SIHIR (Penjelasan Lengkap Tentang Sihir)
Sebelum masuk pada pembahasan kita relax sejenak otak kita dengan humor berikut:
Definisi Sihir
Sihir secara bahasa adalah:
عبارة عما خفى ولطف
سببه، ولهذا جاء في الحديث: إِنَّ مِنَ الْبَيَانِ لَسِحْراً. وسمى السحر سحرا لأنه
يقع خفياً آخر الليل
“Ungkapan terhadap sesuatu yang
tersembunyi dan tidak diketahui sebabnya. Oleh karena itu, terdapat dalam
hadits: ‘Sesungguhnya dalam (sebagian) penjelasan termasuk sihir’. (1)
Dan sahar (waktu sahur) dinamakan juga sihir karena ia terjadi secara
diam-diam/tersembunyi di akhir malam”. (Fathul-Majiid, hal. 270)
أصل السحر صرف الشيء
عن حقيقته إلي غيره
“Asal dari perkataan sihir adalah
memalingkan sesuatu dari hakekatnya kepada selainnya”. (Tahdziibul-Lughah,
4/290)
Adapun secara istilah, Asy-Syinqithiy
rahimahullah berkata:
اعلم أن السحر في
الاصطلاح لا يمكن حده بحد جامع مانع. لكثرة الأنواع المختلفة الداخلة تحته، ولا يتحقق
قدر مشترك بينها يكون جامعاً لها مانعاً لغيرها. ومن هنا اختلفت عبارات العلماء في
حده اختلافاً متبايناً
“Ketahuilah, bahwasannya sihir secara
istilah tidak mungkin diberikan batasan dengan batasan yang menyeluruh dan
jelas karena banyaknya macam hal yang berbeda-beda masuk dalam cakupannya. Dan
tidaklah dapat dinyatakan ukuran kebersamaan di antara macam hal tersebut
sehingga dapat meliputi keseluruhannya, dan pencegah bagi selainnya. Dari sini
terjadi perbedaan yang jelas atas ungkapan pada ulama dalam membatasi
definisinya”. (Adlwaaul-Bayaan, 4/40)
Abu Muhammad Al-Maqdisiy rahimahullah
dalam Al-Kaafiy berkata:
السحر عزائم ورقى
وعقد يؤثر في القلوب والأبدان، فيمرض ويقتل، ويفرق بين المرء وزوجه
“Sihir adalah jimat-jimat,
jampi-jampi, dan ikatan-ikatan (buhul) yang dapat berpengaruh pada hati dan
badan. Maka sihir dapat menyakiti, membunuh, dan memisahkan antara suami dengan
istrinya”. (Fathul-Majiid, hal. 270)
Fakhruddiin Ar-Raaziy rahimahullah
berkata:
السحر في عرف الشرع
مختص بكل أمر يخفي سببه ويتخيل علي غير حقيقته ويجري مجري التمويه والخداع
“Sihir dalam ‘urf syar’iy adalah
segala sesuatu yang tersembunyi sebabnya dan kemudian dibayangkan tidak
sebagaimana hakekatnya, sehingga tak ubahnya ia seperti pengelabuhan dan tipuan
(2)”. (Mishbaahul-Muniir, hal. 268)
Dalil Keberadaan Sihir
Allah ta’ala berfirman:
وَاتَّبَعُوا مَا
تَتْلُو الشَّيَاطِينُ عَلَى مُلْكِ سُلَيْمَانَ وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلَكِنَّ
الشَّيَاطِينَ كَفَرُوا يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ وَمَا أُنْزِلَ عَلَى الْمَلَكَيْنِ
بِبَابِلَ هَارُوتَ وَمَارُوتَ وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّى يَقُولا إِنَّمَا
نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلا تَكْفُرْ فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ
الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ وَمَا هُمْ بِضَارِّينَ بِهِ مِنْ أَحَدٍ إِلا بِإِذْنِ اللَّهِ
وَيَتَعَلَّمُونَ مَا يَضُرُّهُمْ وَلا يَنْفَعُهُمْ وَلَقَدْ عَلِمُوا لَمَنِ اشْتَرَاهُ
مَا لَهُ فِي الآخِرَةِ مِنْ خَلاقٍ وَلَبِئْسَ مَا شَرَوْا بِهِ أَنْفُسَهُمْ لَوْ
كَانُوا يَعْلَمُونَ
“Dan mereka mengikuti apa yang dibaca
oleh syaitan-setan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa
Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak
mengerjakan sihir), hanya setan-setan itulah yang kafir (mengerjakan sihir)
Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua
orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak
mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun sebelum mengatakan: "Sesungguhnya
kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir". Maka mereka
mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat
menceraikan antara seorang (suami) dengan istrinya. Dan mereka itu (ahli sihir)
tidak memberi mudarat dengan sihirnya kepada seorang pun kecuali dengan izin
Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang memberi mudarat kepadanya dan tidak
memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barang siapa
yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di
akhirat dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau
mereka mengetahui”. (QS. Al-Baqarah: 102)
قَالَ مُوسَى أَتَقُولُونَ
لِلْحَقِّ لَمَّا جَاءَكُمْ أَسِحْرٌ هَذَا وَلا يُفْلِحُ السَّاحِرُونَ
“Musa berkata: "Apakah kamu
mengatakan terhadap kebenaran waktu ia datang kepadamu, sihirkah ini?"
