SLOGAN AKHLAK OLEH BUMN DALAM PANDANGAN ISLAM
(Amanah, Kompeten, Harmoni, Loyal, Adaptif dan
Kolaboratif)
Saudaraku yang semoga
dimuliakan Allah subhanahu wa ta’ala. Akhlak dan Adab yang baik merupakan salah
satu pokok ajaran islam. Bahkan para ulama terdahulu, mereka belajar adab dan
akhlak terlebih dahulu sebelum belajar ilmu.
Imam Darul Hijrah,
Imam Malik rahimahullah pernah berkata pada seorang pemuda Quraisy:
تعلم الأدب قبل أن تتعلم العلم
“Pelajarilah adab
sebelum mempelajari suatu ilmu.”
Kenapa sampai para
ulama mendahulukan mempelajari adab? Sebagaimana Yusuf bin Al Husain berkata:
بالأدب تفهم العلم
“Dengan mempelajari
adab, maka engkau jadi mudah memahami ilmu.”
Bahkan Imam Abu
Hanifah lebih senang mempelajari kisah-kisah para ulama dibanding menguasai bab
fiqih. Karena dari situ beliau banyak mempelajari adab, itulah yang kurang dari
kita saat ini. Imam Abu Hanifah berkata:
الْحِكَايَاتُ عَنْ الْعُلَمَاءِ وَمُجَالَسَتِهِمْ أَحَبُّ إلَيَّ مِنْ كَثِيرٍ
مِنْ الْفِقْهِ لِأَنَّهَا آدَابُ الْقَوْمِ وَأَخْلَاقُهُمْ
“Kisah-kisah para
ulama dan duduk bersama mereka lebih aku sukai daripada menguasai beberapa bab
fiqih. Karena dalam kisah mereka diajarkan berbagai adab dan akhlaq luhur
mereka.” (Al Madkhol, 1: 164)
Allhamdulillah...
Kata “Akhlak” menjadi slogan yang merupakan nilai inti (core
value) Kementerian BUMN. Kata itu merupakan akronim dari Amanah, Kompeten,
Harmonis, Loyal, Adaptif, dan Kolaboratif.
Sebagaimana yang telah kita ketahui bersama bahwa Agama Islam adalah agama yang paling sempurna. Agama yang diturunkan oleh Rabb Semesta Alam, mengatur seluruh lini kehidupan manusia. Termasuk akronim akhlak
sebagaimana dimaksud oleh Kementrian BUMN.
1. AMANAH
Amanah secara bahasa adalah sesuatu yg
dipercayakan (dititipkan) kepada orang lain (untuk dijaga dan atau disampaikan
kepada yang berhak menerimanya).[1]
Amanah menurut istilah syara’ yaitu:
كُلُّ مَا
يُؤْتَمَنُ عَلَيْهِ مِنْ أَسْرَارٍ، وَحُرُمَاتٍ، وَأَمْوَالٍ، وَهِيَ ضِدُّ
الْخِيَانَةِ .
“Semua yang dipercayakan kepada seseorang untuk
dijaga berupa rahasia, kehormatan dan harta. Amanah adalah antonim khianat.”[2]
Menjaga amanah dan menjadi pribadi yang dapat
dipercaya merupakan perintah Allah Subhanahu Wa Ta’ala, sebagaimana dalam
firman-Nya:
اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُكُمْ اَنْ تُؤَدُّوا الْاَمٰنٰتِ اِلٰٓى اَهْلِهَاۙ
“Sungguh, Allah menyuruh kalian
menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya,” (QS.
