Lihat Kapasitas Dirimu Terlebih Dahulu
(Muqaddimah Syaikh Ibrahim bin 'Amir
Ar-Ruhaili -hafizhahullaah- (Bagian Kedua))
(1) Masing-masing penuntut ilmu harus
melihat, apa peranannya pada zaman ini untuk menjaga umat dari berbagai fitnah
(kejelekan)?
(Sebagai gambaran): kita lihat
sebagian dokter: Jika datang kepadanya orang sakit mengeluhkan penyakitnya,
yang penyakit terebut bukan bidang dari sang dokter; maka dokter tersebut akan
berkata: "Pergilah ke dokter lain, karena bidang saya adalah penyakit
mata, sedangkan penyakit anda adalah penyakit telinga." Dan yang
semisalnya. Inilah yang dilakukan oleh para dokter yang jujur dan cerdik.
Maka para da'i pun harus demikian.
Tidak mungkin masing-masing kita bisa melakukan perbaikan sebelum mengenal
dirinya sendiri.
(2) Karena sungguh, di antara sebab
terjadinya fitnah (ujian) pada zaman sekarang adalah: adanya berbagai ujian yang
muncul, kemudian sebagian kaum muslimin tampil mencoba untuk mengatasinya. Akan
tetapi yang terjadi justru fitnah-fitnah semakin bertambah.
Hal ini seperti yang pernah
disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah -rahimahullaah- sejak zaman
dahulu:
- Ketika muncul Khawarij; maka
keluarlah orang-orang Murji'ah untuk membantah Khawarij; sehingga mereka
mendatangkan Bid'ah baru yaitu Bid'ah Murji'ah.
- Musyabbihah berbicara tentang
masalah sifat-sifat Allah -sehingga mereka menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya-;
maka keluarlah kelompok Mua'ththilah (orang-orang yang menolak sifat Allah)
untuk membantah mereka.
-
Juga ketika Qadariyyah berbicara tentang masalah takdir; maka keluarlah
Jabariyyah untuk membantah mereka.
Sehingga setiap muncul fitnah; maka
akan mendatangkan fitnah yang lainnya.
Sebagaimana juga yang kita perhatikan
pada jama'ah-jama'ah yang mengajak untuk memberontak melawan
penguasa/pemerintah dan mengajak untuk meninggalkan dakwah 'aqidah, maka niat
mereka adalah untuk melakukan perbaikan; akan tetapi tindakan mereka tidak di
atas petunjuk.
Maka tidak mungkin bagi seorang da'i
untuk melakukan perbaikan kecuali dia harus mengenal dirinya sendiri.
(3) Kita membutuhkan orang yang bagus
pemahamannya terhadap Al-Qur'an dan As-Sunnah.
Fitnah-fitnah ini harus ada yang
melakukan perbaikan dan harus ada yang
bisa mengembalikan umat kepada Al-Qur'an
dan As-Sunnah, serta bisa mengarahkan umat, dan meluruskan kesalahan-kesalahan
mereka dengan arahan-arahan yang syar'i.
Kita tidaklah butuh kepada cara-cara
yang baru, karena Rasulullah -shallallaahu 'alaihi wa sallam- telah menjelaskan
jalannya bagi kita, beliau bersabda:
إِنِّيْ قَدْ تَرَكْتُ
فِيْكُمْ شَيْئَيْنِ؛ لَنْ تَضِلُّوْا بَعْدَهُمَا: كِتَابَ اللهِ وَسُنَّتِيْ
“Aku tinggalkan bagi kalian dua
perkara; yang kalian tidak akan tersesat setelahnya: Kitabullah dan Sunnah-ku.”
Maka perkaranya sangatlah jelas. Akan
tetapi: siapa yang bisa memahami Al-Qur'an? Dan siapa yang bisa memahami
As-Sunnah?
Jika kita ingin menghilangkan
syubhat-syubhat (kerancuan-kerancuan) dalam masalah 'aqidah; maka tidak mungkin
bisa menghilangkan syubhat-syubhat dari orang-orang yang menyimpang dalam
masalah ini: dengan mengandalkan anak muda yang hanya memiliki semangat saja.
Maka ini bukan perbaikan, bahkan ini merupakan fitnah baru lagi dalam umat ini.
Sehingga masing-masing dari kita
harus mengetahui siapa dirinya, dan dia harus jujur ketika menilai dirinya
sendiri.
(4) Maka di sana memang ada para
ulama, akan tetapi ada juga: para penuntut ilmu yang kuat ilmunya dan kuat juga
pengaruhnya (terhadap masyarakat).
Dan para penuntut ilmu ini jika kita
katakan kepada mereka: Apa peran kalian dalam menghadapi fitnah ini? Mereka
akan berkata: "Tanyalah kepada para ulama, kami bukan ulama, kami hanya
penuntut ilmu pemula."
Maka, merendahkan diri umumnya adalah
terpuji, akan tapi jangan menyampaikan kepada kufur nikmat, dimana Allah telah
memberikan nikmat kepadamu dengan ilmu dan memberikan taufik kepadamu; kemudian
engkau kufur terhadap nikmat ini, dengan mengatakan: "Saya tidak mampu
untuk melakukan perbaikan, saya hanya penuntut ilmu." Kemudian meninggalkan
tanggung jawabnya.