padahal ahli-ahli sihir itu tidaklah mendapat kemenangan". (QS. Yuunus: 77)
وَأَوْحَيْنَا إِلَى
مُوسَى أَنْ أَلْقِ عَصَاكَ فَإِذَا هِيَ تَلْقَفُ مَا يَأْفِكُونَ * فَوَقَعَ الْحَقُّ
وَبَطَلَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ * فَغُلِبُوا هُنَالِكَ وَانْقَلَبُوا صَاغِرِينَ
* وَأُلْقِيَ السَّحَرَةُ سَاجِدِينَ * قَالُوا آمَنَّا بِرَبِّ الْعَالَمِينَ * رَبِّ
مُوسَى وَهَارُونَ
“Dan kami wahyukan kepada Musa:
"Lemparkanlah tongkatmu!" Maka sekonyong-konyong tongkat itu menelan
apa yang mereka sulapkan. Karena itu nyatalah yang benar dan batallah yang
selalu mereka kerjakan. Maka mereka kalah di tempat itu dan jadilah mereka
orang-orang yang hina. Dan ahli-ahli sihir itu serta merta meniarapkan diri
dengan bersujud. Mereka berkata: "Kami beriman kepada Tuhan semesta alam,
"(yaitu) Tuhan Musa dan Harun". (QS. Al-A’raaf: 117-122)
حَدَّثَنَا أَبُو
كُرَيْبٍ، حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ، عَنْ هِشَامٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عَائِشَةَ،
قالت: سَحَرَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَهُودِيٌّ مِنْ يَهُودِ
بَنِي زُرَيْقٍ يُقَالُ لَهُ لَبِيدُ بْنُ الْأَعْصَمِ، قَالَتْ: حَتَّى كَانَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُخَيَّلُ إِلَيْهِ أَنَّهُ يَفْعَلُ الشَّيْءَ
وَمَا يَفْعَلُهُ، حَتَّى إِذَا كَانَ ذَاتَ يَوْمٍ أَوْ ذَاتَ لَيْلَةٍ دَعَا رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ دَعَا ثُمَّ دَعَا، ثُمَّ قَالَ يَا
عَائِشَةُ: " أَشَعَرْتِ أَنَّ اللَّهَ أَفْتَانِي فِيمَا اسْتَفْتَيْتُهُ فِيهِ؟
"، جَاءَنِي رَجُلَانِ، فَقَعَدَ أَحَدُهُمَا عِنْدَ رَأْسِي وَالْآخَرُ عِنْدَ
رِجْلَيَّ، فَقَالَ: الَّذِي عِنْدَ رَأْسِي لِلَّذِي عِنْدَ رِجْلَيَّ أَوِ الَّذِي
عِنْدَ رِجْلَيَّ لِلَّذِي عِنْدَ رَأْسِي مَا وَجَعُ الرَّجُلِ، قَالَ: مَطْبُوبٌ،
قَالَ: مَنْ طَبَّهُ؟، قَالَ: لَبِيدُ بْنُ الْأَعْصَمِ، قَالَ: فِي أَيِّ شَيْءٍ؟،
قَالَ: فِي مُشْطٍ وَمُشَاطَةٍ، قَالَ: وَجُفِّ طَلْعَةِ ذَكَرٍ، قَالَ: فَأَيْنَ هُوَ؟،
قَالَ: فِي بِئْرِ ذِي أَرْوَانَ، قَالَتْ: فَأَتَاهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي أُنَاسٍ مِنْ أَصْحَابِهِ، ثُمَّ قَالَ يَا عَائِشَةُ:
" وَاللَّهِ لَكَأَنَّ مَاءَهَا نُقَاعَةُ الْحِنَّاءِ، وَلَكَأَنَّ نَخْلَهَا
رُءُوسُ الشَّيَاطِينِ "، قَالَتْ: فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَفَلَا أَحْرَقْتَهُ؟،
قَالَ: " لَا، أَمَّا أَنَا فَقَدْ عَافَانِي اللَّهُ، وَكَرِهْتُ أَنْ أُثِيرَ
عَلَى النَّاسِ شَرًّا، فَأَمَرْتُ بِهَا فَدُفِنَتْ
"
Telah menceritakan kepada kami Abu
Kuraib: Telah menceritakan kepada kami Ibnu Numair, dari Hisyaam, dari ayahnya,
dari ‘Aaisyah radliyallaahu ‘anhaa, ia berkata: Rasulullah shallallaahu ‘alaihi
wa sallam pernah disihir oleg seorang laki-laki Yahudi dari Bani Zuraiq yang
bernama Labiid bin Al-A’sham. (Dalam sihir tersebut), Terbayangkan oleh
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau melakukan sesuatu,
padahal tidak melakukannya. Hingga pada suatu hari atau suatu malam, Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam berdoa, lalu berdoa, doa, dan berdoa; dan
kemudian bersabda: “Wahai ‘Aaisyah, apakah engkau mengetahui bahwa Allah telah
memberi fatwa atas apa yang aku minta fatwa kepada-Nya? Telah datang kepadaku
dua orang laki-laki, lalu salah satu di antara keduanya duduk di dekat kepalaku
dan yang lain di dekat kedua kakiku. Laki-laki yang di dekat kepalaku berkata
kepada laki-laki yang ada di dekat dua kakiku – atau laki-laki yang di dekat
kedua kakiku berkata kepada laki-laki yang ada di kepalaku -: ‘Sakit apa
laki-laki ini?’. Temannya menjawab: ‘Disihir’. Laki-laki itu bertanya: ‘Siapa
yang telah menyihirnya?’. Temannya menjawab: ‘Labiib bin Al-A’sham’. Laki-laki
itu berkata: ‘Pada apa ia berada?’. Temannya menjawab: ‘Pada sisir, rambut, dan
serbuk sari kurma jantan’. Laki-laki itu bertanya: ‘Dimanakah ia berada?’.