An Nisa: 58)
Begitu pentingnya menjaga amanah dalam islam,
sampai-sampai orang yang mengkhianati amanah telah Rasulullah shollallahu ‘alaihi
wa sallam cap
sebagai orang munafik, Sebagaimana dalam sabda beliau:
آيَةُ
اَلْمُنَافِقِ ثَلَاثٌ: إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا
ائْتُمِنَ خَانَ مُتَّفَقٌ عَلَيْه
"(Diantara) tanda-tanda orang munafiq itu
ada tiga; bila berkata ia bohong bila berjanji ia mengingkari dan bila
dipercaya (mengemban suatu amanah) ia mengkhianati." (Muttafaqun‘Alaihi)
2. KOMPETEN
Kompeten artinya cakap.[3] Seseorang
dikatakan kompeten apabila mempunyai kemampuan dan kepandaian untuk mengerjakan
sesuatu. [4]
Apabila seorang yang kompeten memiliki sifat amanah maka ia adalah sebaik-baik
pekerja, Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
اِنَّ خَيْرَ
مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ الْاَمِيْنُ
“Sesungguhnya orang yang paling baik yang engkau ambil sebagai
pekerja ialah orang yang kuat (kompeten) dan amanah (dapat dipercaya).” (QS. Al Qhosos: 26)
Jika suatu urusan diberikan kepada seorang
yang tidak kompeten maka tunggulah kehancurannya, amanah yang disia-siakan karena banyak diemban oleh orang-orang
yang tidak kompeten sejatinya merupakan tanda dekatnya masa itu dengan akhir
zaman, dari Abu Hurairah Radhiyallahu
‘anhu ia berkata, Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا ضُيِّعَتِ
اْلأَمَانَةُ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ. قَالَ: كَيْفَ إِضَاعَتُهَا يَا رَسُولَ
اللهِ؟ قَالَ: إِذَا أُسْنِدَ اْلأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرِ
السَّاعَةَ
“Jika amanah telah disia-siakan, maka tunggulah
hari Kiamat. Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bertanya: Wahai Rasulullah, bagaimanakah menyia-nyiakan amanah itu? Beliau
menjawab: Jika satu urusan diserahkan
kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah hari Kiamat.” (Shahiih al-Bukhari, kitab ar-Riqaaq, bab
Raf’ul Amaanah XI/333, dalam al-Fat-hul)
3. HARMONI
Harmoni adalah keselarasan atau keserasian.[5]
Di sebuah perusahaan pasti terdapat berbagai profesi dan bagian, hendaknya
semua bagian tersebut saling berserikat membangun harmoni untuk meraih
cita-cita bersama. Islam memotivasi ummatnya agar membangun harmoni dalam
kehidupannya. Harmoni dalam islam diibaratkan seperti sebuah bangunan yang
terdiri dari berbagai bagian yang saling menguatkan. Hal itu disebutkan dalam banyak
nash baik Al-Qur`an maupun Al-Hadits, diantaranya Firman Allah subhanahu wa ta’ala:
اِنَّ اللّٰهَ
يُحِبُّ الَّذِيْنَ يُقَاتِلُوْنَ فِيْ سَبِيْلِه صَفًّا كَاَنَّهُمْ بُنْيَانٌ مَّرْصُوْصٌ
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang
berperang (berjuang) di jalan-Nya dalam barisan yang teratur, mereka
seakan-akan seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.” (QS.
As Shaff: 4)
Juga disebutkan dalam hadits Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
اَلْمُؤْمِنُ
لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا.
“Seorang Mukmin (yang satu) dengan Mukmin
lainnya seperti satu bangunan (yang tersusun rapi), sebagiannya menguatkan
sebagian yang lain.” Dan beliau merekatkan jari-jemarinya. (HR. Al-Bukhari no. 481, 2446, 6026, Muslim no. 2585 dan at-Tirmidzi no. 1928,
dari Sahabat Abu Musa al-Asy’ari Radhiyallahu ‘anhu)
4. LOYAL
Jika merujuk KBBI, kata loyal memiliki makna
patuh, setia.[6] Patuh dan
setia terhadap pimpinan dan aturan selama dalam hal yang makruf merupakan
sebuah kewajiban setiap mukmin. Allah ta’ala
Berfirman:
يٰٓاَيُّهَا
الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَطِيْعُوا اللّٰهَ وَاَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَاُولِى
الْاَمْرِ مِنْكُمْۚ
“Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu (selama tidak
menyelishi aturan Allah Ta’ala dan Rasul-Nya).” (QS. An Nisa: 59)
Loyal kepada pemimpin dalam hal yang makruf
juga merupakan perintah Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam. Dari Abu Najih Al ‘Irbadh bin Sariyah
radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi nasehat kepada kami
dengan satu nasehat yang menggetarkan hati dan menjadikan air mata berlinang”.
