari
Abu Hurairah, bahwasanya Nabi bersabda:
)لا
يجمع بين المرأة وعمتها ولا بين المرأة وخالتها(
“Tidak boleh dikumpulkan
antara wanita dengan 'ammah (bibinya dari pihak ayah), tidak juga antara wanita
dengan khallah (bibinya dari pihak ibu).” (1)
3. Istri orang lain dan
wanita yang masih dalam iddah.
Iddah yaitu masa menunggu
seorang wanita setelah cerai atau ditinggal mati suaminya untuk boleh menikah
lagi.
Allah berfirman:
والمحصنت من
النساء إلا ما ملكت أيمنكم
"Dan (diharamkan juga kamu mengawini)
wanita yang bersuami kecuali budak-budak yang kamu miliki ..." (QS.
An-Nisa' (4): 24)
Maksudnya, diharamkan
bagi kalian menikahi wanita yang masih menjadi istri orang lain. Terkecuali
tawanan wanita yang memang dihalalkan karena statusnya tersebut, namun ia
dibolehkan setelah istibra' (meyakini kosongnya rahim, yaitu dengan satu kali
haidh) meski masih mempunyai suami.
Ketentuan itu sebagaimana
hadits riwayat Abu Sa'id, dia berkata: "Suatu ketika Rasulullah mengutus
suatu pasukan ke wilayah Authas. Kemudian pasukan ini bertemu musuh, memerangi
mereka hingga menang dan mendapat beberapa tawanan wanita.
Akan tetapi, beberapa
Sahabat enggan menggauli tawanan wanita itu dikarenakan mereka masih mempunyai
suami dari kalangan musyrikin. Maka Allah
berfirman:
والمحصنت من
النساء إلا ما ملكت أيمنكم
Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita
yang bersuami kecuali budak-budak yang kamu miliki....' (QS. An-Nisâ' (4): 24)
Maksudnya, budak atau sahaya itu halal bagi kalian apabila masa iddahnya telah
selesai." (2)
4. Istri yang telah
ditalak tiga kali.
Wanita yang telah ditalak
tiga kali tidak halal bagi suami yang pertama sampai menikah dengan laki-laki
lain dengan pernikahan yang sah. Allah
& berfirman:
فَاِنۡ
طَلَّقَهَا فَلَا تَحِلُّ لَهٗ
مِنۡۢ بَعۡدُ حَتّٰى تَنۡكِحَ زَوۡجًا غَيۡرَهٗ ؕ
فَاِنۡ طَلَّقَهَا فَلَا جُنَاحَ عَلَيۡهِمَآ اَنۡ يَّتَرَاجَعَآ اِنۡ ظَنَّآ اَنۡ
يُّقِيۡمَا حُدُوۡدَ اللّٰهِؕ
وَتِلۡكَ حُدُوۡدُ اللّٰهِ يُبَيِّنُهَا لِقَوۡمٍ يَّعۡلَمُوۡنَ
"Kemudian jika ia menceraikannya (setelah
talak yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya sebelum ia
menikah dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu
menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (suami pertama dan bekas
istri) untuk menikah kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan
hukum-hukum Allah. Itulah ketentuan-ketentuan Allah yang diterangkan-Nya kepada orang-orang
yang berpengetahuan." (QS.
Al-Baqarah (2): 230)
5. Wanita pezina hingga
bertaubat dan rahimnya bersih.
Hal ini dapat diketahui
dengan satu kali siklus haidhnya. Allah
berfirman:
اَلزَّانِىۡ لَا
يَنۡكِحُ اِلَّا زَانِيَةً اَوۡ مُشۡرِكَةً وَّ الزَّانِيَةُ لَا يَنۡكِحُهَاۤ
اِلَّا زَانٍ اَوۡ مُشۡرِكٌ ۚ وَحُرِّمَ ذٰ لِكَ عَلَى الۡمُؤۡمِنِيۡنَ
"Laki-laki yang berzina tidak menikahi
melainkan perempuan yang berzina atau perempuan yang musyrik; dan perempuan
yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau
laki-laki musyrik dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang
mukmin." (QS. An-Nûr (24): 3)
Seorang laki-laki muslim tidak boleh menikahi
seorang wanita pezina kecuali dengan dua syarat:
Pertama, bertaubat.
Karena dengan taubat ini hilanglah darinya sifat yang menjadikan dia haram
dinikahi seperti yang ditegaskan dalam ayat tersebut. Rasulullah bersabda:
"Orang yang bertaubat
dari dosa seolah-olah dia tidak berdosa.” (3)
التائب من الذنب
كمن لا ذنب له
Kedua, suci dengan sekali
mengalami haidh. Syarat ini didasarkan pada sabda Nabi tentang wanita-wanita
yang berstatus tawanan:
لا توطأ حامل
حتى تضع ولا غير ذات حمل حتى تحيض حيضة
"Janganlah
disetubuhi wanita yang sedang hamil hingga dia melahirkan, dan jangan pula
disetubuhi wanita yang tidak hamil hingga haidh dengan sekali haidh." (4)
Beliau mensyaratkan
kesucian seorang budak atau tawanan wanita dengan sekali haidh untuk memastikan
rahimnya bersih sebelum dibolehkan menyetubuhinya. Demikian juga syarat yang
berlaku tatkala hendak menikahi wanita pezina, dan inilah pendapat yang benar. Wallâhu a'lam.
6. Wanita yang sedang
ihram hingga tahallul.
Rasulullah shollallahu ’alaihi wa sallam bersabda:
لا ينكح المحرم
ولا ينكح ولا يخطب
"Orang yang sedang
ihram tidak boleh menikah, tidak boleh dinikahi, dan tidak boleh melamar."(5)
Footnote:
(1) Hadits shahih: HR. Al-Bukhari (no. 5109),
Muslim (no. 1408), an-Nasai (VI/96), dan Ahmad (II/462, 465, 529) dari Abu
Hurairah. Lihat Irwâ-ul Ghalîl (no. 1882).
(2) Hadits shahih: HR. Muslim (no. 1456), Abu
Dawud (no. 2154), at-Tirmidzi (no. 1132), dan an-Nasai (VI/110).
(3) Hadits hasan: HR. Ibnu Majah (no. 4250).
Lihat kitab Shahih al-Jami'ish Shaghîr (no. 3008).
(4) Hadits shahih: HR. Ahmad (III/62) dan Abu
Dawud (no. 2157).
(5) Hadits Shahih: HR. Muslim (no. 1409 (41)),
Abu Dawud (no. 1841), At Tirmidzi (no. 840), dan An Nasaa’I (7/192) dari Utsman
bin ‘Affan.
(Sumber: Panduan Keluarga Sakinah, Ust. Yazid
bin Abdul Qadir Jawas)
Posting Komentar untuk "Wanita yang Sementara Waktu Haram di Nikahi (Al-Muharramât Tahrîman Mu-aqqatan)"
Sebelumnya kami ucapkan Jazakumullahu Khairan atas tegur sapa antum semua di web Kabeldakwah.com ini.
==> Komentar Anda akan ditanggapi oleh Admin saat Aktif.