Temannya menjawab: ‘Di sumur Dzu-Arwaan”. ‘Aaisyah berkata: “Lalu Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam mendatangi sumur itu bersama para shahabatnya.
Kemudian beliau datang dan berkata: ‘Wahai ‘Aaisyah, demi Allah, seakan-akan
airnya seperti celupan daun hinaa, dan kepala kurmanya seperti kepala
syaithaan’. Aku (‘Aaisyah) berkata: ‘Wahai Rasulullah, tidakkah engkau
membakarnya?’. Beliau menjawab: ‘Tidak. Adapun aku, sungguh Allah telah
menyembuhkanku, dan aku tidak suka menimpakan kejelekan pada manusia. Lalu aku
perintahkan untuk menguburnya”. (Diriwayatkan oleh Muslim no. 2189)
حَدَّثَنِي هَارُونُ
بْنُ سَعِيدٍ الأَيْلِيُّ، حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ، قَالَ: حَدَّثَنِي سُلَيْمَانُ
بْنُ بِلَالٍ، عَنْ ثَوْرِ بْنِ زَيْدٍ، عَنْ أَبِي الْغَيْثِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ،
أَنّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " اجْتَنِبُوا السَّبْعَ
الْمُوبِقَاتِ "، قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَمَا هُنَّ؟ قَالَ: "الشِّرْكُ
بِاللَّهِ، وَالسِّحْرُ، وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ،
وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ، وَأَكْلُ الرِّبَا، وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ، وَقَذْفُ
الْمُحْصِنَاتِ الْغَافِلَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ “
Telah menceritakan kepadaku Haaruun
bin Sa’iid Al-Ailiy: Telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, ia berkata:
Telah menceritakan kepadaku Sulaimaan bin Bilaal, dari Tsaur bin Zaid, dari
Abul-Ghaits, dari Abu Hurairah: Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam pernah bersabda: “Jauhilah oleh kalian tujuh perkara yang membinasakan”.
Dikatakan: “Wahai Rasulullah, apakah itu?”. Beliau menjawab: “Syirik kepada
Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan hak, memakan
harta anak yatim, memakan riba, melarikan diri dari peperangan, dan menuduh
wanita mukminah baik-baik lagi suci telah berbuat zina”. (Diriwayatkan oleh
Muslim no. 89)
حَدَّثَنَا أَبُو
بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، وَمُسَدَّدٌ الْمَعْنَى، قَالَا: حَدَّثَنَا يَحْيَى،
عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ الأَخْنَسِ، عَنِ الْوَلِيدِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، عَنْ
يُوسُفَ بْنِ مَاهَكَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " مَنِ اقْتَبَسَ عِلْمًا مِنَ النُّجُومِ، اقْتَبَسَ شُعْبَةً
مِنَ السِّحْرِ زَادَ مَا زَادَ "
Telah menceritakan kepada kami Abu
Bakr bin Abi Syaibah dan Musaddad secara makna, mereka berdua berkata: Telah
menceritakan kepada kami Yahyaa, dari ‘Ubaidullah bin Al-Akhnas, dari Al-Waliid
bin ‘Abdillah, dari Yuusuf bin Maahak, dari Ibnu ‘Abbaas, ia berkata: Telah
bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam: “Barangsiapa mempelajari
ilmu nujuum (perbintangan), sungguh ia telah mempelajari sebagian dari (ilmu)
sihir. Bertambah dari ilmu sihir apa yang bertambah dari ilmu nujuum”. (Diriwayatkan
oleh Abu Daawud no. 3905; dihasankan (3) oleh Al-Albaaniy dalam Shahiih
Sunan Abi Daawud, 2/473)
Al-Khaththaabiy rahimahullah berkata:
أَنَّ السِّحْرَ
ثَابِتٌ، وَحَقِيقَتُهُ مَوْجُودَةٌ، اتَّفَقَ أَكْثَرُ الأُمَمِ مِنَ الْعَرَبِ، وَالْفُرْسِ،
وَالْهِنْدِ، وَبَعْضِ الرُّومِ عَلَى إِثْبَاتِهِ، وَهَؤُلاءِ أَفْضَلُ سُكَّانِ أَهْلِ
الأَرْضِ، وَأَكْثَرُهُمْ عِلْمًا وَحِكْمَةً، وَقَدْ قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: يُعَلِّمُونَ
النَّاسَ السِّحْرَ، وَأَمَرَ بِالاسْتِعَاذَةِ مِنْهُ، فَقَالَ عَزَّ وَجَلَّ: وَمِنْ
شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ، وَوَرَدَ فِي ذَلِكَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخْبَارٌ لا يُنْكِرُهَا إِلا منْ أَنْكَرَ الْعِيَانَ وَالضَّرُورَةَ،
وَفَرَّعَ الْفُقَهَاءُ فِيمَا يَلْزَمِ السَّاحِرِ مِنَ الْعُقُوبَةِ، وَمَا لا أَصْلَ
لَهُ لا يَبْلُغُ هَذَا الْمَبْلَغُ فِي الشُّهْرَةِ وَالاسْتِفَاضَةِ، فَنَفْيُ السِّحْرِ
جَهْلٌ، وَالرَّدُّ عَلَى منْ نَفَاهُ لَغْوٌ وَفَضْلٌ.