Ada lagi orang yang berlebihan, dia
tidak mengenal dirinya sendiri, dia menyangka bahwa dirinya sepadan dengan
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, atau setingkat Ahmad bin Hanbal, sehingga orang
ini menyelami setiap fitnah yang terjadi. Tidaklah terjadi suatu permasalahan
yang menimpa umat; melainkan orang ini tampil untuk berbicara dan memberikan
arahan.
Maka kita harus berada di antara 2
(dua) golongan ini:
1. Orang yang mampu, akan tetapi
tidak mau melakukan perbaikan.
2. Orang yang tidak memiliki
kemampuan, akan tetapi berani tampil.
Dan kita mengetahui dampak (buruk)
yang dimunculkan oleh dua golongan ini terhadap umat.
Maka, sekali lagi, dari sini kita
mengetahui bahwa: masing-masing kita harus menilai dirinya sendiri dengan
jujur: Siapa saya? Apa peran saya dalam masalah ilmu? Apa yang saya kuasai?
Sehingga nantinya engkau melakukan perbaikan sesuai dengan kemampuanmu.
(5) Janganlah menganggap besar
dirimu, kemudian engkau ingin melakukan perbaikan untuk umat secara
keseluruhan. Kita tidak ingin mengubah umat dalam waktu sekejap, akan tetapi
dengan perencanaan 'ilmiyah yang teratur dalam mengusahakan perbaikan, masing-masing
sesuai dengan kemampuannya.
Maka penuntut ilmu yang menguasai
suatu bidang ilmu: dia melakukan perbaikan sesuai dengan apa yang dia mampu,
dia memberikan ta'shil (pondasi) kepala manusia dalam ilmu yang dia kuasai, dan
memperingatkan mereka dari kesalahan yang terjadi mengenai ilmu tersebut.
Hal itu tentunya dimulai dari dirinya
sendiri, keluarganya, dan masyarakat sekitarnya.
Dan janganlah dia terburu-buru untuk
melakukan sesuatu yang besar; seperti: ingin menegakkan Daulah Islamiyyah, akan
tetapi tidak melakukan perbaikan dalam keluarganya terlebih dahulu.
Kalaulah seseorang memulai perbaikan
dengan orang-orang yang ada di sekitarnya terlebih dahulu; tentulah umat ini
akan menjadi baik. Yakni: dengan memulai secara bertahap.
Para Nabi -'alaihimus salaam-
tidaklah melakukan perbaikan dalam waktu sekejap. Bahkan Allah menceritakan
kepada kita tentang kisah-kisah mereka yang dipenuhi dengan: berbagai ujian,
tipu daya, dan pengusiran yang menimpa mereka. Sampai kemudian Allah menguatkan
dan memuliakan Agama-Nya dan para nabi-Nya.
Maka sebagaimana musuh-musuh kita
memiliki perencanaan; kita juga harus terencana dalam usaha perbaikan kita
untuk meluruskan umat. Masing-masing sesuai dengan bidang kita:
- orang yang berilmu melakukan
perbaikan dengan ilmunya,
- orang yang memiliki harta melakukan
perbaikan dengan hartanya,
- bahkan seorang dokter pun bisa
menolong (untuk memperbaiki kesehatan) umat.
(6) Akan tetapi yang terjadi sekarang
adalah:
- kita mendapat ujian dengan adanya
seorang dokter yang menjadi da'i,
- artis yang menjadi pemberi nasehat,
dan perkara-perkara semisal yang
menjadikan kita tertawa sekaligus menangis.
Maka tugas masing-masing kita sebagai
penuntut ilmu dan da'i adalah: untuk berbicara (dalam rangka melakukan
perbaikan) sesuai dengan apa yang kita kuasai, dan jangan sampai kita berbicara
tentang sesuatu yang tidak kita kuasai.
(7) Maka saya berpendapat bahwa tidak
ada jalan keluar bagi umat ini dari berbagai fitnah (kejelekan) ini melainkan
dengan:
- kita Jelaskan kepada mereka realita
zaman sekarang (lihat: Muqaddimah Bagian Pertama),
- dan harus ada para penuntut ilmu
yang berusaha untuk menekan fitnah tersebut.
- Dan untuk para ulama pada
masing-masing negeri: mereka mempelajari secara terperinci realita yang ada,
untuk kemudian mencari solusi perbaikan: bagaimana cara menjauhkan umat ini
dari berbagai macam fitnah, dan memberikan pengarahan yang benar kepada umat.
Penulis: Ahmad Hendrix
Pemalang – Jawa Tengah
Editor: Ahmadi As-Sambasy
Cilacap – Jawa Tengah
Posting Komentar untuk "Lihat Kapasitas Dirimu Terlebih Dahulu"
Sebelumnya kami ucapkan Jazakumullahu Khairan atas tegur sapa antum semua di web Kabeldakwah.com ini.
==> Komentar Anda akan ditanggapi oleh Admin saat Aktif.