Kami (para sahabat) bertanya, “Wahai Rasulullah, nasihat itu seakan-akan adalah
nasihat dari orang yang akan berpisah, maka berilah kami wasiat.” Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أُوْصِيْكُمْ
بِتَقْوَى اللهِ عَزَّوَجَلَّ , وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ تَأَمَّرَ
عَلَيْكَ عَبْدٌ
“Saya memberi wasiat kepada kalian agar tetap
bertaqwa kepada Allah ‘azza wa jalla, tetap mendengar dan ta’at walaupun yang
memerintah kalian seorang hamba sahaya (budak).” (HR. Abu Daud dan At Tirmidzi, Hadits Hasan Shahih).[7]
5. ADAPTIF
Adaptif memiliki makna mudah menyesuaikan
(diri) dengan keadaan.[8]
Jika kita dalami betul-betul ajaran agama
islam, kita akan mendapati bahwa agama islam memiliki syari’at yang paling
adaptif, sebagai contoh seorang yang tidak bisa berwudhu boleh baginya
tayammum, seorang yang tidak mampu sholat berdiri dibolehkan baginya sholat
sambil duduk, seorang yang sedang safar (menempuh perjalanan jauh) sehingga
berat baginya berhenti setiap waktu sholat tiba dibolehkan baginya menjamak
(menggabungkan dua waktu sholat) bahkan diperbolehkan mengqoshor (meringkas
bilangan raka’at) dan masih banyak lagi kemudahan-kemudahan di dalam islam.
Dalam urusan ibadah, Allah ta’ala
berfirman:
فَاتَّقُوا
اللّٰهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ
“Bertakwalah kamu kepada Allah menurut
kesanggupanmu...” (QS. At Taghobun: 16)
Seorang pekerja hendaknya memiliki sikap adaptif,
karena beberapa alasan:
1. Dunia ini dipenuhi dengan misteri (kita
tidak tahu) apa yang akan terjadi di masa yang akan datang.
2. Seiring berjalannya waktu, keadaan pasti
berubah.
3. Ada milyaran orang di dunia ini yang
memiliki sifat berbeda-beda.
4. Adaptif akan membantu kita dalam mengasah
kemampuan bertahan.
5. Dengan kemampuan mudah beradaptasi kita
akan lebih tenang jika menghadapi sebuah masalah yang baru. [9]
6. KOLABORATIF
Kolaboratif
adalah sikap mampu berkolaborasi atau bekerja sama. [10]
Manusia
disebut juga sebagai makhluk sosial yang pasti tidak dapat hidup sendiri. Dalam
menjalani kehidupan kita di dunia kita membutuhkan bantuan orang lain, baik
dalam perkara dunia maupun agama. Contoh dalam perkara dunia, ketika kita sakit
kita membutuhkan peran seorang dokter. Tidak berbeda dalam kehidupan beragama
pun kita juga membutuhkan peran orang lain, sebagai contoh ketika kita ingin
belajar ilmu agama pasti kita membutuhkan figur seorang guru yang dapat menjadi
panutan dan memberikan ilmu kepada kita. Bahkan ketika salah pun kita juga
butuh sosok seorang teman atau pun keluarga yang dapat menegur dan mengingatkan
kita.
Tidak diragukan lagi
bahwa islam adalah agama yang penuh dengan keindahan kasih sayang yang dapat
kita jadikan pedoman dan landasan untuk menjalani kehidupan kita dalam
bersosial dengan masyarakat. [11]
وَتَعَاوَنُوْا
عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوٰىۖ وَلَا تَعَاوَنُوْا عَلَى الْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
ۖوَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗ
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.” (QS. Al Maidah: 2)
Semoga bermanfaat,
Baarokallahu fiikum..
Ahfadl Saefuddin S.Pd.I | BDI Pertamina RU IV Cilacap.
[1] https://kbbi.web.id/amanah-2 (dengan sedikit tambahan)
[2]
https://islamic-content.com/dictionary/word/1592
[7] Sumber https://rumaysho.com/3111-taat-pada-pemimpin-yang-zalim.html
Posting Komentar untuk "SLOGAN AKHLAK OLEH BUMN DALAM PANDANGAN ISLAM"
Sebelumnya kami ucapkan Jazakumullahu Khairan atas tegur sapa antum semua di web Kabeldakwah.com ini.
==> Komentar Anda akan ditanggapi oleh Admin saat Aktif.