“Bahwasannya sihir itu tsaabit,
hakekatnya benar-benar ada. Kebanyakan umat dari bangsa ‘Arab, Persia, India,
dan sebagian bangsa Romawi telah bersepakat dalam penetapannya. Mereka semua
itu adalah penduduk bumi yang utama, dan paing banyak mempunyai ilmu dan
hikmah. Allah ta’ala telah berfirman: ‘Mereka mengajarkan sihir kepada manusia’
(QS. Al-Baqarah: 102), dan memerintahkan untuk meminta perlindungan darinya.
Allah ‘azza wa jalla berfirman: ‘dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir
yang menghembus pada buhul-buhul’ (QS. Al-Falaq: 4) Dan telah datang riwayat
dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tentang hal itu (sihir) dimana
tidak ada yang mengingkarinya, kecuali orang yang mengingkari sesuatu yang
jelas dan aksiomatik. Para fuqahaa’ telah menyebutkan beberapa bentuk hukuman
yang mesti dijatuhkan kepada tukang sihir. Sesuatu yang tidak ada asalnya
biasanya tidak dapat terkenal dan tersebar luas (dalam pembicaraannya) Sehingga
menafikkan keberadaan sihir adalah kebodohan, dan membantah orang yang
menafikkannya adalah kesia-siaan belaka”. (Syarhus-Sunnah, 12/187-188)
Al-Maziiriy rahimahullah berkata:
وجمهور علماء الأمة
على اثبات السحر وأن له حقيقة كحقيقة غيره من الأشياء الثابتة خلافا لمن أنكر ذلك ونفى
حقيقته واضاف ما يقع منه إلى خيالات باطلة لاحقائق لها وقد ذكره الله تعالى فى كتابه
وذكر أنه مما يتعلم وذكر ما فيه اشارة إلى أنه مما يكفر به وأنه يفرق بين المرء وزوجه
وهذا كله لا يمكن فيما لاحقيقة له وهذا الحديث أيضا مصرح باثباته وأنه أشياء دفنت وأخرجت
وهذا كله يبطل ما قالوه فإحالة كونه من الحقائق محال
“Jumhur ulama umat menetapkan
keberadaan sihir dan ia mempunyai hakekat sebagaimana hakekat dari
perkara-perkara lain yang telah tetap. Berbeda halnya dengan orang yang
mengingkarinya dan menafikkan hakekatnya, dimana mereka menyandarkan apa yang
terjadi dari sihir sebagai khayalan/halusinasi belaka, tanpa hakekat. Allah
ta’ala telah menyebutkan dalam kitab-Nya dan menyebutkan bahwasannya sihir
termasuk sesuatu yang dapat dipelajari. Dan Allah pun menyebutkan bahwa sihir
merupakan perkara yang dapat mengkafirkan pelakunya, dan ia dapat memisahkan
pasangan suami istri. Semuanya ini tidaklah mungkin jika tidak ada hakekatnya.
Dan hadits ini (yaitu dalam bab sihir) juga menegaskan tentang penetapannya dan
ia merupakan sesuatu yang terkubur dan kemudian muncul kembali. Dan semuanya
ini membatalkan apa yang mereka katakan. Oleh karena itu, meniadakan keberadaan
hakekatnya adalah mustahil...”. (Syarh Shahih Muslim lin-Nawaawiy, 4/174)
Hukum Sihir
Sulaimaan bin ‘Abdillah rahimahullah
berkata:
السحر محرم في جميع
أديان الرسل عليهم السلام، كما قال تعالى: وَلَا يُفْلِحُ السَّاحِرُ حَيْثُ أَتَى
“Sihir diharamkan dalam seluruh agama
yang dibawa para Rasul ‘alaihimis-salaam, sebagaimana firman Allah ta’ala: ‘Dan
tidak akan menang tukang sihir itu, dari mana saja ia datang’ (QS. Thaha: 69)”.
(Taisirul-‘Aziizil-Hamiid, hal. 386)
Para ulama sepakat bahwa mempelajari,
mengajarkan, dan mengamalkan sihir adalah haram, dan ia termasuk di antara
dosa-dosa besar (al-kabaair) Kaum muslimin juga sepakat bahwa sihir tidaklah
muncul kecuali dari orang-orang fasiq. (Mausu’ah Al-Ijmaa’ fil-Fiqhil-Islaamiy
oleh Sa’diy Abu Jaib, hal. 554 no. 1910-1911)
Akan tetapi para ulama berbeda
pendapat tentang kekafiran pelaku sihir.
Pertama; Abu Haniifah, Maalik, Ahmad
dalam satu riwayat, dan sekelompok salaf berpendapat akan kekafiran pelaku
sihir secara mutlak. Mereka berdalil dengan firman Allah ta’ala:
وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ
وَلَكِنَّ الشَّيَاطِينَ كَفَرُوا
“Padahal Sulaiman tidak kafir (tidak
mengerjakan sihir), hanya setan-setan itulah yang kafir (mengerjakan sihir)”. (QS.
Al-Baqarah: 102)
Sisi pendalilan: Allah ta’ala telah
menamai sihir dalam ayat di atas dengan kekafiran. (Tafsir Al-Qurthubiy, 2/47)
Kedua; Asy-Syaafi’iy, Ahmad dalam
satu riwayat, dan Daawud Adh-Dhaahiriy merinci keadaan pelaku sihir tersebut.
