Antara Hadits Nabi & Madzhab
Syeikhuna Sami bin Muhammad
Ash-Shuqayyir sering mengingatkan kami bahwa "Belajar kitab fiqih madzhab
hanyalah sarana, adapun intinya adalah memahami dan mengamalkan dalil, karena
kelak kita ditanya tentang dalil bukan pendapat atau madzhab".
Setiap ulama madzhab pasti berupaya
mengikuti dalil, tidak ada seorangpun yang menyengaja menyelisihi dalil. Namun,
para ulama juga manusia biasa yang tidak ma'shum, bisa saja mereka tergelincir,
terkadang belum sampai kepada mereka dalilnya atau menganggapnya tidak shahih,
atau udzur-udzur lainnya, sebagaimana disebutkan secara rinci oleh Syeikhul
Islam Ibnu Taimiyyah dalam Raf'ul Malam 'An Aimmatil A'lam.
Oleh karenanya, jika memang ada
pendapat mereka yang jelas bertentangan dengan dalil, maka yang kita dahulukan
adalah dalil, dengan tetap menghormati para ulama tersebut. Inilah
wasiat-wasiat ulama madzhab kepada kita. (Lihat ucapan mereka dalam Muqoddimah
Sifat Shalat Nabi karya Syeikh Al Albani)
Al-Hafizh Ibnu Qayyim berkata:
"Sesungguhnya kami mencintai
para ulama kaum muslimin dan memilih dari pendapat mereka yang sesuai dengan
Al-Qur'an dan Sunnah, kita menimbang pendapat mereka dengan kedua timbangan
tersebut, kita tidak menimbangnya dengan ucapan seorangpun, siapapun dia. Kita
tidak menjadikan seorang selain Allah dan rasulNya yang terkadang benar dan
terkadang salah untuk kita ikuti setiap pendapatnya dan melarang orang lain
untuk menyelisihinya. Demikianlah wasiat para imam Islam kepada kita, maka
hendaknya kita mengikuti jejak dan petunjuk mereka". (Al-Furusiyyah, hal.
343)
Jangan sampai kita demi membela
madzhab atau pendapat ulama, justru kita malah meninggalkan hadits Nabi.
Al-Hafizh Ibnu Qayyim al-Jauziyyah mengatakan sebuah ucapan yang perlu dicatat
dengan tinta emas (!) sebagai berikut:
أَمَّا أَنْ نُقَعِّدَ قَاعِدَةً
وَنَقُوْلُ : هَذَا هُوَ الأَصْلُ ثُمَّ نَرُدُّ السُّنَّةَ لِأَجْلِ تِلْكَ الْقَاعِدَةِ,
فَلَعَمْرُ اللهِ لَهَدْمُ أَلْفِ قَاعِدَةٍ لَمْ يُؤَصِّلْهَا اللهُ وَرَسُوْلُهُ
أَفْرَضُ عَلَيْنَا مِنْ رَدِّ حَدِيْثٍ وَاحِدٍ!
“Adapun apabila kita membuat suatu kaidah
lalu kita katakan: Inilah patokannya kemudian kita menolak sunnah Nabi apabila
bertentangan dengan kaidah tersebut. Sungguh, kita menolak seribu kaidah yang
tidak diajarkan oleh Allah dan rasulNya lebih harus kita dahulukan daripada
menolak satu hadits!. (I'lam Muwaqqiin 4/172)
Ciri khas Ahli Sunnah wal Jama'ah
adalah mengangungkan hadits Nabi di atas pendapat dan madzhab. Berbeda dengan
Ahli bid'ah atau para Muta'ashibatul Madzahib (fanatik madzhab) mereka menolak
hadits demi membela dan mendahulukan madzhabnya.
Al-Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah رحمه
الله
berkata:
“Ahlussunnah meninggalkan ucapan
manusia karena dalil. Adapun ahli bid‘ah meninggalkan dalil karena ucapan
manusia.” (Ash Showa'iqul Mursalah, 4/1603)
Oleh karenanya, dalam masalah ini, kita
bisa bagi manusia terbagi menjadi tiga golongan:
1. Golongan yang anti madzhab,
mengharamkan seorang bermadzhab dan mengharamkan kitab-kitab madzhab,
menganggap semua itu bid'ah. Ini adalah kejahilan dan kesalahan fatal serta
kurang adab kepada para ulama dan tidak menghargai jerih payah mereka dalam
memudahkan ilmu. As Saffarini mengkiritik tajam golongan ini dalam risalahnya
"Jawabul Al Allamah As Saffarini Ala Man Za'ama Annal Amal Ghoiru Jaiz Bi
Kutubil Fiqhi Liannahaa Muhdatsah".
2. Golongan yang berlebih-lebihan
terhadap madzhab, mewajibkan bermadzhab, fanatik terhadap madzhab walau jelas
menyelisihi dalil. Ini juga kesalahan, karena kewajiban kita adalah mengikuti
dalil, tidak ada dalil yang mewajibkan kita bermadzhab dengan salah satu
madzhab. (Lihat Bid'ah Ta'ashubil Madzhabi karya Syeikh Muhammad I'ed Abbasi)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata
dalam Minhaj Sunnah (3/412): "Tidak ada seorangpun dari kalangan ahli
sunnah yang mengatakan: kesepakatan imam empat adalah hujjah yang mashum, Kebenaran
hanya pada imam empat saja atau Siapa yang tidak mengikutinya berarti salah.
Bahkan, apabila ada seorang yang di luar penganut madzhab empat -seperti Sufyan
Tsauri, Al-Auzai, Laits bin Saad dan ulama lainnya- suatu perkataan yang
bertentangan dengan pendapat madzhab empat, maka harus ditimbang dengan
Al-Quran dan sunnah. Pendapat yang sesuai dengan Al-Qur’an dan sunnah, itulah
yang lebih kuat”.
3. Golongan pertengahan. Mereka
menjadikan madzhab dan kitab fikih madzhab sebagai tangga memahami ilmu secara
bertahap, mereka juga mempelajari dan mengambil manfaat dari kitab-kitab
madzhab, namun mereka tidak fanatik terhadap madzhab. Jika memang pendapat
madzhabnya jelas menyelisihi dalil, mereka lebih mendahulukan dalil walaupun
menyelisihi madzhab. Walau mereka menisbatkan diri kepada salah satu madzhab
namun mereka tidak fanatik madzhab dan tidak mewajibkan manusia untuk
bermadzhab. Dan jika ada perbedaan pendapat diantara madzhab, mereka berusaha
mencari pendapat yang lebih kuat dalilnya dengan tetap menghormati pendapat
lainnya.
Inilah wasiat para ulama madzhab dan
inilah metode para ulama pakar semisal Syeikh Al Albani, Ibnu Baz, Ibnu
Utsaimin dan lain sebagainya.
Inilah jalan yang lurus dan benar
dalam beragama di tengah persimpangan jalan. Semoga Allah memasukkan kita dalam
golongan ini.
Semoga Allah menganugerahkan kepada
kita ilmu yang bermanfaat dan mengamalkannya.
Abu Ubaidah Yusuf As Sidawi
Posting Komentar untuk "Antara Hadits Nabi & Madzhab"
Sebelumnya kami ucapkan Jazakumullahu Khairan atas tegur sapa antum semua di web Kabeldakwah.com ini.
==> Komentar Anda akan ditanggapi oleh Admin saat Aktif.