Apabila pelaku sihir itu melakukan sesuatu yang mengkafirkan seperti
peribadahan kepada syaithaan dan sejenisnya selain Allah, maka kafir. Jika
tidak, maka tidak kafir. Asy-Syaafi’iy rahimahullah berkata:
فَيُقَالُ لِلسَّاحِرِ:
صِفِ السِّحْرَ الَّذِي تَسْحَرُ بِهِ، فَإِنْ كَانَ مَا يَسْحَرُ بِهِ كَلَامَ كُفْرٍ
صَرِيحٍ اسْتُتِيبَ مِنْهُ، فَإِنْ تَابَ وَإِلَّا قُتِلَ، وَأُخِذَ مَالُهُ فَيْئًا،
وَإِنْ كَانَ مَا يَسْحَرُ بِهِ كَلَامًا لَا يَكُونُ كُفْرًا، وَكَانَ غَيْرَ مَعْرُوفٍ،
وَلَمْ يَضُرَّ بِهِ أَحَدًا نُهِيَ عَنْهُ، فَإِنْ عَادَ عُزِّرَ، وَإِنْ كَانَ يَعْلَمُ
أَنَّهُ يَضُرُّ بِهِ أَحَدًا مِنْ غَيْرِ قَتْلٍ، فَعَمَدَ أَنْ يَعْمَلَهُ عُزِّرَ
“Dan dikatakan kepada pelaku sihir:
‘Sifatkan sihir yang engkau menyihir dengannya’. Apabila sesuatu yang ia pakai
untuk menyihir berupa perkataan kufur yang jelas, maka ia diminta bertaubat.
Jika ia bertaubat, taubatnya diterima; dan jika tidak, ia dibunuh, diambil
hartanya sebagai fai’. Namun apabila sesuatu yang ia pakai untuk menyihir berupa
perkataan yang tidak mengandung kekufuran, tidak ma’ruuf, dan tidak menyebabkan
bahaya bagi seseorang, maka ia dilarang darinya. Jika ia mengulangi, ia dihukum
ta’zir. Jika ia mengetahui bahwasannya sihir itu menyebabkan bahaya bagi orang
lain tanpa membunuhnya, lalu ia sengaja melakukannya, maka ia dihukum ta’zir”. (Al-Umm,
1/256-257)
Dalil yang dipakai oleh pendapat
kedua adalah perbuatan ‘Aaisyah yang tidak membunuh budak wanita yang
menyihirnya karena menginginkan kemerdekaannya. Atsar ini diriwayatkan oleh
‘Abdurrazzaaq 10/183 dengan sanad shahih.
Yang raajih – wallaahu a’lam – adalah
pendapat kedua yang memerincinya. Seandainya perbuatan sihir yang dilakukan
budak wanitanya itu termasuk sihir yang mengandung kesyirikan (akbar), niscaya
‘Aaisyah tidak akan meninggalkan hukum untuk membunuhnya (karena ia telah
murtad)
Asy-Syinqithiy rahimahullah berkata:
التحقيق في هذه المسألة
هو التفصيل. فإن كان السحر مما يعظم فيه غير الله كالكواكب والجنّ وغير ذلك مما يؤدي
إلى الكفر فهو كفر بلا نزاع، ومن هذا النوع سحر هاروت وماروت المذكور في سورة
"البقرة" فإنه كفر بلا نزاع. كما دل عليه قوله تعالى: {وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ
وَلَكِنَّ الشَّيَاطِينَ كَفَرُوا يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ} ، وقوله تعالى:
{وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّى يَقُولا إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلا تَكْفُرْ}
، وقوله: {وَلَقَدْ عَلِمُوا لَمَنِ اشْتَرَاهُ مَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِنْ خَلاقٍ}
، وقوله تعالى: {وَلا يُفْلِحُ السَّاحِرُ حَيْثُ أَتَى}, كما تقدّم إيضاحه. وإن كان
السحر لا يقتضي الكفر كالاستعانة بخواص بعض الأشياء من دهانات وغيرها فهو حرام حرمة
شديدة ولكنه لا يبلغ بصاحبه الكفر. هذا هو التحقيق إن شاء الله تعالى في هذه المسألة
التي اختلف فيها العلماء.
“Dan tahqiiq dalam permasalahan ini
adalah adanya perincian. Apabila sihir tersebut termasuk pengagungan terhadap
selain Allah seperti pengagungan kepada bintang, jin, dan lainnya yang sampai
pada derajat kekafiran, maka hukumnya kafir tanpa perselisihan. Dan yang
termasuk sihir macam ini adalah sihir Haaruut dan Maaruut yang disebutkan dalam
surat Al-Baqarah, maka ia adalah kufur tanpa perselisihan. Sebagaimana
ditunjukkan oleh firman-Nya ta’ala: ‘Padahal Sulaiman tidak kafir (tidak
mengerjakan sihir), hanya setan-setan itulah yang kafir (mengerjakan sihir)
Mereka mengajarkan sihir kepada manusia’ (QS. Al-Baqarah: 102); dan firman-Nya
ta’ala: ‘Sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun sebelum
mengatakan: "Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah
kamu kafir’ (QS. Al-Baqarah: 102); dan firman-Nya ta’ala: ‘Dan tidak akan
menang tukang sihir itu, dari mana saja ia datang’ (QS. Thaha: 69), sebagaimana
telah lalu penjelasannya. Dan bila sihir tersebut tidak menuntut adanya
kekafiran seperti meminta bantuan pada kekhususan sebagian benda semisal cat
atau selainnya, maka ia haram dengan keharaman yang keras, akan tetapi
pelakunya tidak sampai pada kekafiran. Inilah tahqiq, insya Allah ta’ala, dalam
permasalahan ini yang diperselisihkan para ulama”. (Adlwaaul-Bayaan, 5/50)
Hukuman Bagi Penyihir
Para ulama berbeda pendapat tentang
hukuman seseorang yang telah terbukti melakukan sihir, dan ini kembali pada
pokok perbedaan pendapat hukum kafir tidaknya pelaku sihir di atas. Jika pelaku
sihir tersebut melakukan sihir yang tidak mengandung kekufuran, maka ia tidak
dijatuhi hukuman hadd bunuh, akan tetapi dijatuhi hukum ta’zir. Kecuali jika
sihir yang dilakukan itu menyebabkan kematian seseorang, maka ditegakkan hadd
bunuh kepadanya.
Jika sihir yang dilakukannya itu
mengandung kekafiran (yang menyebabkannya kafir), maka dijatuhi hukuman hadd
bunuh atas kekafirannya itu. Al-Qurthubiy rahimahullah berkata:
واختلف الفقهاء في
حكم الساحر المسلم والذمي، فذهب مالك إلى أن المسلم إذا سحر بنفسه بكلام يكون كفرا
يقتل ولا يستتاب ولا تقبل توبته، لأنه أمر يستسر به كالزنديق والزاني، ولأن الله تعالى
سمى السحر كفرا بقوله: {وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّى يَقُولا إِنَّمَا نَحْنُ
فِتْنَةٌ فَلا تَكْفُرْ} وهو قول أحمد بن حنبل وأبي ثور وإسحاق والشافعي وأبي حنيفة
“Dan para fuqahaa’ telah berselisih
pendapat tentang hukum pelaku sihir muslim dan dzimmiy. Maalik berpendapat
apabila ia berbuat sihir sendiri dengan perkataan yang mengandung kekufuran,
maka ia dibunuh tanpa dimintai bertaubat terlebih dahulu, (dan seandainya
bertaubat) tidak diterima taubatnya; karena ia (sihir) merupakan perkara yang
dilakukan dengan senang hati seperti orang zindiiq dan pezina. Dan karena Allah
ta’ala menamakan sihir dengan kekufuran dengan firman-Nya: ‘Sedang keduanya
tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun sebelum mengatakan: Sesungguhnya
kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir’ (QS. Al-Baqarah:
102) Hal itu merupakan pendapat Ahmad bin Hanbal, Abu Tsaur, Ishaaq,
Asy-Syaafi’iy (4), dan Abu Haniifah”. (Tafsir Al-Qurthubiy, 2/47-48)
حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ
بْنُ أَحْمَدَ، ثنا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْحَضْرَمِيُّ، قَالَ: ثنا إِسْمَاعِيلُ
بْنُ إِبْرَاهِيمَ أَبُو مَعْمَرٍ الْقَطِيعِيُّ، ثنا هُشَيْمٌ، ثنا خَالِدٌ الْحَذَّاءُ،
عَنْ أَبِي عُثْمَانَ النَّهْرِيِّ، " أَنَّ سَاحِرًا كَانَ يَلْعَبُ عِنْدَ الْوَلِيدِ
بْنِ عُقْبَةَ، فَكَانَ يَأْخُذُ السَّيْفَ فَيَذْبَحُ نَفْسَهُ، وَيَعْمَلُ كَذَا،
وَلا يَضُرُّهُ، فَقَامَ جُنْدُبُ إِلَى السَّيْفِ فَأَخَذَهُ، فَضَرَبَ عُنُقَهُ،
ثُمَّ قَرَأَ: أَفَتَأْتُونَ السِّحْرَ وَأَنْتُمْ تُبْصِرُونَ ".
Telah menceritakan kepada kami
Sulaimaan bin Ahmad: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Abdillah
Al-Hadlramiy, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Ismaa’iil bin
Ibraahiim Abu Ma’mar Al-Qathii’iy: Telah menceritakan kepada kami Husyaim:
Telah menceritakan kepada kami Khaalid Al-Kadzdzaa’, dari Abu ‘Utsmaan
An-Nahriy: Bahwasannya ada seorang penyihir yang sedang bermain-main di sisi
Al-Waliid bin ‘Uqbah. Penyihir itu memegang sebilah pedang, lalu menyembelih
dirinya sendiri, namun sama sekali tidak melukainya. (5) Berdirilah
Jundab mengambil pedang, lalu memukulkan ke lehernya. Kemudian ia membaca ayat:
‘Maka, apakah kamu menerima sihir itu, padahal kamu menyaksikannya?’ (QS.
Al-Anbiyaa’: 3)”. (Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim 1/471-472 no. 1594 dengan sanad
shahih lemah karena Khaalid tidak pernah mendengar riwayat dari Abu 'Utsmaan
An-Nahdiy sebagaimana dikatakan oleh Ahmad)
حَدَّثَنَا مُسَدَّدُ
بْنُ مُسَرْهَدٍ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ عَمْرِو بْنِ دِينَارٍ، سَمِعَ بَجَالَةَ،
يُحَدِّثُ عَمْرَو بْنَ أَوْسٍ، وَأَبَا الشَّعْثَاءِ، قَالَ: كُنْتُ كَاتِبًا لِجَزْءِ
بْنِ مُعَاوِيَةَ عَمِّ الأَحْنَفِ بْنِ قَيْسٍ إِذْ جَاءَنَا كِتَابُ عُمَرَ قَبْلَ
مَوْتِهِ بِسَنَةٍ اقْتُلُوا كُلَّ سَاحِرٍ وَفَرِّقُوا بَيْنَ كُلِّ ذِي مَحْرَمٍ
مِنْ الْمَجُوسِ وَانْهَوْهُمْ عَنِ الزَّمْزَمَةِ، فَقَتَلْنَا فِي يَوْمٍ ثَلَاثَةَ
سَوَاحِرَ، وَفَرَّقْنَا بَيْنَ كُلِّ رَجُلٍ مِنْ الْمَجُوسِ وَحَرِيمِهِ فِي كِتَابِ
اللَّهِ
Telah menceritakan kepada kami
Musaddad bin Musarhad: Telah menceritakan kepada kami Sufyaan, dari ‘Amru bin
Diinaar, ia mendengar Bajaalah menceritakan kepada ‘Amru bin Aus dan
Abusy-Sya’tsaa’; ia (Bajaalah) berkata: “Dahulu aku adalah seorang sekretaris
Jaz` bin Mu'aawiyah paman Al Ahnaf bin Qais. Tiba-tiba datang kepada kami surat
‘Umar satu tahun sebelum ia meninggal. Ia berkata: ‘Bunuhlah seluruh tukang
sihir, dan pisahkan antara setiap orang yang memiliki mahram dari kalangan
orang-orang Majusi, dan laranglah mereka dari zamzamah' (6) Maka kami
dalam sehari telah membunuh tiga orang tukang sihir, dan memisahkan antara
setiap laki-laki majusi dan mahramnya dalam kitab Allah....”. (Diriwayatkan
oleh Abu Daawud no. 3043; dishahihkan oleh Al-Albaaniy dalam Shahih Sunan Abi
Daawud, 2/260)
Mengobati Sihir dengan Sihir
Para ulama berselisih pendapat
tentang hal ini. Akan tetapi yang raajih adalah pengharamannya, berdasarkan
riwayat:
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ
بْنُ حَنْبَلٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، حَدَّثَنَا عَقِيلُ بْنُ مَعْقِلٍ،
قَالَ: سَمِعْتُ وَهْبَ بْنَ مُنَبِّهٍ يُحَدِّثُ، عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ،
قَالَ: " سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ النُّشْرَةِ
؟، فَقَالَ: هُوَ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ
"
Telah menceritakan kepada kami Ahmad
bin Hanbal: Telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrazzaaq: Telah menceritakan
kepada kami ‘Uqail, ia berkata: Aku mendengar Wahb bin Munabbih menceritakan
hadits dari Jaabir bin ‘Abdillah, ia berkata: Rasulullah shallallaahu ‘alaihi
wa sallam pernah ditanya tentang an-nusyrah, maka beliau menjawab: “Nusyrah itu
merupakan perbuatan syaithaan” (Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 3868; dengan
sanad shahih (7))
Nusyrah itu adalah mengobati sihir
dari orang yang terkena sihir. Dan yang termasuk perbuatan syaithaan yang
diharamkan dalam hadits di atas adalah nusyrah, mengobati sihir dengan sihir,
sebagaimana dikatakan oleh Ibnul-Qayyim rahimahullah.
Wallaahu a’lam.
Footnote:
(1) Diriwayatkan oleh Maalik no.
2074, Ahmad 2/16 & 59 & 62 & 94, Al-Bukhaariy no. 5146 dan dalam
Al-Adabul-Mufrad no. 875, At-Tirmidziy no. 2028, Abu Daawud no. 5007, Abu
Ya’laa no. 5639-5640, dan yang lainnya.
(2) Sebagaimana terdapat dalam firman
Allah ta’ala:
قَالَ أَلْقُوا فَلَمَّا
أَلْقَوْا سَحَرُوا أَعْيُنَ النَّاسِ وَاسْتَرْهَبُوهُمْ وَجَاءُوا بِسِحْرٍ عَظِيمٍ
“Musa menjawab: "Lemparkanlah
(lebih dahulu)!" Maka tatkala mereka melemparkan, mereka menyulap mata
orang dan menjadikan orang banyak itu takut, serta mereka mendatangkan sihir
yang besar (menakjubkan)” (QS. Al-A’raaf: 116)
Yaitu, sihir yang dilakukan para
tukang sihir Fir’aun tersebut telah membuat mata orang-orang yang menyaksikan
melihat seolah-olah tali dan tongkat yang dilemparkan tersebut berupa ular yang
bergerak-gerak.
Oleh sebab itu, sebagian ulama berdalil
dengan ayat ini dalam pengharaman sulap.
(3) Bahkan shahih!. Seluruh perawinya
tsiqaat dan sanadnya bersambung tanpa ada ‘illat.
Adapun ‘Ubaidullah bin Al-Akhnash
yang dikatakan Ibnu Hajar sebagai perawi yang shaduuq (Taqriibut-Tahdziib, hal.
635 no. 4303), maka yang lebih tepat ia seorang yang tsiqah. Ahmad bin Hanbal
berkata: “Tsiqah”. Ibnu Ma’iin berkata: “Tsiqah”. Di lain tempat ia berkata:
“Tidak mengapa dengannya”. Abu Daawud berkata: “Tsiqah”. An-Nasaa’iy berkata:
“Tsiqah”. Ibnu Hibbaan memasukkannya dalam Ats-Tsiqaat dan berkata: “Banyak
salahnya” (Tahdziibut-Tahdziib, 19/5-6 no. 3619) Adapun penisbatan ‘banyak
salahnya’ sebagaimana yang dikatakan Ibnu Hibbaan, maka ini menyelisihi para
imam yang lain. Al-Albaaniy menjelaskan perawi yang disifati Ibnu Hibbaan
‘banyak salahnya’ dalam Ats-Tsiqaat, maka ini maknanya ia perawi yang haditsnya
hasan. Wallaahu a’lam.
(4) Inilah yang dikatakan oleh
Al-Qurthubiy rahimahullah. Yang benar, Asy-Syaafi’iy rahimahullah memberikan
perincian dalam permasalahan ini sebagaimana telah disebutkan sebelumnya.
(5) Semacam ilmu kebal. Anda dapat
bayangkan, bagaimana seandainya orang-orang yang punya ilmu kebal hidup di masa
salaf? Dijadikan laskar untuk berjihad membela agama Allah, atau.......
Jangan tertipu akan jubah dan segala
sesuatu yang berlabelkan (seakan-akan) Islam, namun hakekatnya kesyirikan.
(6) Zamzamah adalah salah satu
kebiasaan orang Majusi yang bersuara dengan suara yang tidak jelas ketika
makan. Dikatakan oleh sebagian ulama, ia merupakan salah satu syi’ar orang
Majusi. Wallaahu a’lam.
(7) Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah
mendla’ifkan hadits ini dalam Ahaaditsun Mu’allah hal. 94-95 no. 88 karena Wahb
bin Munabbih tidak pernah bertemu dengan Jaabir. Periwayatan Wahb dari Jaabir
hanyalah melalui perantaraan kitab, sebagaimana dikatakan Ibnu Ma’iin.
Adapun Asy-Syaikh Al-Albaaniy rahimahullah
menshahihkannya, sebagaimana dalam Shahiih Sunan Abi Daawud 2/464.
Dan yang benar dalam permasalahan ini
adalah tashhiih dari Asy-Syaikh Al-Albaaniy, karena dalam beberapa riwayat,
Wahb bin Munabbih telah menjelaskan penyimakan haditsnya dari Jaabir
radliyallaahu ‘anhu. Misalnya dalam Shahih Ibni Khuzaimah no. 133, Shahih Ibni
Hibbaan no. 1274 & 3034 & 5839 & 5857 & 6500, Tafsiir Ibni Abi
Haatim no. 8606, dan Ma’rifatush-Shahaabah li-Abi Nu’aim no. 8006.
Ada syaahid dari Anas bin Maalik yang
menguatkan hadits ini:
حَدَّثَنَا الْحَسَنُ
بْنُ أَحْمَدَ بْنِ أَبِي شُعَيْبٍ الْحَرَّانِيُّ، نَا مِسْكِينُ ابْنُ بُكَيْرٍ،
نَا شُعْبَةُ، عَنْ أَبِي رَجَاءٍ، عَنِ الْحَسَنِ، قَالَ: سُئِلَ أَنَسٌ عَنِ النُّشْرَةِ
قَالَ: ذُكِرَ لِي أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ عَنْهَا
قَالَ: هِيَ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ
Telah menceritakan kepada kami
Al-Hasan bin Ahmad bin Abi Syu’aib Al-Harraaniy: Telah mengkhabarkan kepada
kami Miskiin bin Bukair: Telah mengkhabarkan kepada kami Syu’bah, dari Abu
Rajaa’, dari Al-Hasan, ia berkata: Anas pernah ditanya tentang An-Nusyrah, lalu
ia menjawab: Pernah disebutkan kepadaku bahwasannya Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam pernah ditanya tentang hal tersebut dan bersabda: “Ia
merupakan perbuatan syaithaan”. (Diriwayatkan oleh Al-Bazzaar dalam Al-Bahr no.
6709)
Dzhahir sanad ini hasan. Akan tetapi
Ad-Daaruquthniy men-ta’liil jalan riwayat ini, bahwasannya yang mahfuudh adalah
mursal dari Al-Hasan (tanpa menyebut Anas) Riwayat mursal ini dibawakan oleh
Abu Daawud dalam Al-Maraasil no. 453:
حَدَّثَنَا عَلِيُّ
بْنُ الْجَعْدِ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ أَبِي رَجَاءٍ، قَالَ: سَأَلْتُ الْحَسَنَ
عَنِ النُّشْرَةِ، فَقَالَ: ذُكِرَ لِي عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَنَّهُ قَالَ: " إِنَّهَا مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ "
Telah menceritakan kepada kami ‘Aliy
bin Al-Ja’d: Telah menceritakan kepada kami Syu’bah, dari Abu Rajaa’, ia
berkata: Aku pernah bertanya kepada Al-Hasan tentang An-Nusyrah, lalu ia
menjawab: Pernah disebutkan kepadaku dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam,
beliau bersabda: “Ia merupakan perbuatan syaithaan”.
‘Aliy bin Al-Ja’d lebih kuat
riwayatnya daripada Miskiin bin Bukair. Wallaahu a’lam.
Semoga ada manfaatnya.
(Perumahan Ciomas Permai, Ciapus,
Ciomas, Bogor, 16610)
Penulis: Abul Jauzaa’
(Alumnus IPB & UGM)
Editor: Ahmadi As-Sambasy
Cilacap – Jawa Tengah
Posting Komentar untuk "SIHIR (Penjelasan Lengkap Tentang Sihir)"
Sebelumnya kami ucapkan Jazakumullahu Khairan atas tegur sapa antum semua di web Kabeldakwah.com ini.
==> Komentar Anda akan ditanggapi oleh Admin saat Aktif.